Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Omnibus Law Koperasi, Pendirian Cukup Tiga Orang

Diprediksi omnibus law akan menyelaraskan 82 undang-undang lainnya. Ini terobosan yang luar biasa.

Saat ini bila masyarakat ingin mendirikan koperasi, maka harus mengumpulkan sedikitnya 20 orang. Itu mengacu UU 25/ 1992 tentang Perkoperasian. Artinya 20 orang itu harus sepemikiran untuk membangun perusahaan bersama.

Tentu tidak mudah, bukan? Bandingkan dengan Perseroan Terbatas (PT) yang cukup dua orang. Menurut saya pasal tentang 20 orang ini perlu dimasukkan dalam omnibus law mendatang.

Mengapa 20 orang

Penjelasan pasal 6 UU 25/ 1992 menyebutkan alasannya karena masalah kelayakan usaha. Mari kita rekonstruksi kondisi pada saat undang-undang itu lahir. Tahun 1990an kondisi ekonomi Indonesia sangat baik. Pertumbuhan ekonomi tercatat pada rentang 6-7 persen. Harusnya skala usaha sudah bisa diciptakan pada pertumbuhan ekonomi yang prima seperti itu.

Mari kita lacak lebih ke belakang, UU 12/ 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian. Pada pasal 14 ternyata menyebut 20 orang juga. Dalam penjelasan, bila 20 orang tidak terpenuhi, Menteri bisa memberikan dispensasi. Nampaknya UU inilah yang menjadi rujukan pada tahun 1992 sehingga jumlahnya 20 orang.

Sekarang kita tengok kondisi ekonomi pada tahun 1960an. Kondisi politik pada masa itu pasang-surut yang berdampak pada stabilitas ekonomi. Ekonomi fluktuatif sejak akhir 1950an. Bahkan tahun 1960an pemerintah melakukan sanering karena krisis keuangan.

Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi pada 1962 hanya 1,84 persen lalu turun -2,24 persen pada 1963. Naik sedikit menjadi 3,53 persen pada 1964. Sayangnya turun tajam menjadi 1,08 persen pada 1965. Di tahun itu situasi politik tak menentu dengan adanya G30S. Pada 1966 mulai naik 2,79 persen dan kembali turun pada 1967 yakni 1,38 persen.

Menariknya, bila kita bandingkan dengan UU 79/ 1958 tentang Perkumpulan Koperasi, pada pasal 3 menyebut jumlah pendiri minimal 25 orang. Artinya angkanya sudah turun pada tahun 1967 yang hanya 20 orang.

Hal itu membuktikan bahwa ketentuan pada UU 25/ 1992 secara genetik berasal dari dua undang-undang sebelumnya. Undang-undang yang lahir pada kondisi sosial-ekonomi Indonesia tak menentu.

Tiga orang cukup

Zaman berubah, kondisi juga berubah. Saat ini persentase penduduk miskin hanya 9,41 persen (BPS, 2019). Berbeda pada 1970 mencapai 60 persen. Itu zaman ketika UU 12/ 1967 baru tiga tahun berjalan. Wajar bila tahun itu mengatur soal skala usaha. Tapi sekarang kondisi ekonomi kita sangat jauh lebih baik, kemiskinan hanya di angka satu digit.

Perubahan kondisi sosial-ekonomi, dan juga teknologi, perlu menjadi pertimbangan dalam menetapkan batas minimal pendiri koperasi. Menurut hemat saya tiga orang itu cukup. Praktik di negara lain bahkan bisa dua orang, seperti di Belanda. Beberapa alasan bisa kita ajukan mengapa cukup tiga orang.

Kondisi ekonomi lebih baik. Masyarakat hari ini lebih berdaya daripada beberapa dekade lalu. Tiga orang sudah cukup untuk memobilisasi modal awal pendirian. Ditambah teknologi membuat hal itu makin mudah, lintas kota dan bahkan border less.

Lalu bila di luar negeri bisa dua, mengapa kita tiga orang? Angka ganjil ini lebih mudah ketika mengambil keputusan. Di koperasi, besar-kecilnya modal tak mempengaruhi keputusan. Bila musyawarah mufakat tak tercapai, voting masih bisa dilakukan: dua banding satu.

Dalam tata kelola, tiga orang pun sudah cukup untuk menjalankan perusahaan. Satu orang berperan sebagai Direktur Utama; Orang kedua sebagai Direktur Keuangan; Dan orang ketiga sebagai Direktur Operasional. Tiga fungsi itu sudah mencukupi untuk menjalankan sebuah bisnis.

Praktik kontemporer pada perusahaan startup mengonfirmasi cukupnya tiga peran utama. Pertama yakni Hustler, orang yang piawai berbisnis. Peran kedua yakni Hacker, bagian teknologinya. Dan terakhir yaitu Hipster, urusan desain-pemasarannya.

Jeff Sutherland, ko-kreator metode scrum dalam bukunya Scrum, Meningkatkan Produktivitas Dua Kali Lipat dalam Waktu Setengahnya Saja, menulis bahwa efektivitas tim kerja dimulai dari tiga orang. Dengan tiga orang upaya yang dibutuhkan hanya 25 persen dari upaya yang dicurahkan kelompok beranggotakan sembilan sampai 20 orang. Hal itu, kata Sutherland, didukung oleh ratusan riset.

Struktur berkembang

Pasti ada pertanyaan, bila hanya tiga orang, lantas berapa orang sebagai Pengurus dan berapa sebagai Pengawas. Itu bisa dimaklumi sebab praktik saat ini biasanya tiga orang sebagai Pengurus dan tiga orang sebagai Pengawas, seperti perintah undang-undang.

Bisa kita bandingkan dengan PT yang hanya dua orang, satu orang berperan sebagai Komisaris dan satu orang sebagai Direktur. Itu bisa dipahami dengan mudah sebab Komisaris sebagai pemodal dan Direktur yang mengoperasionalkannya.

Di koperasi ketiga orang itu adalah pemodal. Dan ketiganya juga berperan dalam operasional. Secara alamiah kontrol muncul sebab tiap orang menghendaki nilai terbaik baginya. Satu sama lain menuntut kinerja agar jangan sampai ada free rider.

Perusahaan pada awalnya kecil dan terus membesar. Struktur dan personalianya bertambah sesuai kebutuhan. Awalnya cukup tiga bagian, lalu bertambah bagian-fungsi lainnya. Nah, koperasi yang mulai dari tiga orang dapat memekarkan struktur organisasinya selaras dengan pertumbuhan anggota dan bisnisnya. Pertumbuhannya organis baik dari segi skala, volume dan jumlah anggotanya.

Secara konvensional alat kelengkapan organisasi koperasi ada tiga: Rapat Anggota, Pengurus dan Pengawas. Omnibus law cukup mengatur pada koperasi yang beranggotakan kurang dari 160 orang, alat kelengkapan cukup Rapat Anggota dan Pengurus. Sedangkan di atas 160 orang, alat kelengkapan harus lengkap ketiganya.

Angka 160 ini bisa digunakan sebagai konstanta dengan merujuk pada tulisannya Yuval Noah Harari. Dalam bukunya, Homo Deus, bahwa kemampuan otak manusia mengingat orang secara personal hanya pada jumlah 160 orang. Lebih dari itu kemampuan mengingat rendah dan menjadi tidak intim.

Implikasi

Dengan mengubah dari 20 menjadi tiga orang, implikasi positifnya banyak. Tata kelola koperasi menjadi lebih ramping tanpa beban organisasi di periode awal. Beban organisasi ini misalnya dalam mengambil keputusan. Makin banyak orang, di mana skala dan volume bisnis belum besar, hanya memancing konflik satu sama lain. Ada anekdot bagus di koperasi, “Banyak pendapat namun sedikit pendapatan”.

Koperasi model baru juga bisa dikembangkan dengan mudah. Selaras dengan omnibus law, model koperasi pekerja (worker coop), dapat dikembangkan secara akseleratif. Mondragon di Spanyol yang hari ini dimiliki 80.000 pekerja-pemilik (worker-owner) dulunya hanya delapan orang. Anggota mereka, worker-owner, berkembang secara organic. Dari sedikit sampai kemudian banyak sekali.

Sedang di dalam negeri, saat ini inkubasi startup coop sedang berjalan di berbagai kota di Indonesia. Mereka masih menunggu regulasi yang kompatibel untuk mengurus Badan Hukum koperasi. Masing-masing embrio startup coop itu nyatanya dimulai dari tiga atau empat orang co-founder.

Dengan dimulai dari tiga orang juga, kelembagaan koperasi akan lebih pas dengan nalar perusahaan, alih-alih organisasi kemasyarakatan (ormas). International Cooperative Alliance (ICA) mendefinisikan koperasi sebagai perusahaan yang dimiliki dan dikendalikan bersama. Jadi tumbuh-kembangnya perlu mengikuti kaidah perusahaan sebagaimana lazimnya.

Sudah 60 tahun lebih kita mewarisi regulasi yang out of date bila kita gunakan UU 79/ 1958 sebagai muasal jumlah pendiri 20an orang. Itu benar-benar sangat tertinggal, jauh sekali.

Bila Pemerintah (Menteri Koperasi) berhasil mendorong pendiri hanya tiga orang, itu akan membuat legacy besar dan radikal bagi pengembangan perkoperasian Indonesia 5-10 tahun mendatang. Saya pikir Presiden sudah menyiapkan gawangnya, tinggal Menteri tendang bolanya. 

https://money.kompas.com/read/2020/01/20/124100926/omnibus-law-koperasi-pendirian-cukup-tiga-orang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke