Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pro-Kontra Ahok Jadi Bos BUMN

ADA kabar mencuat yang menimbulkan polemik: Ahok akan segera menjadi Bos BUMN. Seperti biasa, ada pro dan kontra.

Yang pro mengatakan, ahok adalah sosok pencinta negeri dan pembenci korupsi. Ia eksekutor andal untuk melibas para mafia gadungan.

Sementara yang kontra berseru, Ahok hanyalah mantan narapidana yang tak memiliki etika. Sosoknya kerap memunculkan kegaduhan.

Basuki Tjahaja Purnama, seperti namanya, tak juga kunjung padam. Januari tahun ini ia keluar dari penjara setelah menjalani vonis dua tahun akibat kasus penodaan agama.

Sekeluarnya dari penjara, namanya sayup-sayup terdengar. Banyak mengira, karena jelang pemilu ia sengaja “menyepi” atau disuruh menghindari keramaian. Bahaya jika ia kembali salah-salah kata.

Nama Ahok kembali menyita perhatian publik saat Menteri BUMN Erick Thohir memanggilnya ke kantor. Ahok ditawari menjadi bos salah satu BUMN. Belum ada kabar pasti di BUMN mana Ahok akan ditempatkan.

"Awal Desember," kata Erick menjawab pertanyaan kapan Ahok akan diumumkan menjadi bos BUMN kepada sejumlah media di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (14/11/2019).

Kita tinggalkan dulu soal posisi jabatan baru Ahok. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini memang punya pergerakan terbatas.

Ia tak bisa dicalonkan sebagai Menteri, DPR, DPRD, hingga dipilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

Apa sebab?

Politik? Ahok sudah tamat, tapi...

Kiprah politik Ahok terganjal oleh undang-undang. Ahok tidak mungkin menjadi menteri, anggota DPR, DPRD, hingga presiden dan wakil presien.

Undang-undang mengatur, jabatan-jabatan di atas tidak bisa diduduki oleh siapa pun yang pernah tersandung kasus pidana dengan ancaman hukuman penjara lima tahun.

Ahok adalah terpidana Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama. Ancaman hukumannya lima tahun.

So, dari sisi politik elektoral, Ahok tamat. Ahok sendiri yang mengatakan itu.

Tapi, magnet Ahok masih kuat.

Secara politik, karier Ahok memang tamat. Namun, sosoknya masih merupakan magnet yang kuat di mata publik.

Dua survei terakhir jelang Pilpres, saat Ahok masih di penjara, mendapatkan hasil di luar perkiraan.

Survei Indikator Politik Indonesia Oktober 2017, Ahok mendapat perolehan suara tertinggi sebagai calon wakil presiden.

Di bawahnya terdapat nama Jenderal Gatot Nurmantyo.

Nama Ahok kala itu bahkan mengungguli nama-nama besar lain seperti, Ridwan Kamil, Sri Mulyani, Tri Rismaharini, Tito Karnavian, dan Mahfud MD.

Dua bulan berselang, Survei Indo Barometer mengukur tingkat keterpilihan (elektabilitas) Ahok. Lagi-lagi meski di penjara, hasilnya cukup tinggi. Elektabilitas Ahok berada di posisi ke-empat.

Ketiga tertinggi adalah Joko Widodo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan.

Sementara nama-nama yang berada di bawah Ahok, berturut - turut adalah, Jenderal Gatot Nurmantyo, Ridwan Kamil, dan Agus Harimurti Yudhoyono.

Banyak pihak berpendapat, Ahok merupakan magnet yang tak boleh ditinggalkan begitu saja. Pendukungnya segudang!

Meski harus diakui, pembencinya juga berada di gudang yang lain! Tak kalah besar.

Pro-kontra mencuat dan menguat

Inilah Ahok. Namanya baru disebut-sebut dalam bursa Bos BUMN saja sudah membuat suhu politik meningkat. Dukungan dan penolakan bermunculan serentak.

Ini tercermin dari berita-berita yang menjadi terpoluer di media online hingga keriuhan pembicaraan di media sosial.

Program AIMAN membahas tuntas pro-kontra hingga kekuatan Ahok dari sisi politik, juga kemampuan memimpin birokrasi BUMN. Saksikan tayangan lengkap AIMAN, Senin, 18 November 2019 di Kompas TV.

Ada sejumlah orang yang saya temui untuk saya mintai pendapat mereka tentang sosok Ahok di BUMN.

Saya bertemu rekan terdekat Ahok saat memimpin Jakarta, mantan Wakil Gubernur Djarot Syaiful Hidayat.

"Ahok sekarang sudah berubah. Ia sudah bersemedi di Mako Brimob hampir 2 tahun lamanya. Ia lebih sabar sekarang!" kata Djarot.

Saya juga menemui politisi Fahri Hamzah. Ia menilai Presiden Jokowi dan Menteri BUMN Erick Thohir malu-malu menyatakan siapa yang paling utama menyorongkan nama Ahok di jajaran bos BUMN.

Ada juga peneliti Politik UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Adi Prayitno, yang mengusulkan penghapusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dalam syarat pendaftaran ASN.

Pro-kontra mencuat kuat di awal perjalanan. Menarik untuk melihat bagaimana perjalanan Ahok ke depan jika ia benar-benar dipilih sebagai Bos BUMN.

Saya Aiman Witjaksono...

Salam!

https://money.kompas.com/read/2019/11/20/132827826/pro-kontra-ahok-jadi-bos-bumn

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke