Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tiket Pesawat Mahal dan Tagar Kekecewaan Publik

Bahkan tegar yang spesifik menunjuk Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi tersebut sempat memuncaki daftar tranding topic Twitter Indonesia.

Sebagian besar netizen menggemakan tegar tersebut karena kecewa harga tiket pesawat masih begitu mahal. Padahal musim mudik Lebaran sudah di depan mata.

"Tolong Anak Rantau Mau Pulang, Gimana Ini. Tiket Semua Mahal Melonjak. Masa gada solusi sama sekali. Kami ingin mudik, kami ingin lebaran dengan keluarga. Kami ingin naik pesawat pulang ke rumah. #PecatBudiKarya biar tiket pesawat ga melonjak!," tulis akun @NirmalaAyu26.

Tak sampai disitu, sebelumnya netizen juga menggalang petisi "Turunkan Harga Tiket Pesawat Indonesia" yang muncul di www.change.org sejak beberapa bulan lalu.

Hingga Rabu (8/5/2019) pukul 05.42 WIB, 1 juta orang menandatangani petisi tersebut.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo menilai, reaksi terkait masaknya harga tiket pesawatyang muncul di media sosial memiliki artian yang nyata.

Reaksi tersebut merupakan kekecawan masyarakat kepada pemerintah yang dianggap tidak bisa menyelesaikan persoalan.

"Itu bentuk kekecewaan," ujarnya kepada Kompas.com.

Sementara itu ditanya terkait kekecewaan para netizen, Budi Karya tidak mau mengomentarinya. Ia hanya mengatakan akan mengutamakan kerja.

"Iya, aku no comment-lah itu. No comment, yang penting aku kerja," kata Budi Karya di Bandung, Selasa (7/5/2019).

Dampak

Sejak akhir 2018, harga tiket pesawat memang melonjak tinggi. Bahkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, harga tiket pesawat terus menerus menyumbang inflasi sejak November 2018 hingga Maret 2019.

Hal ini merupakan fenomena yang tidak biasa. Sebab menurut BPS, biasanya tiket pesawat menyumbangkan inflasi di bulan-bulan tertentu saja saat permintaan masyarakat tinggi, misalnya saat musim mudik lebaran atau musim liburan akhir tahun.

Pada November 2018 hingga Maret 2019, tiket pesawat menyumbang inflasi masing-masing 0,05 persen (November) 0,19 persen (Desember), 0,02 persen (Januari), 0,03 persen (Februari) dan 0,03 persen (Maret).

Di tengah sorotan itu, BPS juga menyampaikan bahwa jumlah penumpang angkutan udara domestik hanya 12,3 juta orang pada Januari-Februari 2019.

Menurut Kepala BPS Suhariyanto, angka ini mengalami penurunan 15,38 persen dibandingkan periode Januari-Februari 2018.

Pada Maret 2019, kondisinya berlanjut. Jumlahnya hanya 6,03 juta orang, anjlok 21,9 persen dibandingkan Maret 2018.

“Jumlah penumpang angkutan udara dari Januari ke Maret drop, kita tahu salah satu permasalahannya (karena harga) tiket yang masih tinggi," ujar Suhariyanto di Jakarta, Kamis (2/5/2019).

Sementara itu saat harga tiket mahal, tingkat hunian kamar hotel berbintang di Indonesia juga mengalami penurunan.

Pada Februari 2019 misalnya, tingkat keterisiannya hanya 52,4 persen, turun 3,8 persen dibandingkan Februari 2018.

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengeluhkan mahalnya harga tiket pesawat yang menyebabkam sepinya kamar-kamar hotel di Indonesia.

Bahkan ia menyampaikan keluhan tersebut langsung kepada Presiden Joko Widodo dalam sambutan perayaan HUT Ke-50 PHRI di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (11/2/2019).

Upaya

Pemerintah sebenarnya tak tinggak diam melihat situasi itu. Berbagai upaya sudah dilakukan diantaranya dengan memanggil maskapai.

Selain itu, Menhub juga mengeluarkan kebijakan baru melalui instrumen ragulasi tarif batas atas dan tarif batas bawah pada Maret 2019.

Kebijakan yang diambil yakni menaikkan tarif batas bawah dari 30 persen menjadi 35 persen dari tarif batas atas. Namun kebijakan ini menuai tanda tanya di publik sebab dinilai bukan solusi.

Benar saja, hingga April 2019 lalu harga tiket pesawat tidak turun signifikan. Harganya tetap dianggap masih mahal.

Menhub mengatakan, maskapai justru cenderung mematok harga tiketnya di tarif batas atas. Hal inilah yang membuat harga tiket dirasa lebuh mahal.

Menyadari persoalan tak kunjung selesai, Menhub meminta bantuan Menko Perekonomian Darmin Nasution.

Namun Budi Karya membantah sudah tak sanggup lagi mengurusi harga tiket pesawat yang dirasa masih mahal oleh masyarakat.

Tak hanya itu, Menhub juga melempar bola ke Menteri BUMN Rini Soemarno. Ia mengatakan, kewenangan menurunkan harga tiket pesawat, utamanya Garuda Indonesia, ada di Menteri BUMN Rini Soemarno.

Rini dinilai bisa meminta Garuda Indonesia selaku maskapai BUMN menurunkan harga tiket pesawat.

Garuda Indonesia dinilai kunci utama penurunan harga tiket pesawat. Sebab saat ini Garuda Indonesia merupakan pemimpin pasar penerbangan di Indonesia.

Bila Garuda Indonesia menurunkan harga tiketnya, maka dipercaya maskapai lain akan ikut menurunkan harga tiket agar tetap bisa bersaing.

Menindaklajuti hal itu, Menko Darmin lantas memanggil Menhub, Menteri BUMN dan Direksi Garuda Indonesia pada Senin (6/5/2019),

Setelah menggelar rapat tertutup, Menhub mengatakan akan mengambil satu kebijakan yakni menurunkan tarif batas atas maskapai sebelum Lebaran.

Budi diberi waktu seminggu oleh Darmin untuk menurunkan tarif batas atas. Penurunan itu diharapkan akan membuat maskapai menurunkan harga tiket pesawat yang saat ini disebut dipatok di tarif batas atas.

"Rapatnya kami akan evaluasi batas atas. Saya diberi waktu satu minggu akan menetapkan batas atas baru untuk penerbangan ekonomi," ujar Budi.

Sementara itu, Menteri BUMN Rini Soemarno menjanjikan, Garuda Indonesia akan mematuhi ketentuan tarif batas atas yang baru.

Saat ini ungkap Rini, Garuda Indonesia sedang mengecek pos-pos biaya operasional maskapai yang bisa diubah bila tarif batas di turunkan.

Melalui keputusan penurunan tarif batas atas, harga tiket pesawat diharapkan akan turun sehingga lebih terjangkau oleh masyarakat.

Namun realisasi penurunan harga tiket pesawat masih perlu ditunggu.

https://money.kompas.com/read/2019/05/08/110435426/tiket-pesawat-mahal-dan-tagar-kekecewaan-publik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke