Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penangkapan Benih Lobster, Ibarat ATM Bagi Nelayan di Daerah Ini

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana revisi regulasi yang melarang ekspor benih lobster menuai tentangan sejumlah pihak. Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo beralasan, banyak nelayan menggantungkan hidup pada penangkapan benur.

Edhy menyatakan, dengan membuka keran ekspor benih lobster dengan terstruktur, justru akan meningkatkan nilai tambah masyarakat yang hidupnya bergantung pada penjualan benih lobster.

Pasalnya, permintaan benih losbter dari Vietnam sangatlah tinggi. Saat ada larangan benih lobster keluar dari Indonesia, di sisi lain penyelundupan komoditas tersebut justru meningkat.

Melansir pemberitaan Harian Kompas 18 November 2016, lobster memang jadi tumpuan penghasilan bagi sejumlah keluarga nelayan di NTB, khususnya Pulau Lombok.

Haji Burairah, nelayan Desa Batu Nampar, Lombok Tengah, bercerita dari penjualan bibit lobster, nelayan bisa mengentaskan dirinya dari kemiskinan.

Selain bisa untuk membiayai sekolah anak-anaknya, hasil penjualan Lobster bahkan juga bisa dipakai untuk membeli mobil keluaran terbaru.

"Anak-anak pun bisa mencari penghasilan dari menangkap benih lobster. Burairah melanjutkan, selepas shalat Ashar, anak- anak memasang pocong ke laut, kemudian seusai shalat Subuh, mereka mencari tangkapan," kata Burairah.

Paling sedikit tiap anak yang mendapat 10 lobster pasir sudah mengantongi Rp 80.000 sehari.

Pocong adalah alat tangkap berupa kertas bekas bungkus semen yang dibentuk menyerupai kipas, lalu ditenggelamkan. Benih lobster menempel di pocong itu.

Sementara itu, menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, Lalu Hamdi, benih lobster asal NTB umumnya diekspor ke Vietnam.

Karena ada peluang pasar itulah, masyarakat memanfaatkan. Dengan berbagai cara, mereka akan berusaha melakukan penangkapan.

”Namanya orang butuh uang, ada saja caranya. Apalagi, nilai ekonomisnya tinggi dan ada pembeli yang menampung benih lobster. Saat ini harga benih lobster pasir Rp 8.000 per ekor dan lobster mutiara Rp 45.000 per ekor,” ujarnya.

Saat itu, saat awal diberlakukannya larangan penangkapan dan ekspor benih lobster, Polda NTB menemukan 18 kasus perdagangan bibit lobster dan penyelundupan yang ditangani Polda NTB, berikut barang bukti 24.700 ekor.

Semua barang bukti itu sudah dilepas ke laut. Ini terkait dengan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 Tahun 2016, tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.

Peraturan menteri itu mengatur larangan penangkapan lobster dengan berat 200 gram.

Berdasarkan ketentuan itu, penangkapan dan jual-beli hanya bisa dilakukan untuk lobster berukuran berat di atas 200 gram, kepiting di atas 200 gram, rajungan 55 gram, dan kepiting soka dengan ukuran berat lebih dari 150 gram.

Mulai Januari 2016, peraturan itu diperketat. Untuk lobster harus memiliki panjang karapas di atas 8 sentimeter atau berbobot lebih dari 300 gram, kepiting berukuran panjang karapas lebih dari 15 sentimeter atau berbobot lebih dari 350 gram.

Rajungan lebar karapas harus berukuran lebih dari 10 sentimeter atau berat minimal 55 gram. Ketentuan pelarangan ini dikecualikan untuk penelitian, pengembangan, dan pendidikan.

Secara nasional di tahun 2016, penindakan terhadap jaringan sindikat penyelundupan benih lobster berlangsung di 13 wilayah, antara lain di Batam, Bandara Soekarno-Hatta, Tempat Pelelangan Ikan Kamal, serta wilayah Tangerang dan Jakarta Barat pada 24-30 September 2016.

Pada Januari-Oktober 2016, penyelundupan benih lobster yang digagalkan mencapai 800.000 ekor senilai Rp 124,8 miliar.

https://money.kompas.com/read/2019/12/16/113800526/penangkapan-benih-lobster-ibarat-atm-bagi-nelayan-di-daerah-ini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke