BrandzView
Konten ini merupakan kerjasama Kompas.com dengan Sampoerna Retail Community
Salin Artikel

Siasat Toko Kelontong Hadapi Era Industri 4.0

Matahari tenggelam tepat saat kami memasuki Gerbang Tol Bekasi Timur. Saat itu, tim Kompas.com baru saja menyelesaikan petualangannya di kota Bekasi.

Kendaraan kami merayap perlahan di tengah proyek pembangunan light rail transit (LRT) dan elevated toll road yang membentang sepanjang Bekasi hingga Karawang. Kepadatan mulai terurai saat kami memasuki kawasan Cikampek.

Setelah membelah jalanan sejauh 180 kilometer, akhirnya kami memasuki kota Cirebon via Gerbang Tol Plumbon. Kami segera menuju penginapan yang ada di kawasan Bondol untuk melepas lelah.

Pagi pun menjelang, kami bersiap untuk menuju sebuah toko kelontong yang ada di kawasan Kesambi.

Bangunan-bangunan tua dan modern tampak rukun berdampingan. Berbagai ornamen tradisional mewarnai setiap sudut jalan yang kami lalui, membangkitkan nuansa ekletik khas Cirebon.

Sejak lama, Cirebon memang dikenal sebagai kota yang unik dan bersejarah.

Catatan sejarah dalam naskah Babad Tanah Sunda dan Carita Purwaka Caruban Nagari, nama Cirebon berasal dari kata “Caruban” yang dalam bahasa Sunda berarti “campuran”.

Nama tersebut merepresentasikan pluralitas masyarakat kota Cirebon yang terdiri dari beragam suku bangsa, adat dan agama. Tak heran mengingat kota ini adalah salah satu pusat perdagangan tertua di Pulau Jawa.

Lokasinya yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat, membuat Cirebon memiliki corak kebudayaan tersendiri.

Di kota ini pula, ada sebuah pergerakan yang digalakkan oleh toko-toko kelontong.

Mereka bersiasat, memikirkan upaya-upaya untuk beradaptasi dengan perubahan zaman. Kala dimana semua harus bersiap menghadapi perkembangan teknologi merasuk ke setiap lini kehidupan manusia.

Digitalisasi

Setelah kurang lebih 15 menit perjalanan, tim Kompas.com tiba di sebuah toko kelontong yang ada di Jalan Dr. Sutomo.

Toko kelontong tersebut tampak cukup besar dengan tampilan interior layaknya ritel modern yang rapi, bersih dan terang.

Di sebelah toko, terdapat semacam garasi yang menampung galon air mineral dan tabung gas. Sesekali, tampak orang yang lalu lalang di sana untuk mengambil galon ataupun tabung setelah selesai membayarnya di kasir.

Pohon-pohon rindang yang mewarnai setiap sudut jalannya membuat kawasan tersebut layaknya oase di tengah teriknya cuaca Cirebon.

“Cangkrukan SRC Tatik”, begitu yang tertulis pada plang di depan toko. Tampak beberapa pengemudi ojek online sedang bersantai seraya menanti pesanan di kursi-kursi yang ada di sana.

“Cangkrukan itu artinya tempat buat kongkow mas,” ujar seorang wanita.

Wanita itu adalah Tatik Lusia Sari (42), pemilik toko kelontong SRC Tatik yang telah menanti kehadiran kami sedari pagi.

Tatik berkisah toko kelontong tersebut didirikannya sejak 2007 silam. Saat itu, tokonya masih sangat kecil serta jauh dari kata rapi dan tertata.

“Pertama saya buka ukurannya hanya 3x3 meter. Etalasenya masih di depan, banyak (barang dagangan) yang masih digantung juga,” kisahnya.

Selama beberapa tahun beroperasi, ujar Tatik, omzet tokonya cenderung stagnan.

“Paling besar Rp 500 ribu sehari,” ujarnya.

Sampai pada tahun 2013, roda nasib Tatik berputar 180 derajat setelah memutuskan untuk bergabung dengan Sampoerna Retail Community (SRC).

Sejak bergabung dengan SRC, Tatik merasa usaha toko kelontongnya perlahan berkembang. Menurutnya, hal ini karena SRC terus memberikan pembinaan dan dorongan semangat untuk maju.

“Pelan-pelan saya rapikan toko, mulai dari cat sampai beli rak gondola. Barang-barang (dagangan) juga ditata sesuai kategorinya,” kisahnya.

Ada hal menarik saat kami menelusur ke dalam toko kelontong milik Tatik.

Terdapat mesin-mesin EDC dan papan QR Code yang ada di bagian kasir. Selain itu, tampak petugas kasir sedang memindai barang-barang yang dibeli oleh pelanggan.

“Sudah sekitar dua tahunan lah pake komputer. Kalau mesin (EDC) baru setahun terakhir,” ujarnya.

Tatik menuturkan, SRC mendorong para pemilik toko kelontong binaannya untuk beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Salah satunya adalah dengan menghadirkan pilihan pembayaran nontunai di tokonya.

“Kerasa, sekarang juga sudah banyak pelanggan yang pakai (transaksi nontunai). Istilahnya jangan kolot lah, harus mengikuti zaman,” tuturnya.

Selain itu, toko kelontong SRC Tatik ini juga menghadirkan layanan Pojok Bayar. Lewat layanan ini, para pelanggannya dapat membayar berbagai produk digital dan tagihan seperti pulsa, listrik, PDAM, dan lain sebagainya.

“Kebanyakan sih beli pulsa, token listrik, PDAM, sama BPJS. Kadang ada juga yang beli voucher game,” ujarnya.

