Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Komite Etik AFTECH Sebut Belum Perlu Undang-undang untuk Fintech

JAKARTA, KOMPAS.com - Maraknya pinjaman online ilegal membuat Satgas Waspada Investasi (SWI) mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan undang-undang mengenai teknologi finansial (fintech).

Sebab, peraturan yang ada saat ini dinilai tidak cukup untuk menindak banyaknya fintech ilegal yang menjamur di aplikasi Google Play Store.

Komite Etik Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) sekaligus Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Andre Rahadian menilai undang-undang tersebut belum dilakukan lantaran saat ini industri fintech masih dalam proses perkembangan.

"Sebenarnya undang-undang memang belum saya rasa belum waktunya karena industri ini masih berkembang, formatnya baru," ujar dia di Jakarta, Kamis (22/8/2019).

Menurut dia, aturan mengenai fintech yang tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) No. 13/OJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan sudah cukup.

Pasalnya, di dalam aturan tersebut sudah mengatur mengenai Regulatory Sandbox atau tahap uji coba.

Melalui POJK 13, setiap penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) baik perusahaan startup maupun Lembaga Jasa Keuangan (LJK) akan melalui 3 tahap proses sebelum mengajukan permohonan perizinan.

Pertama, tahap pencatatan kepada OJK untuk perusahaan startup/non-Lembaga Jasa Keuangan (LJK).

Permohonan pencatatan secara otomatis termasuk permohonan pengujian Regulatory Sandbox. Sedangkan untuk LJK, permohonan Sandbox diajukan kepada pengawas masing-masing bidang (Perbankan, Pasar Modal, IKNB).

Kedua, Proses Regulatory Sandbox berjangka waktu paling lama satu tahun dan dapat diperpanjang selama 6 bulan bila diperlukan.

Setelah lolos melalui proses Regulatory Sandbox dengan status “direkomendasikan”, dapat dilanjutkan dengan pendaftaran/perizinan kepada OJK. Dalam proses Regulatory Sandbox, perusahaan fintech terdaftar wajib menyampaikan laporan kinerja berkala secara triwulanan kepada OJK.

"Presiden juga dari awal bilang ini harus ada soft approach. Makanya dibikin namanya sandbox, POJK sebagai sarana agar industri ini mature dulu dikasih batasan2 tp juga masih dibolehin inovasi, kalau udah langsung masuk UU biasanya akan ada kesulitan mengikuti complience," jelas Andre.

Sebelumnya, Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing mengatakan, hingga saat ini, pihak berwajib tidak bisa menindak pihak-pihak yang membuat aplikasi fintech yang tersebar luas melalui aplikasi Google Playstore.

Kasus-kasus yang merugikan masyarakat karena proses penagihan yang tidak beretika oleh fintech ilegal pun tidak masuk dalam kategori pidana.

"Kami mendorong agar segera ada peraturan mengenai undang-undang fintech, karena apa? Kalau kita lihat fintech ilegal memang tidak ada undang-undang yang mengatakan itu tindak pidana," ujar Tongam ketika memberikan keterangan pers di Jakarta, Jumat (2/8/2019).

Sepanjang tahun 2018 saja, satgas telah memblokir 1230 aplikasi fintech lending ilegal di Google Playstore.

Jika dirinci, sebanyak 404 entitas diblokir pada 2018 sedangkan pada tahun 2019 sebanyak 826 entitas. Data ini termasuk tambahan penanganan yang dilakukan SWI pada 16 Juli 2019 sebanyak 143 fintech peer to peer lending ilegal.

"Jadi kemajuan teknologi informasi memungkinkan orang buat situs baru, di sisi lain satgas buat minitoring dan penghentian dini sehingga masyarakat terlindungi," ujar Tongam.

https://money.kompas.com/read/2019/08/23/065313226/komite-etik-aftech-sebut-belum-perlu-undang-undang-untuk-fintech

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke