BEBERAPA hari belakangan sejak 8 Mei 2023, Bank Syariah Indonesia (BSI) mengalami serangan siber sehingga mengakibatkan terganggunya layanan dan sebagian sistem perbankan mereka.
Hal ini tentu berdampak kepada masyarakat umum, terutama di Provinsi Aceh di mana BSI menjadi salah satu bank terbesar yang beroperasi di wilayah dengan penerapan sistem ekonomi syariah ini.
Selain terganggunya pelayanan kepada masyarakat umum sekira dalam kurun waktu seminggu ke belakang, gangguan pada sistem perbankan BSI juga mengakibatkan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan mengeluarkan kebijakan berupa penghentian sementara BSI sebagai Bank Operasional mitra pemerintah dalam penyaluran APBN.
Nah, inilah yang kemudian menjadi isu dan berita yang mungkin disalah pahami oleh masyarakat.
Ramainya isu ini bermula dari beredarnya surat Kepala KPPN Banda Aceh yang ditujukan kepada para pimpinan unit kerja (Satker) di wilayah kerja KPPN Banda Aceh.
Surat itu sebagai informasi dan pemberitahuan kepada para Satker bahwa penyaluran APBN via BSI sebagai Bank Operasional mitra pemerintah dihentikan sementara. Hal ini bukan berarti bahwa BSI dihentikan operasionalnya oleh KPPN Banda Aceh.
Masyarakat perlu memahami bahwa hingga saat ini terdapat lima Bank Operasional mitra pemerintah dalam penyaluran APBN, yaitu BRI, BNI, Bank Mandiri, BTN, dan BSI.
Penunjukan kelima bank tersebut sebagai Bank Operasional mitra pemerintah dalam penyaluran APBN mengartikan bahwa sistem perbankan dari kelima bank itu akan terkoneksi dengan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN).
Dana APBN dari rekening kas umum negara yang ada di Bank Indonesia akan dicairkan melalui mekanisme overbooking via paygroup dari kelima Bank Operasional tersebut (PMK No.14/PMK.05/2013).
Secara sederhana dapat digambarkan bahwa penyaluran dana APBN kepada rekening penerima (baik perseorangan, bendahara K/L, maupun pihak ketiga) tidak secara langsung dicairkan dari rekening kas negara kepada rekening para penerima, namun melalui mekanisme overbooking ke paygroup BRI, BNI, Mandiri, BTN, atau BSI (terlepas rekening tersebut berada di bank apapun).
Nah, ketika beberapa waktu lalu BSI mengalami gangguan sistem, maka Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan selaku salah satu pihak yang diberi kewenangan dalam regulasi dan kebijakan pengelolaan APBN, kemudian menghentikan sementara atau menonaktifkan BSI sebagai paygroup di aplikasi SPAN dalam rangka penyaluran dana APBN sampai dengan BSI dapat mengatasi gangguan dalam sistem perbankan mereka.
Artinya, para penerima (dengan rekening apapun, termasuk BSI) tetap dapat menerima pencairan dana APBN melalui mekanisme overbooking yang sama dengan menggunakan paygroup dari Bank Operasional lain, yaitu BRI atau Mandiri atau BNI atau BTN.
Hal ini tentu berbeda penafsiran, jika masyarakat seolah-olah memahami bahwa surat Kepala KPPN adalah bentuk dari penghentian kegiatan operasional BSI. Salah kaprah yang perlu diluruskan pemahamannya.
Padahal, operasional BSI tetap dapat berjalan sebagaimana biasanya dan itu adalah hak dan kewenangan independen dari BSI (dengan adanya gangguan atau tidak adanya gangguan pada sistem mereka).
Maka masyarakat umum perlu memahami bahwa proses penghentian sementara (atau dalam bahasa lain mungkin bisa kita sebut skorsing atau penonaktifan) BSI sebagai Bank Operasional mitra pemerintah dalam penyaluran APBN tidak ada kaitannya dengan kegiatan operasional perbankan mereka sehari-hari, bahkan ketika adanya gangguan sistem sekalipun.