Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Daftar 7 BUMN yang Tetap Rugi Meski Sudah Disuntik PMN

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak tujuh BUMN masih mencatatkan rugi. Ironisnya, ketujuh BUMN tersebut sudah mendapatkan suntikan modal dari pemerintah melalui Penyertaan Modal Negara (PMN).

BUMN yang rugi tersebut kini masuk radar Menteri BUMN Erick Thohir. Sebagai catatan, selama periode 2015-2019, Kementerian Keuangan mengalokasikan PMN pada sejumlah perusahaan BUMN di antaranya Rp 65,6 triliun di tahun 2015, dan pada 2016 sebesar Rp 51,9 triliun.

Kemudian pada 2017 turun drastis menjadi hanya Rp 9,2 triliun serta pada 2018 sebesar Rp 3,6 trilun. Sementara pada 2019 PMN oleh Kemenkeu naik lagi menjadi Rp 20,3 triliun. 

Sementara untuk tahun 2020, uang pajak yang dialokasikan untuk tambahan modal BUMN turun tipis menjadi sebesar Rp 18,73 triliun.

Meski begitu, suntikan modal dari APBN dalam beberapa tahun ini rupanya tak menjamin kinerja keuangan perusahaan membaik. 

Berikut daftar tujuh BUMN yang masih merugi meski sudah mendapatkan tambahan PMN:

1. PT Krakatau Steel Tbk

PT Krakatau Steel Tbk (Persero) seolah sulit lepas dari kerugian. Perusahaan baja pelat merah ini mencatatkan rugi sebesar 211,91 juta dollar AS atau sekitar Rp 2,96 triliun (kurs Rp 14.000) pada kuartal III 2019.

Di periode yang sama tahun lalu, Krakatau Steel juga menderita kerugian sebesar 37,38 juta dollar AS atau sekitar Rp 523,34 miliar.

Kerugian perseroan tersebut membengkak 467 persen dari periode sama tahun lalu. Laporan keuangan yang berdarah-darah sejak lama ini salah satunya akibat kesulitan bersaing dengan baja impor.

Perusahaan yang memiliki kode emiten KRAS ini pernah mendapatkan suntikan modal PMN sebesar Rp 1,5 triliun pada tahun 2016.

2. PT Dirgantara Indonesia

PT Dirgantara Indonesia sudah sejak lama mengalami kondisi keuangan yang sulit. Pada tahun lalu, perusahaan pembuat pesawat ini mencatatkan rugi sebesar Rp 519 miliar.

Dirgantara Indonesia adalah sebuah BUMN yang awalnya bernama PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio yang didirikan pada 1976 dengan direktur utamanya BJ Habibie.

Dalam perjalanannya, pada tanggal 11 Oktober 1985 PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio berubah menjadi PT Industri Pesawat Terbang Negara, sebelum kemudian berubah menjadi PT Dirgantara Indonesia pada tahun 2000.

PTDI sendiri total telah menerima Penyertaan Modal Negara (PMN) sebanyak tiga kali sejak 2011. Yaitu Rp 1,18 triliun pada tahun 2011, Rp 1,4 triliun pada tahun 2012 dan Rp 400 miliar pada tahun 2015.

Penyebab rugi yakni karena adanya pembatalan kontrak dan order yang tidak mencapai target.

3. DOK Kodja Bahari

PT Dok Kodja Bahari menjadi salah satu dari tujuh Badan Usaha Milik Negara yang disoroti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat bersama Komisi Keuangan DPR pada tahun lalu.

Perusahaan ini menerima PMN sebesar Rp 900 miliar. BUMN galangan kapal ini merugi karena beban administrasi dan umum yang terlalu tinggi yakni 58% dari pendapatan.

Sementara untuk kerugiannya, DOK Bahari sebesar 273 miliar di tahun 2018.

4. PT PAL

PAL Indonesia merupakan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang industri galangan kapal. Kantor pusat dan industri galangan kapal ini berada di Surabaya.

Berdasarkan catatan yang dirilis Kementerian BUMN, perusahaan ini mengalami rugi pada tahun 2012 sebesar Rp 125 miliar. Kemudian tahun 2013 rugi sebesar Rp 382 miliar.

Perusahaan sempat mencatatkan untung di tahun 2014 sebesar Rp 10 miliar. Namun berikutnya di tahun 2015 perusahaan menderita rugi Rp 187 miliar, dan tahun 2016 sebesar Rp 395 miliar. Sementara di tahun 2018 PAL menderita rugi Rp 304 miliar.

Kerugian perusahaan ini diakibatkan oleh meningkatnya beban lain-lain hingga tiga kali lipat dan kerugian entitas anak perusahaan.

Pada 2011, PT PAL telah menerima suntikan modal PMN dari pemerintah sebesar Rp 313 miliar yang digunakan untuk pengembangan usaha dan modal kerja.

Tahun 2012, perusahaan kembali menerima suntikan modal segar sebesar Rp 600 miliar. Dan tahun 2018 perusahaan juga mendapatkan PMN sebesar Rp 1,5 triliun.

5. PT Sang Hyang Seri

PT Sang Hyang Seri (Persero) pada awalnya sebagai Perusahaan Umum (Perum) dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1971 tanggal 5 Mei 1971 yang bergerak di sektor pertanian.

Usaha intinya yakni produksi dan pemasaran benih. Pada tahun 2018, perusahaan ini mencatatkan rugi sebesar Rp 183 miliar.

Perusahaan ini tercatat menerima penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 400 miliar pada 2015.

Kerugian perusahaan diakibatkan karena masalah bisnis yang tak efisien, beban bunga, dan perubahan kebijakan pemerintah dalam hal pengadaan benih.

6. PT Pertani

Pertani didirikan sejak tahun 1959 sebagai perusahaan yang fokus pada sektor pertanian. Perusahan bergerak di bidang agribisnis yang memproduksi, mengadakan, serta memasarkan sarana produksi dan komoditi pertanian.

Sebagaimana yang terjadi pada Sang Hyang Seri, kerugian perusahaan diakibatkan karena masalah bisnis yang tak efisien, beban bunga, dan perubahan kebijakan pemerintah dalam hal pengadaan benih.

Di tahun 2018, perusahaan menderita kerugian sebesar Rp 83 miliar. Di sisi lain, Pertani pada tahun 2016 menerima kucuran PMN sebesar 240 miliar.

7. Perum Bulog

BUMN penyalur beras ini juga tak luput dari catatan rugi. Bulog pada tahun 2018 membukukan rugi sebesar Rp 962 miliar.

Penyebabnya karena terdapat kelebihan pengakuan pendapatan atas penyaluran Rastra.

Bahkan di September 2019, Bulog mencatatkan kerugian sebesar Rp 955 miliar. Kali ini kerugian tersebut tercatat dalam segmen Public Service Obligation (PSO) atau penugasan pemerintah terhadap Bulog.

Sejumlah kebijakan pemerintah juga dinilai membuat kinerja keuangan perusahaan ini memburuk seperti penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Bulog sendiri telah mendapatkan PMN sebesar Rp 3 triliun pada tahun 2015 dan Rp 2 triliun pada tahun 2016.

https://money.kompas.com/read/2019/12/21/142657926/daftar-7-bumn-yang-tetap-rugi-meski-sudah-disuntik-pmn

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke