Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Revisi UU Ketenagakerjaan, Investor Asing Perlu Iklim Usaha yang Kondusif

KOMPAS.com – Pemerintah perlu merevisi Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk mengembalikan minat investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia.

Praktisi hukum ketenagakerjaan dari Dentons HPRP, Linna Simamora, menjelaskan isu ketenagakerjaan juga perlu memperhatikan daya saing investasi asing, bukan hanya kepentingan buruh dan pengusaha.

Ia menilai, ada beberapa hal yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan belum fleksibel bagi para investor asing yang akan berinvestasi di Indonesia.

“Isu mengenai proses pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mensyaratkan pemberian surat peringatan satu, dua dan tiga sebelum dilakukan PHK dirasa kurang fleksibel dan berbelit-belit,” ujar dia dalam pernyataan tertulis, Sabtu (13/7/2019).

Ia menjelaskan, penghapusan alasan kesalahan berat sebagai dasar PHK menjadikan perusahaan tak memiliki banyak pilihan dalam menghadapi pekerja yang melakukan kesalahan.

“Termasuk kesalahan berat, yang apabila dibiarkan akan lebih merugikan perusahaan,” kata dia.

Soal lain yakni jangka waktu kerja pegawai saat baru direkrut. Penerapan masa percobaan yang hanya tiga bulan untuk pekerja tetap atau yang disebut pekerja PKWTT (perjanjian kerja waktu tidak tertentu) dinilai tidak cukup.

Keterbatasan waktu itu menimbulkan kesulitan bagi investor atau perusahaan asing untuk menilai kinerja seseorang, yang akan dipekerjakan secara permanen.

UU Ketenagakerjaan juga dinilai membatasi jenis pekerjaan yang dapat dilakukan dengan menggunakan skema kontrak atau yang dikenal dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

Selain dari jenis pekerjaannya, masa kerja suatu PKWT juga diberlakukan batas maksimum dan tanpa masa percobaan.

Ia mengatakan, pelarangan adanya masa percobaan dalam PKWT dan batasan-batasan maksimum itu dinilai tidak fleksibel bagi para investor dalam merekrut tenaga kerja yang tepat.

Berdasarkan kajian Japan External Trade Organization (JETRO) pada Februari 2019, salah satu masalah manajemen utama adalah rasio kenaikan upah buruh di Indonesia yang tergolong tertinggi di kawasan ASEAN.

Resiko kenaikan biaya di Indonesia disebut JETRO sebesar 47 persen, di atas Vietnam yang hanya 30 persen.

“Dibutuhkan suatu formula yang tepat untuk mengatur mengenai kenaikan UMR sehingga kenaikan tersebut bisa tepat dan terukur,” ujar dia.

Revisi UU Ketenagakerjaan, ia melanjutkan, perlu memperhatikan kepentingan kedua belah pihak, baik pengusaha dan pekerja.

“Serta dapat memberikan win-win situation bagi keduanya, sehingga menjadi lebih menarik bagi para investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia,” ucap dia.

Pemerintah berkomitmen lindungi tenaga kerja 

Pemerintah saat ini masih menyerap aspirasi dari serikat pekerja dan pengusaha dalam merevisi, sebagaimana dilansir Kompas.com (8/7/2019).

Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri menjelaskan, perubahan model industri yang didasari teknologi informasi akan berpengaruh pada hubungan antara pekerja dan pemilik usaha.

Oleh karena itu, shifting tersebut perlu dipertimbangkan dalam proses revisi UU Ketenagakerjaan.

“Sekarang ini dunia berubah sebagai akibat dari perkembangan teknologi informasi yang masif. Lalu membuat industri mau enggak mau berubah. Kalau industrinya berubah lalu pekerjaan juga berubah, akhirnya hubungan kerja berubah," kata dia.

Ia pun menegaskan, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan sangat melindungi tenaga kerja Indonesia dalam menghadapi perubahan.

“Kita perlu melindungi tenaga kerja kita dalam dunia yang berubah ini sekaligus juga memastikan penciptaan lapangan kerja dan pengurangan pengangguran. Ini benar-benar bisa digenjot. Salah satunya melalui dukungan ekosistem ketenagakerjaan," ujar Hanif.

https://money.kompas.com/read/2019/07/13/202100026/revisi-uu-ketenagakerjaan-investor-asing-perlu-iklim-usaha-yang-kondusif

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke