Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

5 Alasan Publik Ogah Jakarta Tetap Jadi Ibu Kota Versi Survei

JAKARTA, KOMPAS.com - Indo Barometer merilis hasil survei terbaru mereka yang menunjukkan mayoritas publik setuju dengan rencana pemindahan ibu kota, dari Jakarta ke Kalimantan Timur (Kaltim).

Dalam survei yang dilakukan terhadap 1.200 responden di seluruh Indonesia itu, sebanyak 53,8 persen mengaku setuju jika Jakarta tak lagi jadi pusat pemerintahan.

Sementara sisanya sebesar 30,4 persen tak setuju ibu kota pindah, dan sebanyak 15,8 persen respon tidak menjawab.

Dalam survei itu, lima alasan paling dominan publik mendukung pemindahan ibu kota antara lain guna mengurangi kepadatan di Jakarta (57,1 persen), pemerataan pembangunan (18,7 persen), menekan kesenjangan ekonomi (7,1 persen), wujud keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia (5 persen), Kaltim wilayahnya luas (4,2 persen).

Lalu di luar lima alasan utama itu, dukungan publik didasari karena Kaltim wilayahnya tepat untuk pusat pemerintahan (3,1 persen), wilayah luar Jawa butuh perhatian (2,8 persen), kemudahan menjaga perbatasan (0,3 persen), dan sisanya tidak menjawab (1,7 persen).

Sementara itu, dari 30,4 persen responden yang tidak setuju pemindahan ibu kota dilatarbelakangi alasan antara lain jangkauan pemerintah pusat terlalu jauh (45,2 persen), dan biaya pindah sangat mahal (33,3 persen).

Alasan keberatan lainnya yakni pemindahan ibu kota akan berpengaruh pada roda pemerintahan (5,2 persen), Kaltim bukan wilayah yang tepat (4,7 persen), hubungan pusat dan pemda di Jawa akan semakin jauh (4,1 persen), akan menimbulkan ketidakstabilan ekonomi (3 persen).

Kemudian pemindahan ibu kota bisa ganggu tatanan birokrasi (2,2 persen), Kaltim rawan bencana (1,1 persen), dan sisanya tidak menjawab (1,1 persen).

Selain melakukan sigi pada respon publik atas pemindahan ibu kota, Indo Barometer juga menyurvei alasan Kalimantan Timur dipilih sebagai calon pusat negara.

Sebanyak 47 persen responden menyatakan setuju Kaltim jadi ibu kota dengan alasan utama yakni wilayahnya sangat luas, jarang penduduk, berada di tengah Indonesia, kaya sumber daya alam, dan dekat dengan perbatasan.

Sementara sebanyak 26,3 persen responden mengaku tidak setuju pemilihan Kaltim dengan alasan letaknya terlalu jauh, punya lapisan gambut yang rawan kebakaran, rawan bencana, rawan konflik sosial, jauh dari pelabuhan laut, dan air bersih yang tidak memadai.

Masih menurut catatan Indo Barometer, sebanyak 45,9 persen publik menyebut kalau Presiden Jokowi akan berhasil memindahkan ibu kota.

Sementara sebanyak 18,9 responden menjawab kalau Jokowi akan gagal melaksanakan pemindahan ibu kota.

Lima alasan utama publik bahwa Jokowi akan berhasil membangun Ibukota Negara baru di Kalimantan Timur adalah sudah terbukti (kerja nyata) dalam membangun infrastruktur (53,1 persen).

Lalu optimis Jokowi pasti bisa (18,2 persen), presiden serius dalam pemindahan ibu kota (14,5 persen), banyak yang mendukung terkait pemindahan ibu kota (7,6 persen), dan pertaruhan Jokowi sebagai presiden yang sukses (4,7 persen).

Kemudian lima alasan utama publik bahwa Jokowi akan gagal membangun Ibukota Negara baru di Kalimantan Timur adalah memerlukan biaya yang sangat mahal (43,3 persen), memindahkan ibu kota membutuhkan waktu yang sangat lama (29 persen).

Alasan lainnya yaitu memindahkan ibu kota sama dengan memindahkan segala aspek (12,9 persen), pesimis Jokowi akan berhasil (9,4 persen), dan pemindahan ibu kota dalah memindahkan sistem pemerintahan yang kompleks (4 persen).

Dalam survei itu, margin of error ditetapkan sebesar kurang lebih 2,83 persen, dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Responden yang dipilih lembaga survei ini yakni warga negara yang sudah berusia di atas 17 tahun dan sudah memiliki hak pilih.

Metode pengambilan sampling dilakukan dengan multistage random samping yang dilakukan selama kurun waktu 9-15 Januari 2020.

https://money.kompas.com/read/2020/02/17/192506626/5-alasan-publik-ogah-jakarta-tetap-jadi-ibu-kota-versi-survei

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke