Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Singapura Pernah Tolak Label Sebagai Negara Maju di WTO

Tahun lalu, Trump pernah mengungkapkan kegeramannya karena AS banyak dicurangi lantaran banyak negara yang pura-pura jadi negara berkembang, agar mendapatkan perlakuan istimewa dalam beberapa kesepakatan dagang di WTO.

Selain mengeluarkan Indonesia, Negeri Paman Sam itu juga mencoret beberapa negara dari daftar negara berkembang yang berasal dari anggota G20, seperti Argentina, Indonesia, Brazil, India, dan Afrika Selatan.

Lalu ada negara-negara tetangga Indonesia yaitu Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

Singapura bahkan bersikeras bahwa negaranya termasuk sebagai negara berkembang dan menolak disebut sebagai negara maju dalam keanggotaannya di WTO. 

Dilansir dari Channelnewsasia, Senin (24/2/2020), pemerintah Singapura menganggap bahwa mereka sama sekali tak mencari keuntungan dalam statusnya sebagai negara berkembang di sejumlah perjanjian dagang di WTO, sebagaimana yang dituduhkan.

"Singapura berkomitmen untuk tidak mencari perlakuan khusus dan berbeda dalam negosiasi (perdagangan) di WTO, baik yang sedang berlangsung maupun di masa mendatang," kata Menteri Perdagangan Singapura Chan Chun Sing pada September tahun lalu.

Status negara berkembang di keanggotaan WTO memang memberikan banyak keuntungan. Misalnya, negara berkembang bisa menetapkan waktu lebih lama untuk menerapkan aturan kesepakatan perdagangan bebas, serta beberapa keistimewaan berupa kebijakan untuk melindungi industri dalam negeri dan mempertahankan subsidi.

Manfaat lainnya, yakni negara berkembang bisa mendapatkan tarif bea masuk yang lebih rendah untuk saat mengekspor komoditas mereka ke negara-negara maju.

Sebagai negara mungil, ekonomi Singapura memang relatif kecil dibanding negara-negara maju di dunia. Namun jika diukur dari pendapatan per kapitanya, levelnya berada jauh di atas rata-rata negara berkembang.

"Sebagai negara dengan ekonomi kecil tanpa sumber daya alam dan ketergantungan tinggi pada perdagangan global, Singapura adalah negara berkembang di WTO," bunyi pernyataan tertulis Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura (MTI).

"Sementara perlakuan istimewa dan berbeda tetap harus penting untuk membantu anggota WTO agar sepenuhnya bisa terintegrasi ke dalam sistem perdagangan multilateral. Semua anggota harus berkomitmen yang sepadan sesuai dengan kemampuan mereka," tulis MTI lagi.

Sebagai informasi, Donald Trump menyebut banyak sekali negara-negara yang pura-pura menjadi negara berkembang agar diuntungkan dalam perjanjian dagang di WTO.

"WTO itu rusak ketika negara-negara kaya di dunia mengklaim sebagai negara berkembang untuk menghindari aturan-aturan WTO dan mendapat perlakuan khusus. Tak boleh lagi!" ujar Trump dalam akun Twitternya.

Tahun 2019, Trump mengirimkan memo kekecewaannya yang meminta perwakilannya di WTO, yakni USTR, agar mencabut status negara berkembang pada sejumlah negara anggota WTO dan melobi organisasi itu agar lebih selektif dalam aturan status negara berkembang yang dinilainya merugikan AS dalam kesepakatan dagang multilateral.

Dalam memo itu, Trump "ngambek" karena beberapa negara seperti China yang mengambil banyak keuntungan dari status mereka, untuk mempertahankan tarif bea masuk dan hambatan perdagangan lainnya guna mendorong industri dalam negeri mereka sendiri.

AS menggandeng Jepang dan Uni Eropa merumuskan cara agar aturan di WTO tersebut bisa direvisi. Namun, mengubah aturan di WTO bukan hal mudah lantaran organisasi yang dibentuk tahun 1995 itu punya mekanisme sendiri karena memiliki 164 negara anggota.

https://money.kompas.com/read/2020/02/24/133729826/singapura-pernah-tolak-label-sebagai-negara-maju-di-wto

Terkini Lainnya

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Jakarta, Medan, dan Makassar  Masuk Daftar Smart City Index 2024

Jakarta, Medan, dan Makassar Masuk Daftar Smart City Index 2024

Whats New
Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Whats New
Apakah di Pegadaian Bisa Pinjam Uang Tanpa Jaminan? Ini Jawabannya

Apakah di Pegadaian Bisa Pinjam Uang Tanpa Jaminan? Ini Jawabannya

Earn Smart
Bea Cukai Kudus Berhasil Gagalkan Peredaran Rokol Ilegal Senilai Rp 336 Juta

Bea Cukai Kudus Berhasil Gagalkan Peredaran Rokol Ilegal Senilai Rp 336 Juta

Whats New
Ditanya Bakal Jadi Menteri Lagi, Zulhas: Terserah Presiden

Ditanya Bakal Jadi Menteri Lagi, Zulhas: Terserah Presiden

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Tak Langsung Kerek Suku Bunga Kredit

Ekonom: Kenaikan BI Rate Tak Langsung Kerek Suku Bunga Kredit

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke