Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hari Ini Buruh Demo Tolak Omnibus Law, Cipta Lapangan Kerja, Apa Saja Isi RUU Itu?

Selain itu, KSPI juga melakukan penolakan atas kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang mulai berlaku per 1 Januari lalu.

"Dalam aksi ini, KSPI bersama-sama dengan elemen serikat pekerja yang lain akan menyuarakan sikap pekerja Indonesia menolak Omnibus Law dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan," tulis Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI Kahar S Cahyono.

Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja memang menimbulkan kontroversi dalam penyusunannya. Berbagai pihak menilai RUU sapu jagat tersebut tak ramah dengan pekerja.

Dalam pembahasan di tataran pemerintahan pun, RUU ini mengalami proses yang cukup alot hingga pengajuannya ke DPR pun molor dari yang seharusnya Desember 2019 hingga baru akan diserahkan ke DPR pada Senin ini.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sempat mengatakan, pihaknya telah mendapat persetujuan mengenai poin-poin dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dari kalangan buruh. Namun, klaim Airlangga tersebut dibantah oleh KSPI.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea membantah pernyataan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto terkait ucapan yang menyebut buruh telah setuju dengan aturan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

“Saya terkejut dengan pernyataan tersebut. Sekarang saya mau tanya, konfederasi buruh mana yang sudah setuju?" ujar Andi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/1/2020).

Andi menyarankan sebaiknya pemerintah berkomunikasi dengan buruh sebelum merumuskan aturan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Dia mengatakan, buruh malah tidak dilibatkan dalam penyusunan Omnimbus Law tersebut.

Lalu, sebenarnya, apa saja poin-poin dalam RUU sapu jagat tersebut?

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menjelaskan, sesuai hasil pembahasan terakhir per 17 Januari 2020, telah diidentifikasi sekitar 79 UU dan 1.244 pasal yang terdampak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, dengan rincian:

1) Penyederhanaan Perizinan: 52 UU dengan 770 pasal;

2) Persyaratan Investasi: 13 UU dengan 24 pasal;

3) Ketenagakerjaan: 3 UU dengan 55 pasal;

4) Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M: 3 UU dengan 6 pasal;

5) Kemudahan Berusaha: 9 UU dengan 23 pasal;

6) Dukungan Riset dan Inovasi: 2 UU dengan 2 pasal;

7) Administrasi Pemerintahan: 2 UU dengan 14 pasal;

8) Pengenaan Sanksi: 49 UU dengan 295 pasal;

9) Pengadaan Lahan: 2 UU dengan 11 pasal

10) Investasi dan Proyek Pemerintah: 2 UU dengan 3 pasal; dan

11) Kawasan Ekonomi: 5 UU dengan 38 pasal.

Adapun untuk klaster Ketenagakerjaan yang selama ini menjadi perdebatan, poin-poin dalam omnibus law meliputi:

1. Upah Minimum

Susi menjelaskan, di dalam omnibus law Upah Minimum (UM) dipastikan tidak akan turun serta tidak dapat ditangguhkan, terlepas dari apapun kondisi pengusahanya. Untuk kenaikan UM akan memperhitungkan pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah.

“UM yang ditetapkan hanya berlaku bagi pekerja baru dan berpengalaman kerja di bawah satu tahun, sedangkan kalau kompetensi mereka lebih akan bisa diberikan lebih dari UM. Sistem pengupahan mereka didasarkan pada struktur dan skala upah,” katanya.

Adapun untuk industri padat karya, pemerintah dapat memberi insentif berupa perhitungan upah minimun tersendiri dengan alasan untuk mempertahankan kelangsungan usaha dan keberlangsungan bekerja bagi pekerja.

Selain itu untuk skema upah per jam bisa diterapkan untuk bjenus pekerjaan tertentu seperti konsultan, pekerja paruh waktu dan jenis pekerjaan baru di era ekonomi digital. Selain itu, di dalam penjelasan dikatakan untuk memberi hak dan perlindungan bagi jenis pekerjaan tersebut, perlu pengaturan upah berbasis jam kerja, yang tidak menghapus ketentuan upah minimum.

2. Pemutusan Hubungan Kerja

Susi pun menjelaskan, pemerintah menyiapkan program baru bernama Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Menurut Susi, Pegawai yang terkena PHK akan mendapatkan manfaat dari pemerintah.

"JKP tidak menggantikan jaminan sosial lain. Ini tambahan baru pemerintah," ujarnya.

Manfaat JKP berupa cash benefit, vocational training, dan job placement acces. Sebelumnya, Menko Airlangga juga sempat menyatakan, manfaat uang tunai yang diberikan kepada pegawai PHK bakal dilakukan selama enam bulan berturut-turut.

Penambahan manfaat JKP dikatakan tidak akan menambah beban iuran bagi pekerja dan perusahaan. Selain itu, pekerja yang mendapatkan JKP tetap akan mendapatkan jaminan sosial lainnya berupa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kematian (JKm).

Untuk memberikan perlindungan bagi Pekerja Kontrak, diberikan perlakuan dalam bentuk kompensasi pengakhiran hubungan kerja.

3. Pekerja Kontrak (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT)

Di dalam file Penjelasan Lengkap Omnibus Law dipaparkan, pekerja kontrak mendapatkan hak dan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap, antara lain dalam hal: Upah, Jaminan Sosial, Perlindungan K3, dan hak atas kompensasi akibat pengakhiran kerja atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Adapun untuk pekerja ekonomi digital yang sifatnya tidak tetap, maka akan mendapatkan hak dan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap.

Sementara untuk pekerja outrsourcing (alih daya), baik yang bekerja sebagai pekerja tetap maupun kontrak diberikan hak dan perlindungan yang sama antara lain dalam hal upah, jaminan sosial, perlindungan K3 dan hak atas kompensasi akibat pengakhiran kerja atau PHK.

4. Waktu Kerja

Di dalam omnibus law di atur, waktu kerja paling lama 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu, dengan pekerjaan yang melebihi waktu kerja diberikan upah lembur. Adapun pelaksanaan jam kerja diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Adapun untuk beberapa pekerjaan yang karena sifatnya, aturan tersebut mengecualikan jenis pekerjaan yang tidak bisa menerapkan jam kerja normal 8 jam per hari seperti pekerjaan paruh waktu yang kurang dari 8 jam per hari dan pekerjaan pada sektor-sektor tertentu (migas, pertambangan, perkebunan, pertanian dan perikanan) yang memerlukan jam kerja yang lebih panjang dari jam kerja normal.

"Jenis pekerjaan tersebut menerapkan jam kerja sesuai dengan kebutuhan kerja yang bersangkutan, namun tetap mengedepankan perlindungan bagi pekerja antara lain: upah, termasuk upah lembur, perlindungan k3, dan jaminan sosial," tulis penjelasan RUU Omnibus Law tersebut.

https://money.kompas.com/read/2020/01/20/080941626/hari-ini-buruh-demo-tolak-omnibus-law-cipta-lapangan-kerja-apa-saja-isi-ruu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke