JAKARTA, KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) lewat Kantor Perwakilan Perdagangan atau Office of the US Trade Representative (USTR) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengeluarkan Indonesia dari daftar negara- negara berkembang.
Tahun lalu, Presiden AS Donald Trump pernah mengungkapkan kegeramannya karena AS banyak dirugikan lantaran banyak negara yang pura-pura jadi negara berkembang, agar mendapatkan perlakuan istimewa dalam beberapa kesepakatan dagang di WTO.
Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana, mengungkapkan pencabutan status negara berkembang oleh USTR tidak berarti Indonesia dianggap oleh AS sebagai negara maju.
"Pencabutan status Indonesia sebagai negara berkembang berkaitan erat dengan perlakuan khusus atau istimewa dari pemerintah AS atas negara-negara yang menjadi mitra dagangnya," kata Himahanto dalam keterangannya, Senin (24/2/2020).
Keistimewaan ini berkaitan dengan berbagai pengenaan atas tarif maupun non-tarif terhadap barang yang berasal dari negara berkembang.
"Keistimewaan inilah yang saat ini tidak diberlakukan lagi bagi barang yang berasal dari Indonesia oleh pemerintah AS," ujarnya.
"Tentu pemerintah AS berhak melakukan hal ini atas dasar kedaulatan yang dimiliki. Pemerintah AS bisa memperlakukan secara khusus bagi negara-negara mitra dagangnya yang dianggap tidak setara dengannya yang diklasifikasi sebaga negara berkembang," tambahnya.
Diungkapkannya, besar dugaan pencabutan ini berkaitan dengan keinginan Trump untuk membuka lebih besar lapangan pekerjaan di AS.
Selain itu, menurutnya, selama ini status negara berkembang banyak dimanfaatkan investor-investor asal negara maju untuk memindahkan fasilitas produksinya di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
"Belum lagi pemerintah AS mungkin menganggap bahwa Indonesia dengan status negara berkembang telah dimanfaatkan oleh investor dari negara maju sebagai tempat berproduksi," terang Hikmahanto.
Dengan demikian, lanjut dia, maka barang yang diekspor dari Indonesia akan mendapat perlakuan istimewa oleh AS mengingat barang tesebut "made in Indonesia".
"Pemerintah AS merasa dirugikan dengan praktek-praktek demikian," kata dia.
Lanjut Hikmahanto, belum lagi kemungkinan pemerintah AS mensinyalir adanya penyimpangan yang dilakukan oleh para pelaku usaha Indonesia yang memperjual-belikan Certificate of Origin (sertifikat asal barang) dari Indonesia ke pelaku usaha dari sejumlah negara.
Akibat dari pencabutan status ini bagi Indonesia adalah para investor mancanegara bisa enggan berinvestasi di Indonesia. Belum lagi praktek jual beli Certificate of Origin akan terhenti dengan sendirinya.
"Oleh karenanya pencabutan status sebagai negara berkembang oleh pemerintah AS akan menjadi tantangan bagi pemerintah dan para pelaku Indonesia," ucap Hikmahanto.
Barang asal Indonesia tidak akan lagi mendapat keistimewaan. Lapangan pekerjaan di Indonesia akan mengalami penurunan bila investor asing tidak berminat lagi menjadikan Indonesia sebagai tempat berproduksi.
"Belum lagi para pelaku usaha Indonesia dituntut untuk lebih kompetitif dalam memproduksi barang yang akan dieskpor ke AS dan mampu bersaing dengan produk yang sama yang diproduksi di AS," ujar Hikmahanto.
https://money.kompas.com/read/2020/02/24/114557126/indonesia-dicoret-as-dari-negara-berkembang-ini-kabar-buruknya