Upaya digitalisasi yang dilakukan Tatik pun menuai hasil manis. Omzet Tatik melesat tinggi seiring semakin ramainya pelanggan.

“Alhamdulillah sekarang bisa Rp 7 juta sehari,” ujarnya.

Permudah promosi

Kisah serupa juga kami temui saat mengunjungi toko kelontong SRC ACDC yang ada di kawasan Tegalrejo, Yogyakarta.

Sepanjang petualangan kami mengelilingi toko kelontong SRC di berbagai daerah, toko ini adalah yang terbesar.

“Ini toko sudah dari tahun ’86. Dulu masih kecil, mungkin hanya sepersepuluhnya,” ujar Yohana Sukmawati (55) sang pemilik toko.

Yohana berkisah sejak bergabung dengan SRC pada 2011, dirinya mendapat bimbingan dan didorong untuk bergerak ke arah yang lebih modern. Salah satunya adalah dengan pembinaan tentang transaksi digital.

“Sudah dari 2014 (transaksi digital) itu. Awalnya saya tidak paham, maklum orang tua. Tapi SRC telaten dan sabar mau membimbing saya,” kisahnya.

Modernisasi yang dilakukan Sukma mendapatkan respon positif dari para pelanggannya. Selain dapat berbelanja dengan lebih praktis, para pelanggannya pun memiliki banyak pilihan metode pembayaran.

“Kalau lupa bawa uang tidak perlu ke ATM lagi, tinggal gesek bisa di sini. Transfer uang bisa dibantu, sampai buka rekening juga bisa di toko kami,” ujarnya.

Promosi-promosi yang dilakukan oleh Sukma pun semakin mudah dengan hadirnya aplikasi AYO SRC.

Dari sisi pemiliki toko kelontong, aplikasi tersebut dapat memudahkan dalam menjalankan kegiatan operasional toko, termasuk dalam memantau harga dan berbelanja berbagai barang dagangan.

“Sekarang belanja tidak perlu jauh dan antri di grosir, sudah bisa lewat aplikasi,” ujar Yohana.

Para pelanggannya dapat melihat promo yang sedang berjalan di toko kelontong SRC sekitarnya dengan menggunakan fitur “terdekat”. Selain itu, kupon undian juga sudah dalam bentuk digital.

“Sekarang buat promosi tidak repot lagi, bisa langsung di AYO SRC. Pelanggan juga bisa langsung cek kupon undian di aplikasi,” jelasnya.

Berbicara soal kenaikan omzet, dirinya mengaku mendapat kenaikan omzet hingga tiga kali lipat sejak bergabung dengan SRC.

“Lebih dari cukup, bisa sekolahkan anak hingga ke S3,” ujarnya sambil tersenyum.

Ekosistem digital

Seiring perubahan zaman, teknologi terus berkembang dan merasuk ke setiap sektor kehidupan manusia.

Terlebih, saat ini akses internet dan smartphone semakin mudah dijangkau oleh berbagai kalangan.

Berdasarkan studi Polling Indonesia dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia di tahun 2019 telah mencapai 171 juta orang, tumbuh 10,12 persen dari tahun sebelumnya.

Hal tersebut secara tidak langsung mengubah perilaku kita dalam menjalankan berbagai aktivitas. Salah satunya adalah dalam berbelanja.

Kebiasaan membawa berlembar-lembar uang untuk belanja perlahan terkikis mengingat banyaknya pilihan uang elektronik (e-wallet) yang lebih praktis.

Hal tersebut diamini oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warijo. Dilansir Kompas.com (23/08/2019), dirinya menyatakan terjadi lonjakan penggunaan uang elektronik sebagai alat transaksi sebesar 241,2 persen pada kuartal IV 2019.

Dilansir Kompas.com (8/11/2019), Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki pun mengatakan UKM harus segera masuk ke ranah digital agar dapat bersaing.

“Kita perlu mendigitalisasi UKM demi meningkatkan market yang lebih luas agar mereka dapat bersaing,” ujarnya.

Merebaknya digitalisasi ini tentunya perlu menjadi perhatian semua orang, terutama bagi para pemilik usaha.

Tidak jarang di antara mereka yang harus menelan pil pahit karena tidak siap beradaptasi dengan perubahan.

Menyadari fenomena tersebut, SRC mendorong toko-toko kelontong binaannya untuk mulai masuk ke ekosistem digital.

Hal ini merupakan upaya untuk meningkatkan daya saing toko kelontong di tengah ketatnya persaingan pasar di era Industri 4.0.

Beragam inovasi dihadirkan untuk mendukung kemajuan mitra toko kelontong di tengah era digital seperti aplikasi AYO SRC dan Pojok Bayar.

Menilik kisah di atas, toko kelontong masa kini yang berbenah dan beradaptasi dengan perkembangan dunia digital terbukti dapat bertahan dan mengembangkan usahanya.

https://money.kompas.com/read/2019/12/04/194232626/siasat-toko-kelontong-hadapi-era-industri-40

Terkini Lainnya

Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Whats New
IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

Whats New
Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Whats New
Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Whats New
Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Whats New
Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Whats New
Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Whats New
Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Whats New
Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Whats New
Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Whats New
KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

Whats New
Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Whats New
Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Whats New
Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Work Smart
Heboh soal Kualifikasi Lowker KAI Dianggap Sulit, Berapa Potensi Gajinya?

Heboh soal Kualifikasi Lowker KAI Dianggap Sulit, Berapa Potensi Gajinya?

Whats New
Bagikan artikel ini melalui
Oke