Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Berapa Besar Kejahatan Illegal Fishing Buruan Interpol yang Ditangkap Indonesia?

Hal itu dia tunjukkan dalam berbagai kebijakan yang dia ambil, mulai dari penenggelaman kapal ikan asing yang melakukan ilegal fishing di perairan Indonesia, memasukkannya dalam negative list investor, hingga penangkapan mafia ilegal fishing buruan Interpol.

Tidak hanya itu, Sang Menteri juga dua kali melangsungkan pertemuan dengan interpol dan negara terkait dalam Regional Investigative and Analitycal Meeting (RIACM).

Forum itu membahas kejahatan illegal fishing yang terorganisir secara internasional, sekaligus merugikan banyak pihak. Artinya, hanya kasus-kasus tertentu yang dibahas dalam pertemuan itu.

"Forum ini sangat action oriented bukan cuma meeting, spesifik membahas hanya kasus tertentu, melibatkan banyak negara dan sangat jarang ditemukan di forum hukum. Ini sangat penting untuk membahas kasus lintas negara yang terorganisir," kata Susi Pudjiastuti dalam Regional Investigative and Analitycal Meeting (RIACM) di Jakarta, Senin (14/10/2019).

Salah satu kasus yang dibahas dalam forum kali ini adalah kelanjutan penegakan hukum terhadap kapal STS 50 yang melakukan kejahatan transnasional terorganisir (trans-national organized crime).

Sebetulnya, seberapa besar kejahatan yang dilakukan mafia bersama kapal bernama STS 50-nya?

Mengutip informasi dari KKP, ada sejumlah pelanggaran yang dilakukan kapal seberat 570 GT ini. Kapal tersebut melakukan pencurian di perairan kutub selatan dan jadi buruan Interpol. Kapal tercatat sebagai pelaku IUUF oleh CCAMLR.

Pemalsuan Hasil Tangkapan

Pelanggaran lainnya antara lain, melakukan pemalsuan laporan hasil menangkap ikan di Tiongkok, memperkerjakan ABK dari beberapa negara seperti Indonesia, Ukraina, dan Rusia.

Penerima manfaat berasal dari Rusia dan mengendalikan STS 50 melalui kantor di Korea Selatan.


Mafia kapal tersebut juga pernah mengaku berkebangsaan Togo sebelum akhirnya disangkal oleh pemerintah Togo. Pemerintah Togo berkomitmen bakal melakukan tuntutan terhadap klaim itu jika bukti telah cukup.

Pada 15 Oktober 2017, STS 50 pernah ditangkap dan diperiksa oleh pemerintah Tiongkok di Dalian Port, namun melarikan diri di hari yang sama.

Selanjutnya pada 18 Februari 2018, STS 50 kembali ditangkap di Maputo Port, Mozambik. Sama seperti sebelumnya, kapal itu berhasil kabur lagi di hari yang sama.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Interpol, kapal itu membawa 600 unit alat tangkap gillnet dengan panjang 50 meter per unit, dengan total akumulasi 30 km.

Kapal tersebut akhirnya berhasil ditangkap oleh Indonesia. Pada 2 Agustus 2018, Pengadilan Negeri Sabang, Aceh telah membacakan putusan perkara kapal STS 50 dengan terdakwa Kapten Matveev Aleksandr.

PN Sabang pun memutuskan terdakwa bersalah karena terbukti melakukan tindak pidana, sebagaimana diatur di pasal 97 UU Perikanan dan dijatuhi denda Rp 200 juta, Subside 4 bulan kurungan, dan kapalnya dirampas negara.

Karena kejahatan internasional, Menteri Susi berharap negara lain yang terlibat turut menjatuhi hukuman untuk menimbulkan efek jera.

"Kami berharap di negara lain juga memberi sanksi hukum untuk membuat efek jera. Karena mereka (mafia) akan berpikir dua kali melakukan IUU Fishing kalau semua negara menghukum," pungkas Susi.

https://money.kompas.com/read/2019/10/14/190600326/berapa-besar-kejahatan-illegal-fishing-buruan-interpol-yang-ditangkap

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke