Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Pamer Rasio Utang RI Lebih Bagus daripada Malaysia

Kompas.com - 31/05/2023, 09:01 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Antara

KOMPAS.com - Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kebijakan utang pemerintah RI cukup efektif mendorong peningkatan pada Produk Domestik Bruto (PDB) atau GDP semasa pandemi.

Peningkatan tersebut ditunjukkan dengan setiap penambahan utang pemerintah 1 dollar AS, akan menambahkan PDB sebesar 1,34 dollar AS selama periode 2018 hingga 2022.

“Ini pelajaran untuk kita semua, memang kenaikan PDB tidak seharusnya tergantung atau hanya didukung oleh utang karena pasti tidak akan sustainable," kata Sri Mulyani dikutip dari Antara, Rabu (31/5/2023).

"Tapi dalam hal ini Indonesia masih dalam posisi yang cukup baik, yaitu setiap 1 dollar menghasilkan 1,34 tambahan PDB di mana terjadi shock yang luar biasa seperti pandemi yang mana hampir semua perekonomian mengalami kolaps,” kata dia lagi.

Baca juga: Pernyataan Lengkap JK soal Rezim Jokowi Bayar Utang Rp 1.000 Triliun Setahun

Pada periode 2018 hingga 2022, Kemenkeu mencatat nominal PDB lebih besar dibandingkan utang pemerintah, dengan masing-masing tercatat sebesar 276,1 miliar dollar AS dan 206,5 miliar dollar AS.

Menurut dia, apabila dibandingkan negara emerging power lainnya seperti India dan Malaysia, perbandingan PDB dan utang Indonesia dapat dikatakan masih cukup efektif.

Selama periode 2018 sampai 2022, nominal PDB India tercatat 683,5 miliar dollar AS dengan utang pemerintah yang lebih tinggi sebesar 932,4 miliar dollar AS. Untuk 1 dollar AS tambahan utang, PDB India juga bertambah 0,73 dollar AS.

Kemudian Malaysia mencatatkan nominal PDB 48,9 miliar dollar AS dengan utang pemerintah 69,5 miliar dollar AS. Perbandingan itu tetap menunjukkan rasio utang yang masih tinggi.

Baca juga: Data Lengkap Laju Lonjakan Utang Pemerintah Jokowi Tahun demi Tahun

Bendahara Negara tersebut menilai, bahkan negara adidaya seperti Amerika Serikat dan China mengalami penambahan sebesar 0,55 dollar AS dan 0,70 dollar AS untuk per 1 dollar utang pemerintahannya.

Menurut dia, negara lain yang juga mempunyai efektivitas utang semasa pandemi yaitu Vietnam dengan nominal PDB sebesar 102,0 miliar dollar AS dan utang pemerintahan 18,2 miliar dollar AS

“Semua negara menggunakan defisit, artinya menggunakan utang untuk menahan shock akibat pandemi. Namun efektifitas dari penggunaan fiskal termasuk utang dialami Indonesia dan Vietnam, yang mana pertumbuhan government debt lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan PDB nominal," beber Sri Mulyani.

"Ini disebabkan kita mampu mendorong stimulasi melalui fiscal deficit tadi. Untuk 206,5 miliar dolar AS, kita lihat Indonesia mampu menaikan nominal PDB ke 276,1 miliar dolar AS,” ujar Sri Mulyani lagi.

Baca juga: Membandingkan Harga BBM Nonsubsidi Pertamina RI Vs Petronas Malaysia

Adapun Sri Mulyani juga optimis bahwa efektivitas kebijakan fiskal RI masih akan terus berlanjut guna mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah goncangan perekonomian global saat ini.

"Yang terjadi pada lima tahun terakhir seperti saya sampaikan tadi yang disebut Trade War itu mulainya 2017, dan kita ini diguncang tidak hanya oleh Geopolitic Trade War, tapi juga karena pandemi," ungkap Sri Mulyani.

"Indonesia tidak pasti immune terhadap guncangan ini, namun kemampuan kita untuk recover dalam hal ini cukup baik atau lebih baik dibandingkan negara yang setara dengan kita baik di G20 atau ASEAN 6," pungkasnya.

Baca juga: Dua Sikap Jokowi soal BLT: Dulu Menolak, Kini Malah Meniru SBY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com