KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia serius menggarap layanan kesehatan sebagai salah satu andalan industri pariwisata.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bekerja sama mewujudkan nusantara sebagai destinasi pariwisata kesehatan dunia.
Wisata kesehatan merupakan jenis perjalanan yang dilakukan traveler untuk memperoleh perawatan kesehatan.
Adapun layanan kesehatan yang bisa diakses meliputi pemeriksaan kesehatan rutin, operasi, rehabilitasi, serta layanan kesehatan alternatif.
Industri wisata kesehatan tak bisa dilirik hanya sebelah mata. Survei Global Buyers Survey pada 2016-2017 mencatat, ada sekitar 11 juta wisatawan atau 3 hingga 4 persen dari total penduduk dunia melakukan wisata medis.
Sementara itu, nilai jasa layanan kesehatan di Singapura mencapai sekira 900 juta dollar AS. Adapun sekitar 50 persen pemasukan di sektor tersebut berasal dari pasien asal Indonesia.
Negeri jiran lain yang juga kerap dikunjungi orang Indonesia adalah Malaysia.
Pada 2017 tercatat sekitar 1 juta orang Indonesia berobat ke Malaysia dengan nilai 1,281 miliar dollar AS atau sekitar 60 persen dari total pasien di Malaysia. Nilai tersebut berasal dari biaya medis, transportasi, akomodasi, dan rekreasi.
Para pelaku industri kesehatan pun tak menyia-nyiakan kebijakan pemerintah itu. Apalagi, pasar di Indonesia sangat besar di kawasan Asia Tenggara.
Layanan kesehatan berkualitas
Permintaan masyarakat terhadap layanan kesehatan berkualitas, khususnya perawatan gigi cukup besar.
Menurut ahli kesehatan gigi, drg. Tirsa Laksmihadiati, MM, Sp.Ort, minat masyarakat Indonesia terhadap perawatan ortodonti atau perawatan untuk merapikan gigi dengan menggunakan kawat gigi cukup tinggi.
Pasalnya, banyak orang ingin memiliki susunan gigi geligi yang sehat dan indah.
Menjawab kebutuhan pasar tersebut, Fleming Orthodontics Center (FOC) menyediakan sejumlah ortodontis handal dan berpengalaman.
“Ortodontis-ortodontis tersebut berpengalaman yang telah menjalani pendidikan dan pelatihan dalam serta luar negeri,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (5/2/2020).
Klinik di Jakarta Selatan tersebut, imbuh dia, memiliki alat diagnostik lengkap dengan teknologi terbaru.
Saat ini, peralatan diagnostik yang ada di FOC yakni X-Ray 2 dimensi (2D) panoramik dan cephalometri, X-Ray 3 dimensi (3D) yaitu cone beam computed tomography (CBCT), 3D scanner, 3D printer, dan laboratorium ortodonti.
Ia menjelaskan, 3D scanner digunakan untuk mempersingkat waktu pembuatan aligner atau alat untuk merapikan gigi dari bahan plastik.
“Scanner tersebut membantu pencetakan gigi pasien yang tidak dapat dilakukan pencetakan gigi dengan cara biasa,” katanya.
Klinik gigi tersebut mengutamakan perawatan ortodonti tak terlihat demi kenyamanan pasien. Di samping itu, ada juga behel konvensional.
“Setiap jenis alat ortodonti yang akan digunakan merupakan hasil kesepakatan antara dokter dengan pasien dengan mempertimbangkan hasil diagnosa dan budget pasien,” ungkap dia.
https://money.kompas.com/read/2020/02/05/233059126/pasar-terbesar-di-asean-bagaimana-peluang-industri-kesehatan-indonesia