JAKARTA, KOMPAS.com - Saat melamar kerja, pelamar hampir selalu dihadapkan pada tahapan tes psikotes. Bagi sebagian orang, psikotes bahkan jadi momok menakutkan lantaran seringkali gagal masuk seleksi sebelum ke tahapan interview.
Saking seringnya menemukan tes psikotes dalam rekrutmen karyawan di perusahaan-perusahaan Indonesia, sangat mudah menemukan buku-buku latihan psikotes di toko buku.
Tes psikotes sendiri seringkali dikaitkan dengan tes kepribadian, tes IQ, hingga nalar berpikir. Namun tak sedikit pula anggapan kalau tes ini hanyalah formalitas belaka yang kontribusinya tidak terlalu signifikan dalam penilaian keputusan penerimaan calon karyawan.
Lantas, sebenarnya seberapa penting tes psikotes dalam proses rekrutmen karyawan perusahaan?
Pakar Career Development, Audi Lumbantoruan, mengungkapkan sebenarnya tidak banyak perusahaan yang memberikan bobot besar pada tes psikotes saat membuka proses rekrutmen.
Tes psikotes, kata Audi, memang penting untuk dilalui. Namun jarang sekali digunakan jadi pertimbangan utama dalam menerima pegawai. Ini mengingat psikotes cenderung digunakan jadi saringan awal bagi karyawan di tahapan seleksi.
"Jadi sebenarnya banyak perusahaan yang tidak memperdulikan hasil tes psikotes. Paling menentukan dalam pertimbangan penerimaan tentu ada di proses interview, terutama interview dengan user," jelas Audi kepada Kompas.com, Rabu (4/3/2020).
Menurutnya, psikotes masih banyak digunakan perusahaan untuk melakukan filter pada kandidat karyawan yang jumlahnya terlalu banyak. Istilahnya, kata dia, seleksi alam.
"Jadi biasanya pelamar kan jumlahnya banyak, apalagi perusahaan besar. Nah psikotes lebih dipakai untuk screening saja. Screening kan selain psikotes macam-macam, ada juga digabung dengan nilai IPK," kata dia.
Audi yang juga Head of People and Organization Capability Development Division Siloam Hospital ini mengungkapkan, screening dilakukan lantaran banyak perusahaan tak mau dipusingkan dengan banyaknya lamaran yang masuk.
Apalagi dari lamaran yang masuk, komptensi yang dimiliki pelamar tak jauh berbeda. Tahapan paling penting untuk mengetahui kompetensi karyawan, umumnya ada di tahap wawancara.
Sementara menyeleksi ratusan atau bahkan ribuan calon karyawan yang melamar di awal dengan proses interview, tentu bakal sangat merepotkan dan memakan biaya tinggi. Sehingga, meski tak jadi penilaian utama dalam penerimaan karyawan, opsi tes psikotes tetap dipilih perusahaan.
Ini pula yang menyebabkan banyak tes psikotes dilakukan di tahap paling awal dalam proses panjang rekrutmen.
"Intinya banyak perusahaan nggak mau repot karena banyaknya pelamar. Jadi dipakailah psikotes. Hasil psikotes dipakai buat screening, karena paling menentukan ada di interview, lalu kemudian di proses assesment," terang Audi.
Dia berujar, di proses assesment contohnya. Kepribadian dan kompetensi karyawan akan jauh terlihat. Jika hasil psikotes jadi pertimbangan keputusan penerimaan, hal itu malah bisa dibilang ketinggalan zaman.
"Sekarang perusahaan dalam hire karyawan, apalagi milenial, rata-rata sudah menggunakan pendekatan yang efektif. Misalnya panel, pelamar diinterview oleh beberapa orang sekaligus," ujar Audi.
"Atau metode lain paling sering, calon karyawan dikumpulkan dalam tim 3-4 orang kemudian dikasih studi kasus. Bagaimana dia menguraikan masalah dan memberikan solusinya. Nah baru dikuatkan lagi dengan interview," tambahnya.
Sebagai informasi, berbagai macam psikotest punya penilaian yang berbeda-beda. Contohnya, test Pauli yang biasa digunakan untuk mengukur konsistensi dan ketahanan calon karyawan.
Beberapa jenis tes psikotes lain seperti tes Warteg, tes logika aritmatika, tes DRW (draw a man), tes army alpha intelegence, tes verbal, tes baum atau menggambar pohon, dan tes EPPS (edwards personal preference schedule).
Umumnya, jenis-jenis tes tersebut dipadukan menjadi satu serangkaian tes psikotes yang dikerjakan dalam waktu tertentu yang biasanya memakan waktu cukup panjang.
https://money.kompas.com/read/2020/03/04/072500826/seberapa-penting-tes-psikotes-menentukan-kelulusan-ini-kata-pakar-hrd