Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Di Depan Sri Mulyani, Anggota DPR Ramai-ramai Desak Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Pertama kali penolakan tersebut disuarakan oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh. Penolakam disampaikan di depan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial Juliari Batubara dan Menteri Kesehatan Agus Putranto saat rapat gabungan, Selasa (18/2/2020).

Nihayatul mengatakan, Komisi IX sebelumnya telah melakukan rapat internal. Rapat tersebut memghasilkan keputusan meminta pemerintah menunda atau membatalkan kenaikan iuran BPJS untuk peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri kelas III dan peserta penerima bantuan iuran (PBI).

"Kami dari Komisi IX melalui rapat intern sudah sepakat untuk meminta menunda atau mambatalkan kenaikan BPJS untuk PBPU dan PBI," ujar Nihayatul  di Jakarta, Selasa (18/2/2020).

Nihayatul mengatakan, permintaan kepada pemerintah tersebut didasarkan pada alasan lantaran Kementerian Sosial belum rampung melakukan proses pembersihan data peserta yang berhak menerima bantuan iuran.

Seperti diketahui, iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) naik dari Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 per jiwa per bulan. Besaran iuran ini juga berlaku bagi peserta yang didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD). Iuran PBI dibayar penuh oleh APBN, sedangkan peserta didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD) dibayar penuh oleh APBD.

Sementara, Peserta Bukan Penerima Upah PBPU atau Peserta Mandiri untuk kelas 3 naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per jiwa per bulan. Kemudian Kelas 2 naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per jiwa per bulan dan Kelas 1 naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per jiwa per bulan.

Adapun anggota Komisi XI DPR Misbakhun menjelaskan, meski anggota DPR memiliki keinginan untuk membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan namun tetap harus memertimbangkan kondisi keuangan negara.

Pasalnya, saat ini kondisi keuangan negara sedang dihadapkan pada defisit penerimaan pajak yang berujung pada defisit APBN.

Tercatat, kekurangan penerimaan pajak atau shortfall tahun 2019 sebesar Rp 245,5 triliun, lebih tinggi dari 2018 yang sebesar Rp 110,7 triliun.

"Kita punya keinginan tapi itu juga ada batas. Saya sangat sadar bagaimana Menteri Keuangan mengatasi defisit penerimaan pajak, defisit APBN dan semuanya dibebankan ke Kementerian Keuangan. Sebagai Menkeu sekaligus Bendahara Negara ini harus disadari bahwa ini bukan masalah sederhana," ujar dia.

Sebagai catatan, kenaikan iuran merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan yang berisiko mencapai Rp 32 triliun tahun 2019 lalu.

Namun demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan pihaknya telah menyuntik dana sebesar Rp Rp 13,5 triliun di tahun 2019.

"Kita melihat rumahsakit-rumahsakit sudah banyak yang alami situasi sangat sulit. Itu fakta yang harus kita lihat. Pemerintah melihat semua segi. Sebagai negara harus hadir, kami diminta melakukan support, maka kami melakukan injeksi. Sampai akhir 2019, kami sudah menyuntik Rp 13,5 triliun," ujar dia.

https://money.kompas.com/read/2020/02/18/144758026/di-depan-sri-mulyani-anggota-dpr-ramai-ramai-desak-pembatalan-kenaikan-iuran

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke