Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hambatan Non Tarif Perdagangan Dinilai Merugikan Konsumen

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengatakan, salah satu komoditas pangan yang terkena dampak penerapan hambatan non-tarif adalah beras.

”Konsumen, terutama mereka yang tergolong miskin, dirugikan karena mereka harus membayar lebih mahal," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Selasa, (21/1/2020).

"Padahal kalau harga beras lebih murah, mereka bisa membeli komoditas pangan lain untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarga atau bisa menyisihkan pendapatannya untuk biaya pendidikan atau kesehatan,” sambungnya.

Galuh menyebut, Indonesia masih menerapkan berbagai bentuk hambatan non-tarif. Padahal menurutnya, Indonesia harus menunjukan komitmen mentaati perjanjian dagang.

Sebenarnya kata dia, Indonesia sudah menandatangani General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) WTO pada 1994 lalu yang menyebutkan kalau hambatan non tarif tidak boleh menjadi pembatasan dalam perdagangan.

Namun pada kenyataannya, Indonesia dinilai justru membatasi impor pada beberapa komoditas.

Di sisi lain proses persetujuan impor dinilai sangat panjang. Padahal menurut Galuh, berdasarkan penelitian CIPS, Bulog dapat menghemat lebih dari 21 juta dollar AS andai dapat membeli beras ketika harganya lebih rendah dari Januari 2010 hingga Maret 2017.

Selama ini keputusan impor biasanya melalui rapat koordinasi antar kementerian dan lembaga.

Meski begitu, CIPS menilai peningkatan produksi beras dalam negeri harus terus didorong sehingga kebutuhan dalam negeri tak harus dipenuhi oleh beras impor.

https://money.kompas.com/read/2020/01/21/145222726/hambatan-non-tarif-perdagangan-dinilai-merugikan-konsumen

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke