SURABAYA, KOMPAS.com - Indonesia merupakan negara konsumen produk halal terbesar di dunia.
Namun, sebenarnya Indonesia berpotensi pula menjadi produsen terkemuka produk halal dunia. Pun Indonesia bertekad menjadi pemain utama dalam industri halal global.
Sebab, potensinya sangat besar. Berdasarkan data State of Global Islamic Economy Report 2018-2019, total belanja masyarakat muslim dunia pada 2017 di berbagai sektor produk halal mencapai 2,1 triliun dollar AS atau setara 0,27 persen dari total PDB dunia.
Angka tersebut diprediksi bakal terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya hingga mencapai 3 triliun dollar AS pada 2023, sejalan dengan pertumbuhan penduduk muslim dunia.
Akan tetapi, saat ini Indonesia bertengger di peringkat 10 sebagai negara produsen dan eksportir produk halal dunia.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jawa Timur Difi Ahmad Johansyah pada acara Festival Ekonomi Syariah (Fesyar) 2019 di Surabaya, Jumat (8/11/2019) mengatakan, Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia memiliki peluang besar untuk mengambil posisi puncak di industri halal, bukan hanya sebagai target pasar.
Oleh sebab itu, peningkatan produksi produk halal termasuk sertifikasi halal, diharapkan dapat lebih banyak memenuhi permintaan pasar domestik, sehingga dapat mensubstitusi produk impor.
Selain itu, peningkatan prduksi produk halal ini pun berpotensi untuk memperbesar ekspor produk halal Indonesia ke pasar global.
"Proses sertifikasi halal ini menjadi urgent untuk dikawal bersama, sehingga pada gilirannya dapat turut berkontribusi dalam mendorong ekspor produk halal Indonesia dan mendorong terkendalinya Current Account Deficit (CAD/Defisit Transaksi Berjalan), serta dapat berperan sebagai salah satu sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian nasional," jelas Difi.
Menurut dia, di tengah persaingan di industri halal global yang semakin ketat, pelaku usaha perlu menyusun strategi yang matang.
Salah satunya adalah mempersenjatai diri dengan sertifikasi halal. Ini merupakan syarat mutlak yang diperlukan untuk dapat tembus pasar halal internasional.
Adapun Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) Sukoso mengatakan, sertifikasi halal bersifat strategis.
Sebab, secara historis, isu-isu terkait halal atau tidaknya suatu produk berpotensi menurunkan produksi secara signifikan.
"Di samping itu, potensi industri halal global juga sangat besar dan telah memicu berbagai negara di dunia, bahkan negara yang bukan mayoritas muslim, untuk berlomba-lomba memanfaatkan peluang yang ada dan berupaya menjadi pemain utama dalam industri halal global. Sertifikasi halal ini menjadi urgent dan perlu segera dilakukan agar pelaku usaha di Indonesia dapat menangkap peluang yang ada," jelas Sukoso.
Terkait sertifikasi halal, pemerintah melalui UU Jaminan Produk Halal Nomor 33 Tahun 2014, mewajibkan pelaku usaha mencantumkan sertifikasi halal yang dikeluarkan BPJPH sejak 17 Oktober 2019.
"Dalam hal ini, Indonesia telah memiliki landasan hukum yang jelas terkait sertifikasi halal. Tantangan ke depan adalah bagaimana mendorong terimplementasinya kebijakan ini," terang Sukoso.
Diharapkan pelaku usaha yang bergerak di industri halal dapat melakukan sertifikasi halal sesuai dengan rentang waktu yang ditentukan. Makanan dan minuman harus bersertifikat halal 5 tahun setelah dimulainya wajib halal sejak 17 Oktiber 2019.
"Selain makanan dan minuman, masih dalam tahap diskusi dengan Kementerian dan BPOM," tutur dia.
https://money.kompas.com/read/2019/11/09/150400126/percepatan-sertifikasi-halal-bisa-dongkrak-ekspor-ri
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan