Country Director ADB untuk Indonesia Winfried Wicklein mengatakan, tekanan inflasi dari ketatnya suplai makanan dan depresiasi kurs rupiah yang mencapai Rp 16.000 hingga Rp 16.500 dapat diimbangi oleh beberapa hal.
"Yakni diimbangi oleh harga yang lebih rendah untuk non-subsidi bahan bakar, serta subsidi tambahan untuk listrik dan makanan," ujar Wicklein dalam laporannya, Jumat (3/4/2020).
Sementara itu, pendapatan ekspor dari pariwisata dan komoditas diperkirakan menurun. Penurunan menempatkan defisit transaksi berjalan melebar jadi 2,9 persen dari PDB RI tahun 2020.
"Ketika ekspor dan investasi pulih dan berlanjut pada tahun 2021, volume barang modal impor yang lebih tinggi akan menjaga defisit transaksi berjalan pada level yang sama dengan 2020," ucapnya.
Di sisi lain, ADB melihat pemerintah dan otoritas keuangan telah menerapkan langkah-langkah fiskal dan moneter yang terkoordinasi dengan baik. Targetnya untuk mengurangi dampak pandemi Covid-19 pada ekonomi dan mata pencaharian masyarakat.
Langkah-langkah yang dilakukan termasuk pencairan Bantuan Sosial (Bansos) yang dipercepat untuk masyarakat miskin dan rentan, pemotongan pajak, dan bantuan pembayaran pinjaman bagi pekerja dan dunia usaha.
Tapi secara eksternal, wabah corona yang berkepanjangan tetap akan berisiko pada prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia, bisa menurunkan harga komoditas lebih lanjut, dan meningkatkan volatilitas pasar keuangan.
"Sementara di dalam negeri, hal ini tergantung pada seberapa cepat dan efektif penyebaran pandemi dapat ditampung. Kendala dalam sistem layanan kesehatan, diikuti dengan imbauan physical distancing yang challenging dapat memperburuk dampak pada ekonomi," sebutnya.
https://money.kompas.com/read/2020/04/03/134000726/dampak-corona-adb-prediksi-inflasi-dan-defisit-transaksi-berjalan-ri-melebar