Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman Mengintai di Balik Meroketnya Utang Pemerintah di Era Jokowi

Kompas.com - 25/05/2023, 11:05 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Bengkaknya utang pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali jadi topik panas jelang tahun pemilu 2024. Kali ini, perdebatan soal utang pemerintah disuarakan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Hal itu disampaikan JK saat acara Milad PKS ke-21 di Istora Senayan, Jakarta, pada Sabtu 20 Mei 2023. Pidato JK soal sentilan utang pemerintah tersebut merespon pernyataan dari Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang sebelumnya memberikan sambutan.

Dari informasi yang didapatkannya, JK bilang, utang pemerintah saat ini sudah melojak tajam. Bahkan, untuk membayar utang pokok dan bunga dalam setahun, sudah menembus Rp 1.000 triliun.

Pernyataan JK ini kemudian diluruskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Bendara negara ini selalu mengklaim kalau utang pemerintah masih dalam batas yang aman dan terkendali.

Baca juga: Dulu, Megawati Cibir Program BLT Milik SBY, Kini Dilestarikan Jokowi

Benarkah demikian?

Dikutip dari Harian Kompas, Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto, mengatakan pemerintah seharusnya sudah sangat waspada terhadap pembengkakan utang pemerintah dan rasionya terhadap PDB yang semakin tinggi.

Dia bilang, batas aman defisit APBN dan rasio utang yang diatur di UU Keuangan Negara sudah tidak terlalu relevan untuk mengukur aman atau tidaknya posisi utang negara saat ini.

"Kalau hanya mengacu pada dua indikator itu memang utang kita akan selalu dikatakan aman, tetapi kenyataannya lonjakan utang kita cukup besar dalam lima tahun terakhir, meski itu karena pandemi," kata Eko.

Seperti diketahui, meski masih di batas aman, rasio utang RI membengkak hingga di atas 40 persen terhadap PDB. Pada 2020, rasio utang terhadap PDB mencapai 38,68 persen.

Baca juga: Membandingkan Utang Pemerintah Era SBY dan Jokowi, Mana Paling Besar?

Pada 2021, rasio utang menembus angka tertinggi sejak reformasi yaitu 41 persen terhadap PDB. Ia juga menyoroti kebijakan utang pemerintah era Jokowi yang jor-joran terkait utang jangka panjang.

Memang dengan penarikan utang jangka panjang, pemerintah saat ini bisa terbebas dari pembayaran utang yang terlalu berat. Namun, utang itu justru akan diwariskan ke pemerintah periode setelahnya.

"Bermain di surat utang jangka panjang memang aman untuk sekarang, karena ditagihnya masih 5-10 tahun lagi, tetapi ini perlu diwaspadai untuk jangka panjang, apalagi kalau tren utang terus meningkat," ungkap Eko.

Hal lain yang harus dikhawatirkan, sambung Eko, adalah utang pemerintah yang kenaikannya melebihi pertumbuhan penerimaan negara. Ini yang bisa jadi bom waktu di masa mendatang.

Baca juga: Membandingkan Utang Luar Negeri RI di Era Jokowi dan SBY

"Ibarat income kita tumbuh 5 persen per tahun, tetapi utang tumbuh dua kali lipatnya. Ini yang membuat pada titik tertentu di masa depan ini bisa menjadi risiko," beber dia.

Sebagai informasi saja, dikutip dari APBN Kita edisi Mei 2023 yang dirilis Kementerian Keuangan awal pekan ini, sampai 30 April 2023, posisi utang pemerintah berada di angka Rp 7.849,8 triliun dengan rasio utang 38,15 persen terhadap produk domestik bruto.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com