Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pengusaha Hotel Melati Protes Kos-kosan Jadi Penginapan OYO dkk

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengusaha perhotelan non bintang atau melati meminta pemerintah menertibkan maraknya jaringan penginapan-penginapan berbiaya rendah yang dikelola aplikator seperti Reddoorz atau OYO.

Ketua Perhimpunan Hotel Non Bintang (PHNB), Sutrisno Iwantono, mengatakan pemerintah harus tegas pada aplikator jasa penginapan agar tak merugikan pelaku usaha perhotelan yang berkontribusi rutin membayar pajak.

"Kita bukan tak mau bersaing, tapi fair sajalah. Masa iya kos-kosan dijadikan penginapan, apartemen kosong dijadikan hotel. Ini kan sudah jelas peruntukkannya, perizinannya bagaimana ini," ucap Sutrisno kepada Kompas.com, Senin (20/1/2020).

Menurutnya, bak jamur di musim hujan, banyak tempat tinggal seperti rumah kosong, apartemen, hingga tempat kos beralih jadi penginapan kelas budget seiring menggeliatnya sektor pariwisata.

Dia berharap, agar pemerintah bisa melakukan penertiban kalau memang jaringan penginapan tersebut bukan untuk usaha sektor perhotelan.

"Ini tidak fair, kita bayar pajak, mereka ini seperti OYO nggak bayar pajak hotel. Jadi ya harapannya ada semacam penertiban. Sementara kita ada izinnya, bayar pajaknya. Masa iya apartemen bisa seenaknya disewakan buat penginapan," ujar Sutrisno.

Dia mengatakan sudah banyak anggotanya yang mengeluhkan sepinya kunjungan setelah semakin masifnya penginapan berbasis aplikasi daring.

"Jelas menurun sekali (okupansi) sejak ada OYO, Reddoorz, atau semacamnya," ujar Sutrisno.

Sebagai informasi, baik OYO maupun Reddoorz merupakan platform yang menawarkan jasa sewa penginapan, khususnya penginapan dengan budget terjangkau.

Tren kunjungan wisatawan di sejumlah kawasan wisata di Indonesia mendorong tumbuh suburnya bisnis penginapan murah berbasiskan aplikasi, lantaran pasar Indonesia yang menggiurkan.

Sebelum kemunculan OYO dan Reddoorz, pemain aplikator penginapan lain yang sudah lebih dulu eksis salah satunya yakni Airbnb dan Airy.

OYO contohnya. Startup asal India ini berkembang cukup pesat di Indonesia. Dengan mengadopsi model manchise (management and franchise) laiknya pada bisnis waralaba, manajemen hotel dikelola sesuai dengan standar yang ditetapkan OYO.

Langkah Kemenpar

Sebelumnya dikutip dari Kontan, Asisten Deputi Investasi Pariwisata Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Hengky Manurung mengatakan, usaha akomodasi haruslah memiliki perizinan akomodasi atau Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP).

Usaha akomodasi juga dikenai pajak. Sementara, bisnis indekos dengan kamar kurang dari 10 tidak akan dikenai pajak.

"Mereka harus bisa membedakan jenis usaha mereka, mana yang marketplace kos-kosan, mana yang usaha akomodasi," ujar Hengky, Kamis (16/1).

Hengky mengatakan, pihaknya sudah bertemu dengan kedua perusahaan tersebut. Menurutnya, keduanya pun mengatakan tidak akan ada bisnis kos-kosan yang masuk ke dalam RedDoorz atau OYO.

Dengan begitu, pemasaran bisnis indekos akan tetap dilakukan lewat marketplace yang memang fokus di bidang tersebut.

Lebih lanjut Hengky menerangkan, bila keduanya masih mencampuradukkan usaha akomodasi dengan bisnis indekos, maka ada pihak yang pada akhirnya tidak membayar pajak dan juga akan menimbulkan keresahan di masyarakat, terlebih karena usaha kos-kosan yang diklaim sebagai usaha akomodasi.

Menurut Hengky, pemerintah akan segera membuat aturan terkait ini. Dia mengatakan, Kemenpar akan kembali bertemu keduanya untuk membahas hal ini. Dia menyebut, bila keduanya masih memasukkan bisnis indekos, pihaknya akan membawa hal ini ke jalur hukum.

"Saya kejar secepatnya. Januari ini saya kan rapat lagi dengan mereka, mereka harus ambil keputusan. Ganti nama dan marketplace mereka untuk kos-kosan," kata Hengky.

https://money.kompas.com/read/2020/01/20/164255726/pengusaha-hotel-melati-protes-kos-kosan-jadi-penginapan-oyo-dkk

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke