Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Edhy Prabowo Jadi Cabut Larangan Cantrang Era Susi?

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berencana merevisi aturan yang melarang penggunaan alat tangkap cantrang.

Penggunaan cantrang diusulkan untuk dibuka kembali bagi kapal-kapal nelayan yang akan beroperasi di zona ekonomi eksklusif Laut Natuna Utara.

Langkah itu dilakukan sebagai salah satu cara pemerintah mengamankan perairan Natuna Utara, lewat pengiriman kapal-kapal nelayan asal Pantura.

Larangan cantrang sebelumnya dikeluarkan di tahun 2016 saat Menteri KKP dijabat Susi Pudjiastuti lewat Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016.

Dikutip dari Harian Kompas, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, Zulficar Mochtar mengatakan, pihaknya sedang melakukan kajian terhadap Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor 71/2016.

”Sesuai permintaan pemangku kepentingan, nanti akan ada uji petik yang melibatkan berbagai pihak. Hasil kajian nantinya jadi dasar (revisi peraturan tentang cantrang),” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan Perikanan Nilanto Perbowo mengungkapkan aturan revisi larangan cantrang memang sudah masuk dalam pembahasan di internal KKP.

”Revisi aturan larangan cantrang kini dalam pembahasan,” kata Nilanto.

Pengkajian ulang terhadap peraturan yang melarang pemakaian cantrang merupakan bagian dari revisi terhadap 29 peraturan di lingkup Kementerian Kelautan Perikanan.

Revisi mencakup 1 peraturan pemerintah, 23 peraturan menteri, 1 keputusan menteri, 3 keputusan direktur jenderal, dan 1 surat edaran. Dari jumlah itu, 17 aturan di antaranya ada di sektor perikanan tangkap.

Ditolak nelayan Natuna

Sebelumnya, Sejumlah perwakilan kelompok nelayan dari tujuh kecamatan di Natuna, mengaku keberatan dengan pengerahan nelayan asal Pantura ke Natuna.

Mereka sepakat meminta pemerintah mengkaji kembali rencana mobilisasi ratusan kapal nelayan dari pantura Jawa karena dinilai bisa memicu konflik baru.

Ketua Rukun Nelayan Kelurahan Sepempang di Kecamatan Bunguran Timur Hendri mengatakan, cantrang yang lazim digunakan nelayan pantura Jawa efektif di kedalaman 20-50 meter.

Padahal, zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara berkedalaman 100 meter lebih.

”Kalau situasinya begitu, pasti mereka lebih banyak menangkap ikan di zona 30 mil ke bawah. Itu memicu konflik daerah tangkapan dengan nelayan tradisional sini,” ujarnya.

Di Natuna, mayoritas nelayan mengandalkan alat tangkap tradisional berupa pancing untuk menangkap ikan karang dan tongkol. Warga Natuna mempertahankan cara tangkap tradisional demi menjaga kelestarian sumber daya ikan.

Daripada mendatangkan nelayan dari pantura, kata Hendri, pemerintah bisa memberdayakan nelayan Natuna. Bantuan yang diharapkan berupa kapal berukuran 8-10 gros ton (GT). Kapal itu sesuai kebutuhan dan cara tangkap selama ini.

”Sarana pendukung kios bahan bakar dan pabrik es juga masih langka. Setiap akan melaut, nelayan di Natuna biasanya harus mengantre isi bahan bakar 2-3 hari,” ujar Hendri.

https://money.kompas.com/read/2020/01/21/153300726/edhy-prabowo-jadi-cabut-larangan-cantrang-era-susi-

Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke