Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sawit Malaysia Diboikot India, Indonesia Ketiban Untung

JAKARTA, KOMPAS.com - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad dalam beberapa kesempatan mengkritik kebijakan pemerintah India dalam penanganan masalah Kashmir. Selain itu, Mahathir juga menentang penerapan UU Kewarganegaraan baru yang dinilainya diskriminatif pada warga muslim.

Kritik Mahathir tersebut menyulut boikot produk Malaysia, khususnya minyak kelapa sawit atau CPO dan produk turunannya.

Dilansir dari Reuters, meski tak secara resmi, pemerintah India telah memerintahkan importir di negaranya menyetop pembelian minyak sawit dari Malaysia. Kebijakan ini rupanya mendapat dukungan penuh dari asosiasi importir CPO di India.

Praktis, aksi boikot sawit Malaysia di India ini menguntungkan posisi Indonesia. Seperti dikutip dari Malaysian Palm Oil Board (MPOB), India merupakan pembeli minyak sawit terbesar Malaysia pada tahun 2019 dengan volume 4,4 juta ton.

Pada tahun 2020, impor CPO India dari Malaysia diprediksi bakal terjun hingga di bawah 1 juta ton, meski beberapa importir masih melakukan pengapalan dalam skala kecil untuk memenuhi pesanan lama.

Dari data Reuters yang bersumber dari Refinitiv Eikon, ekspor CPO Malaysia ke India stabil dari awal tahun 2019, dengan ekspor pada Agustus 2019 masih din atas 500.000 ton, namun kemudian anjlok hingga sekitar 100.000 ton di Oktober 2019. Nilainya terus menyusut hingga Desember 2019.

Kondisi sebaliknya terjadi pada ekspor CPO Indonesia ke India. Volume ekspornya menukik dari kisaran 400.000-500.000 ton, pada September ekspornya melampaui Malaysia dan puncak pada Desember 2019 volume ekspornya meningkat menjadi di atas 600.000 ton.

Pada Senin (13/1/2020) lalu, bursa berjangka kelapa sawit Malaysia juga tercatat memperpanjang kerugian dengan penurunan sebesar 1,4 persen pada penutupan perdagangan.

Pemerintah New Delhi belum membuat pernyataan resmi terkait boikot sawit. Di lain pihak, Menteri Industri Malaysia Teresa Kok menolak berkomentar.

Mahatir sebelumnya menuduh India sebagai agresor dan menduduki Kashmir, sebuah provinsi yang bersengketa dengan Pakistan dan mayoritas warganya beragama muslim.

Bulan lalu, Mahatir juga mengkritik kalau pemerintah India hanya memicu keresahan dengan memberlakukan UU Kewarganegaraan baru yang malah merusak pondasi India yang selama ini dikenal sebagai negara sekuler.

Para importir dan pengusaha pengolahan kelapa sawit telah mengalihkan hampir seluruh pembelian minyak kelapa sawitnya ke Indonesia. Meski di sisi lain harganya lebih mahal 10 dollar AS per ton dibandingkan harga CPO di Malaysia.

Harga minyak kelapa sawit untuk pengiriman Februari berdasarkan free on board (FOB) di Malaysia dipatok 800 dollar AS per ton. Sementara harga di Indonesia dengan volume yang sama mencapai 810 dollar AS per ton.

"Seperti orang lain, kami membayar lebih mahal untuk mendapatkan suplai dari Indonesia. Untuk keuntungan yang tipis, kami tidak bisa bertaruh (jika membeli dari Malaysia)," kata seorang pengusaha pengolahan minyak sawit yang berbasis di Kolkata, India.

Di sisi lain, harga minyak sawit juga tengah melonjak hingga 60 persen dalam enam bulan terakhir, karena adanya penurunan produksi dan permintaan yang lebih tinggi untuk kebutuhan biofuel.

"Secara resmi memang tidak ada larangan impor minyak sawit dari Malaysia. Tetapi tak seorang pun mengimpor karena instruksi pemerintah," kata salah seorang pengusaha pemilik perusahaan pengolahan sawit terkemuka di India.

Tercatat, India saat ini merupakan importir minyak sawit terbesar di dunia. Industri dalam negerinya menyerap lebih dari sembilan juta ton per tahun CPO yang didatangkan dari Indonesia dan Malaysia.

Bagi Malaysia, India adalah pasar terbesar sawit mereka. Empat negara tujuan ekspor sawit lainnya yakni China, Belanda, Pakistan, dan Amerika Serikat (AS).

https://money.kompas.com/read/2020/01/14/124300826/sawit-malaysia-diboikot-india-indonesia-ketiban-untung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke