Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Meluruskan Pemahahaman Nilai Tukar Petani, Harga dan Produktivitas

Hal itu kemudian dikaitkan dengan angka inflasi. Sekalipun Gabah Kering Panen dan Gabah Kering Giling di petani turun cukup besar, kelompok padi-padian masih inflasi 0,40 persen dan beras 0,01 persen.

Penulis kemudian menyimpulkan, bahwa besarnya penurunan harga yang diterima petani mengonfirmasi bahwa kontributor utama deflasi adalah anjloknya harga di tingkat petani, bukan karena peningkatan produktivitas pangan atau perbaikan pola distribusi yang semakin efisien.

Perlu dipahami, bahwa secara sederhana pendapatan bersih petani dari kegiatan usaha tani dapat ditentukan oleh penerimaan dan biaya produksi yang dikeluarkan. Penerimaan sendiri terdiri dari komponen harga dan jumlah produksi.

Sementara itu, biaya produksi terdari dari harga input produksi dan jumlah input yang digunakan. Dengan asumsi, biaya produksi tidak berubah, maka pendapatan petani secara otomatis ditentukan oleh tingkat perubahan harga produksi dan jumlah produksi.

Sesuai teori ekonomi, ketika penawaran atau produksi banyak dan di sisi lain permintaan tidak berubah, maka harga akan turun. Namun demikian, pendapatan yang diterima petani akan tetap membaik, jika penurunan harga tersebut lebih rendah dari peningkatan produksi.

Sejalan dengan pemahaman tersebut, maka tidak valid dikatakan bahwa pendapatan petani, yang dalam konteks ini mencerminkan kesejahteraan petani berkurang akibat harga produksi yang diterima petani menurun, tanpa mengkaitkan perubahan produksi yang terjadi.

Benar, bahwa baru-baru ini, yakni Jumat (1/3/2019), Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa Nilai Tukar Petani (NTP) Februari 2019 menurun sekitar 0,37 persen. Angka menurun dari 103,33 pada Januari menjadi 102,94.

Akibat indek harga yang diterima petani, penurunannya lebih tinggi (0,53 persen) dibandingkan penurunan harga yang dibayar petani (0,16 persen). Di sisi lain, secara umum terjadi deflasi 0,08 persen.

Deflasi tersebut terjadi, karena harga kelompok bahan makanan mengalami penurunan sekitar 1,11 persen dan memberikan andil deflasi 0,24 persen.

Harga GKP di tingkat petani turun 4,46 persen menjadi Rp 5.114/kg, sedangkan harga GKG naik 0,83 persen menjadi Rp 5.828/kg. Hal yang sama juga terjadi di tingkat penggilingan, yakni harga GKP turun 4,24 persen menjadi Rp 5.222 dan GKG naik 0,84 persen menjadi Rp 5.952.

Sementara itu, harga beras kualitas medium dan premium masing-masing naik 1,04 persen (menjadi Rp. 9.800/kg) dan 1,02 persen (menjadi 10.008/kg).

Fenomena terjadinya sedikit penurunan harga gabah selama Februari 2019 relatif terhadap bulan sebelumnya adalah hal yang wajar, karena pada Februari produksi padi terus meningkat akibat panen padi sudah terjadi di mana-mana. Kenaikan itu akan mencapai puncaknya pada Maret dan April ini.

Produksi padi meningkat selain akibat meningkatnya luas panen, juga membaiknya produktivitas padi. Berbagai inovasi teknologi (benih, pupuk, irigasi, alsitan) diterapkan petani untuk meningkatkan produktivitas dan produksi padi.

Pada Februari 2019 diperkirakan ada sebanyak 7,8 juta ton GKG yang dihasilkan petani dan meningkat sekitar 77,96 persen dibandingkan Januari. Walaupun turun, harga gabah yang diterima petani juga masih jauh di atas HPP yang ditetapkan pemerinta sehingga cukup memberikan insentif ekonomi bagi petani untuk tetap berproduksi.

Dengan mencermati kondisi di atas, patut dicermati bahwa menurunnya harga gabah yang diterima petani tidak serta merta menurunkan pendapatannya, karena penurunan harga tersebut dapat dikompensasi oleh adanya peningkatan produktivitas dan produksi yang lebih tinggi.

Sebenarnya, menurunnya angka NTP petani Februari 2019 sekitar 0,37 persen relatif terhadap Januari 2019 bukanlah satu-satunya indikator yang bisa dipakai untuk dapat menentukan turunnya kesejahteraan petani. Karena sesuai konsepnya, NTP lebih menunjukkan perubahan daya beli petani (perbandingan relatif indek harga yang diterima dengan indek harga yang dibayar), tanpa mengkaitkannya dengan perubahan produksi/produktivitas.

Oleh karena itu, walaupun NTP relatif turun akibat menurunnya harga yang diterima petani, bisa saja, kesejahteraan petani meningkat, kalau pada saat yang sama produktivitas meningkat lebih tinggi.

Untuk menentukan kesejahteraan petani membaik atau memburuk, ada baiknya hal itu dilihat dari dua aspek. Pertama perubahan harga yang diterima petani, dan kedua perubahan volume yang diproduksi petani.

Cermat membaca analisa

Masih mengenai NTP, Direktur Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan), Bambang Sugiharto, mengingatkan agar masyarakat lebih cermat membaca analisa ekonom soal harga pangan.

Bambang juga meminta semua pihak, termasuk pengamat dan akademisi, lebih obyektif dalam mengeluarkan pernyataan-pernyataan ke ranah publik.

Mengungkapkan data inflasi bahan makanan dan Nilai Tukar Petani (NTP) yang hanya diulas pada Februari 2019 saja, tentu menjadi sangat bahaya, sedangkan pertanian terutama pangan bersifat musiman sehingga berfluktuasi antarbulan. Semestinya analisia dilihat dalam kurun waktu panjang.

"Enam bulanan, bahkan tahunan, sehingga bisa menggambarkan kondisi pertanian secara utuh. Tidak terpotong-potong seperti analisa dalam waktu sebulan," ujar Bambang, Rabu (13/3/2019).

Februari 2019 sudah memasuki panen raya, maka wajar jika harga gabah dan beras mengalami penyesuaian. Namun begitu, NTP 102,94 masih bagus, yakni di atas 100. Indikator yang lebih jelas menggambarkan kondisi usaha tani bisa dilihat dari Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) yang sebesar 111,18.

Oleh karena itu, Bambang meminta semua pihak mulai berhati-hati dalam mengulas sesuatu, tidak parsial, apalagi dalam menganalisa kesejahteraan petani dengan NTP dan NTUP. Sebab, menurut Bambang, analisa dalam kurun waktu pendek bulanan akan menyesatkan.

"Karena, bisa jadi, bulan ini petani dianggap tidak sejahtera karena NTP dan NTUP turun, dan bulan depan berubah drastis menjadi sejahtera karena NTP dan NTUP naik," ujar Bambang.

Upaya strategis pemerintah

Kehadiran Satgas Pangan mempunyai andil sendiri dalam memonitor ketidaklogisan pergerakan harga pangan yang terjadi, termasuk untuk mencari akar permasalahannya.

Satgas ini juga mengawasi kalau ada kecurangan dalam perdagangan pangan, seperti praktik mengubah beras kualitas medium menjadi premium.

Tentu saja, jika tugas ini bisa dijalankan secara baik, akan berkontribusi dalam stabilitas harga pangan di tingkat konsumen.

Meningkatnya kesejahteraan petani dan menurunnya jumlah penduduk miskin, serta inflasi terkendali tentunya tidak terlepas dari kontribusi berbagai program yang telah dilakukan pemerintah melalui Kementerian Pertanian saat ini.

Melalui program upaya khusus (UPSUS) peningkatan produksi padi, jagung, hortikultura dan program Sapi Indukan Wajib Bunting (SIWAB) pada peternakan. Program pembenahan rantai pasok dan distribusi pangan yang dilakukan Kementan melalui Toko Tani Indonesia (TTI) telah mampu memangkas rantai pasok dari 7-8 tahap menjadi 3-4 tahap dan menyebabakan harga produksi petani dan harga pangan relatif stabil.

Selain melalui peningkatan produksi dan pembenahan rantai pasok dan distribusi pangan, untuk mempercepat meningkatkan kesejahteraan petani, khususnya dalam mengurangi jumlah penduduk miskin di perdesaan, Kementerian Pertanian membuat program terobosan yaitu Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera (BEKERJA) Berbasis Pertanian.

Terobosan ini sangat tepat sebagai solusi permanen untuk mengentaskan masyarakat petani dari kemiskinan dan pemerataan pendapatan, terutama mengingat sebagian besar penduduk miskin di perdesaan adalah petani, dan lebih dari 70 persen pendapatan utamanya berasal dari sektor pertanian.

Dengan paket bantuan 50 ekor ayam per RTM dan bantuan tanaman sayuran-sayuran yang ditanam di lahan pekarangan, serta beberapa jenis tanaman tahunan dalam waktu 6 bulan atau kurang dari satu tahun RTM sudah mampu memberikan pendapatan sekitar Rp 2,3 juta/RTM/bln atau Rp 550 ribu/kap/bln. Besaran ini tentunya sudah di atas batas garis kemiskinan.

https://money.kompas.com/read/2019/03/14/182525326/meluruskan-pemahahaman-nilai-tukar-petani-harga-dan-produktivitas

Terkini Lainnya

'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke