KOMPAS.com - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan dua syarat yang ditawarkan pemerintah terkait perpanjangan kontrak izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia (PTFI) di tambang Grasberg, Papua.
Kedua syarat tersebut yaitu penambahan saham pemerintah sebanyak 10 persen serta pembangunan smelter di Papua.
“Pemerintah sedang memikirkan untuk melakukan perpanjangan, tetapi dengan penambahan saham di mana pemerintah akan menambah saham kurang lebih 10 persen,” kata Bahlil, dilansir dari Antara, Sabtu (29/4/2023).
Bahlil mengungkapkan, dalam beberapa waktu terakhir pemerintah tengah membahas kemungkinan perpanjangan kontrak Freeport.
Baca juga: Kontrak Berakhir 2041, Freeport Sudah Ajukan Perpanjangan Izin Operasi
Sebagai bagian kesepakatan divestasi saham PTFI kepada Pemerintah Indonesia melalui PT Inalum (Persero) atau MIND ID pada 2018, PTFI telah mendapatkan kepastian hukum dan kepastian berusaha dengan mengantongi perpanjangan masa operasi 2x10 tahun hingga 2041.
Namun, PTFI mengidentifikasi potensi sumber daya mineral di tambang Grasberg masih dapat dimonetisasi hingga lebih dari 2041.
Selain telah menjadi milik Indonesia dengan kepemilikan saham 51 persen, pemerintah menilai kinerja keuangan PTFI semakin membaik.
“Bahkan, dalam laporan Freeport kepada pemerintah, 2024 itu potensi utang BUMN dalam mengambil alih Freeport itu kemungkinan akan lunas pada 2024,” tuturnya.
Bahlil juga mengemukakan syarat lain yang ditawarkan pemerintah, yakni soal dibangunnya smelter di Papua.
Baca juga: Jokowi Izinkan Freeport dan Amman Ekspor Tembaga hingga Mei 2024
Sebagai putra Papua, menurut dia, pembangunan smelter di Papua merupakan bentuk keadilan dan pemerataan ekonomi bagi warga setempat.
Bahlil menjelaskan, pertimbangan pemerintah untuk memberikan perpanjangan pengelolaan bagi Freeport salah satunya karena untuk menjaga agar produksi tambang tidak menurun.
Produksi konsentrat Freeport per tahun mencapai 3 juta ton, di mana 1,3 juta ton diolah di smelter lama dan sisa 1,7 juta ton akan diolah di smelter baru mereka yang saat ini tengah dibangun.
“Konsentrat ini akan habis di 2035, itu sudah mulai menurun produksinya karena cadangannya mulai habis. Cadangan sekarang yang mereka produksi itu hasil eksplorasi tahun '90-an," ucap Bahlil.
"Eksplorasinya itu butuh 10-15 tahun. Kalau tidak kita perpanjang sekarang, maka di 2035 itu dapat dipastikan sampai 2040 Freeport tutup,” katanya.
Baca juga: Freeport Tambah Porsi Saham di PT Smelting Jadi 65 Persen
“Kalau dia tutup, siapa yang rugi? Ini Freeport bukan lagi punya Amerika, sekarang punya Indonesia, 51 persen,” tegas Bahlil.