Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menilik Konsumsi Beras Organik dalam Masa Pandemi Covid-19

DALAM keterangan pers terkait penanganan Covid-19 pada 24 Maret 2020 lalu, Presiden Joko Widodo menginstruksikan semua Kementerian dan lembaga negara untuk memprioritaskan kebutuhan bahan pokok selama proses pengendalian penyebaran Covid-19 di Indonesia.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga meminta agar produksi pertanian tetap berjalan bahkan terus ditingkatkan karena sektor ini berpotensi besar dalam menumbuhkan ekonomi nasional.

Sebagai bentuk dukungan atas pemberlakuan work from home (WFH) yang menjadi kebijakan pemerintah pusat dalam memutus rantai penyebaran Covid-19, Kementerian Pertanian juga telah menandatangani kesepakatan tentang ketersediaan, stabilisasi pasokan, dan harga pangan, dengan pemasok dan produsen terkait sebelas bahan pokok.

Adapun kesebelas bahan pokok itu diantaranya komoditas beras, jagung, daging ayam, daging sapi, telur, minyak goreng, gula pasir, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan bawang putih.

Dalam komoditas beras, kita mengenal ada beras organik dan beras non-organik. Pertumbuhan pertanian beras organik di Indonesia telah mengalami peningkatan yang cukup baik selama beberapa tahun ini.

Kementerian Pertanian mencatat, di tahun 2019 setidaknya Indonesia telah mengekspor 252 ton beras organik ke berbagai negara seperti Jepang, Hongkong, Jerman, AS, Perancis, Malaysia, dan Singapura.

Peningkatan produksi beras organik yang dilaporkan di berbagai media telah membuktikan bahwa kualitas beras organik di Indonesia tidak kalah dibandingkan dengan kualitas beras organik dari negara lain, mengingat tingginya nilai ekspor beras organik yang juga selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Potensi pemasaran beras organik memberikan harapan baru bagi para petani untuk memperoleh peningkatan taraf hidup karena hasil panen yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan beras biasa.

Terlepas dari tingginya nilai ekspor beras organik untuk konsumsi mancanegara, sangat disayangkan bahwa bahasan mengenai konsumen beras organik dari dalam negeri justru sangat minim mendapatkan perhatian media.

Padahal, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang telah mengenal beras organik dan mengonsumsi beras ini secara rutin sebagai pengganti beras biasa.

Pasar domestik untuk beras organik semestinya jauh lebih potensial untuk diraih ketimbang pasar ekspor karena kedekatan jarak distribusi mampu meminimalkan berbagai risiko seperti kerusakan/kehilangan akibat proses pengiriman, penurunan kualitas akibat penyimpanan, hingga kelengkapan administrasi penjualan yang lebih sederhana.

Sementara untuk dapat menjual produknya ke pasar mancanegara, petani dituntut untuk memenuhi kebijakan negara tujuan atas berbagai standar kualitas produk, yang bisa jadi membatasi petani untuk memaksimalkan penjualan beras mereka.

Saat ini konsumen dapat menemukan beberapa beras organik yang dijual di sejumlah gerai supermarket di kota-kota besar.

Walaupun jumlahnya masih sangat terbatas dan harga jual yang relatif jauh lebih mahal dibandingkan dengan beras biasa, minat konsumen domestik akan beras organik mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.

Budi, petani organik asal Jonggol, Jawa Barat, menceritakan bahwa selama tiga tahun terakhir ini jumlah pelanggan beras organiknya meningkat sekitar 15 persen.

Peningkatan ini memang tidak terlalu signifikan dikarenakan kapasitas produksinya yang memang masih terbatas.

Mitra Petani

Adapun Eko, konsultan yang bergerak di bidang pertanian organik, menyebutkan bahwa dalam tiga tahun terakhir ini jumlah mitra petani organik yang didampinginya mengalami peningkatan pesat di berbagai daerah baik di pulau Jawa hingga mencapai 40 mitra.

Lantas, siapa konsumen beras organik dari pasar domestik?

Surono, Ketua Kelompok Tani Aji1 Polokarto, Sukoharjo, Jawa Tengah, menjelaskan bahwa hingga saat ini beras organik yang diproduksi kelompoknya masih banyak dijual kepada pemasok beras di pasaran sebagai beras biasa.

Beras tersebut tidak dikemas secara khusus dan belum memiliki sertifikasi organik dari lembaga sertifikasi yang berwenang.

Akibatnya, harga jual beras organiknya pun sama dengan harga jual beras biasa, sehingga margin keuntungan yang diperoleh sangatlah tipis.

Sejumlah mitra petani organik milik Eko yang telah mengantongi sertifikasi organik menjual beras organiknya ke supermarket lokal atau menjual langsung kepada konsumen melalui promosi dari mulut ke mulut.

Adapun pelanggan Budi berasal dari pengunjung yang rutin mendatangi pasar organik di Departemen Pertanian Jakarta Selatan serta pasar organik di wilayah Said Naum, Tanah Abang, Jakarta.

Survei yang dilakukan di pertengahan tahun 2019 pada 200 konsumen beras organik di Jabodetabek melibatkan responden dari berbagai profesi, mulai dari PNS, karyawan swasta, kaum profesional, wirausaha, serta ibu rumah tangga.

Responden tersebut rata-rata telah menjadi konsumen beras organik selama lebih dari 2 tahun dan memiliki pendidikan terakhir minimal S1 (80 persen lulusan S1, 16 persen lulusan S2 dan 4 persen lulusan S3).

Mayoritas usia mereka berkisar antara 31 hingga 40 tahun (52 persen dari total responden). Hampir seluruh responden telah menikah (87 persen) dan memiliki anak berusia balita.

Terkait dengan kondisi kesehatan anggota keluarga, terdapat kelompok responden yang memiliki riwayat alergi makanan dalam keluarga sebanyak 36 persen responden.

Dilihat dari tingkat pendapatan per bulan, pendapatan yang paling banyak dimiliki oleh responden adalah antara Rp 10 juta sampai dengan Rp 15 juta (67 persen) dan 11 persen di atas Rp 20 juta.

Pengeluaran responden untuk makan (pagi, siang dan malam) setiap bulannya rata-rata berkisar antara Rp 5 juta-10 juta (42 persen), namun mereka yang memiliki pengeluaran antara Rp 10 juta-15 juta juga cukup besar (35 persen).

Responden juga mayoritas melakukan kegiatan memasak untuk memenuhi kebutuhan makan dalam keluarga (78 persen).

Adapun lokasi pembelian beras organik yang paling banyak dipilih oleh responden adalah supermarket (63 persen) dan agen beras (28 persen).

Sementara itu, responden mayoritas memperoleh informasi mengenai beras organik dari media sosial (54 persen).

Lantas bagaimana animo konsumen untuk tetap mengonsumsi beras organik pada situasi pandemi Covid-19 saat ini? Untuk mendapatkan gambaran mengenai hal tersebut, penulis mencoba menghubungi beberapa responden yang terlibat penelitian sebelumnya melalui email maupun kontak Whatsapp.

Dalam periode 1 minggu di pertengahan Maret 2020, terdapat 68 responden yang merespon survei.

Responden diminta untuk memberikan pendapat terkait konsumsi beras organik dalam situasi pandemi Covid-19 berikut ini.

  1. Saya rutin mengonsumsi beras organik selama 2 tahun terakhir;
  2. Dalam situasi pandemi Covid-19, beras organik lebih sehat untuk dikonsumsi;
  3. Meskipun harganya lebih mahal karena situasi pandemi Covid-19, saya tetap akan membeli beras organik;
  4. Agar terhindar dari Covid-19, kita harus mengonsumsi makanan bergizi;
  5. Makanan organik dapat membantu menjaga stamina agar terhindar dari Covid-19.

Jawaban responden atas survei singkat tersebut membuktikan bahwa konsumen beras organik relatif adalah konsumen loyal.

Lebih Sehat

Dalam situasi pandemi Covid-19, responden menyatakan bahwa beras organik lebih sehat untuk dikonsumsi (62 orang menjawab Sangat Setuju), akan tetap membeli beras organik meskipun harganya lebih mahal (59 orang menjawab Setuju).

Adapun jawaban harus mengonsumsi makanan bergizi agar terhindar dari Covid-19 sebanyak 59 orang menjawab setuju dan 53 orang setuju dengan anggapan makanan organik dapat membantu menjaga stamina agar terhindar dari Covid-19.

Jawaban responden di atas didukung oleh penelitian Lee dan Goudeau (2014), di mana bagi konsumen produk organik terdapat peran sikap utilitarian (persepsi atas manfaat kesehatan) dan sikap hedonis (persepsi atas harga) dalam keputusan pembelian produk organik.

Pada akhirnya, kedua sikap inilah yang membentuk loyalitas konsumen beras organik.

Berdasarkan hasil dari dua penelitian tersebut di atas, terdapat sejumlah rekomendasi yang dapat disampaikan bagi para petani atau pemasar beras organik yang ingin membidik konsumen domestik.

Pertama, konsumen beras organik berasal dari masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi (minimal S1) karena kelompok ini relatif lebih mudah memahami informasi terkait kelebihan beras organik dibandingkan beras biasa.

Kedua, beras organik dapat dipasarkan pada konsumen dengan berbagai latar belakang profesi, namun demikian, mereka yang telah menikah dan memiliki anak balita dalam keluarga merupakan target konsumen yang lebih tepat.

Keluarga yang memiliki anak balita cenderung mengutamakan pertimbangan kesehatan dalam memilih produk apa yang mereka konsumsi, khususnya untuk anak yang masih dalam tahap pertumbuhan.

Saran ketiga, beras organik akan lebih mudah ditawarkan pada wanita atau ibu rumah tangga yang memiliki tugas mengatur menu makan keluarga dan melakukan kegiatan memasak dalam memenuhi kebutuhan makan keluarganya.

Hal ini disebabkan karena pada umumnya, wanita yang melakukan kegiatan memasak atau minimal menentukan menu makan keluarga relatif lebih peduli terhadap kualitas makanan yang disajikan, baik dari segi rasa maupun kandungan nutrisi untuk kesehatan.

Mudah Ditemukan

Saran berikutnya adalah terkait dengan lokasi penjualan beras organik. Karena mayoritas konsumen dalam penelitian ini membeli beras organik di supermarket, maka langkah terbaik yang perlu dilakukan oleh pemasar adalah memastikan bahwa produknya dapat ditemukan di supermarket terdekat.

Namun demikian, karena mayoritas konsumen memperoleh informasi mengenai beras organik dari media sosial, maka tidak menutup kemungkinan bahwa petani dapat meningkatkan penjualan secara langsung melalui agen beras yang bekerja sama dengan petani.

Data menunjukkan bahwa terdapat sekelompok konsumen yang mengonsumsi beras organik karena dalam keluarganya terdapat riwayat alergi makanan.

Dengan mengusung pesan promosi bahwa beras organik lebih aman dikonsumsi mereka yang memiliki riwayat alergi, konsumen dalam ceruk pasar ini akan tertarik untuk beralih dari beras biasa ke beras organik demi meminimalkan risiko alergi terhadap makanan.

Terakhir, terkait dengan pandemi Covid-19, dapat dilihat bahwa konsumen beras organik adalah konsumen yang loyal karena menggunakan pertimbangan utilitarian dan hedonis dalam memutuskan pembelian.

Oleh sebab itu, pemasar perlu mempertahankan citra di mata konsumen dengan tetap menjaga kualitas produk dan layanan dalam situasi saat ini.

Merujuk pada Kim (2018), konsumen produk organik memiliki keterlibatan kuat dengan produk yang mereka konsumsi dan sikap mereka dibentuk oleh kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan.

Sikap mereka juga tidak terlalu dipengaruhi oleh pemberitaan media terkait dengan produk organik.

Dengan demikian, pada masa pandemi Covid-19 ini, pemasar produk organik tidak perlu mengubah strategi komunikasi pemasaran yang telah dijalankan di media massa selama ini.

Hal yang lebih penting dilakukan adalah menjaga ketersediaan pasokan serta saluran pemasaran yang memadai agar konsumen tetap terlayani dalam berbagai kondisi pasar.

Hetty Karunia Tunjungsari
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara yang memiliki minat riset di bidang perilaku konsumen

https://money.kompas.com/read/2020/03/30/144501226/menilik-konsumsi-beras-organik-dalam-masa-pandemi-covid-19

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke