Untuk menyembuhkan CAD, Budi mengatakan kebijakan moneter atau fiskal saja tidak akan cukup untuk memperbaiki CAD.
“Kebijakan moneter dan fiskal saja tak cukup memperbaiki CAD. Hal yang kita tunggu saat ini adalah kabinet pemerintah yang baru untuk memberi solusi dalam memacu produktivitas dan daya saing," ungkap Budi Hikmat dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (23/7/2019).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca dagang Indonesia defisit 1,93 miliar dollar AS sepanjang semester I 2019. Defisit neraca perdagangan pada semester 1 2019 ini merupakan defisit neraca terdalam selama 4 tahun terakhir. Sementara pada bulan Juni, telah terjadi surplus sebesar 200 juta dollar AS.
Menurut Budi, salah satu penyebab membengkaknya defisit neraca berjalan adalah penyakit Belanda atau Dutch Disease, yakni masyarakat terlena menggunakan produk barang dan jasa impor, namun tak menggerakan roda produktivitas. Hal ini mempengaruhi sektor manufaktur saat komoditas booming.
“Semasa era commodity booming, sektor manufaktur kurang dapat dukungan sementara belanja masyarakat untuk barang impor tumbuh pesat. Ketika booming berakhir, belanja barang impor sulit ditekan sementara sektor manufaktur sulit menyerap tenaga kerja yang menghasilkan pendapatan untuk rumah tangga," ungkap Budi.
Di sisi lain, Budi menuturkan penguatan rupiah belum ditopang secara fundamental meski rupiah mencerminkan penguatan pada pekan lalu sehingga prospek Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bakal menarik tahun ini.
Pekan lalu, rupiah kembali menguat terhadap kurs Dollar Amerika Serikat (AS), yang naik 0,49 persen ke level Rp 13.930 selama pekan lalu. Rupiah juga menjadi mata uang terbaik di Asia sepanjang Juli, dimana Rupiah menguat 1 persen terhadap Dollar AS.
"Penguatan rupiah belum ditopang secara fundamental. Penguatan rupiah disebabkan karena masuknya aliran modal asing (capital inflow) ke pasar keuangan Indonesia sebesar Rp 192,5 triliun," ungkap dia.
Adapun masuknya modal asing ke pasar keuangan yang sebesar Rp 192,5 triliun berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 118,1 triliun dan saham senilai Rp 74 triliun. Kepemilikan investor asing terhadap SBN telah melebihi Rp 1.000 triliun.
https://money.kompas.com/read/2019/07/23/104853626/bahana-kebijakan-moneter-dan-fiskal-saja-tak-cukup-perbaiki-defisit-neraca