Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Covid-19, Larangan Terbang, dan Bangkrutnya Maskapai Penerbangan

PETANG hari kemarin, sebagai bagian dari perkembangan terus meluasnya wabah Covid-19, beredar luas pemberitaan tentang dihentikannya penerbangan sipil komersial di Indonesia.

Penghentian jalur penerbangan sipil komersial tersebut mencakup rute domestik dan juga bagi penerbangan internasional.

Walaupun pemberlakuan tersebut “hanya” akan berlangsung antara tanggal 24 April sampai dengan 1 Juni 2020, tetap saja berita tersebut mengagetkan banyak pihak yang terkait.

Dapat dibayangkan tentang bagaimana nasib maskapai penerbangan yang tengah “babak-belur” kondisinya dalam menghadapi realita ini. Ancaman kebangkrutan sudah berada diambang pintu.

Apabila dicermati pemberitaan dan juga berbagai analisis tentang dunia penerbangan sipil komersial, tanda-tanda akan bangkrutnya maskapai penerbangan sudah banyak menjadi pembicaraan dalam konteks merebaknya wabah Covid-19.

Pemberitaan dunia penerbangan dalam 2 bulan terakhir telah didominasi oleh berita-berita mengenai ancaman insolvency atau kebangkrutan dari perusahaan penerbangan sipil di seluruh dunia.

Fenomena ini diawali dengan menurunnya jumlah penumpang pesawat terbang sipil komersial di hampir seluruh dunia dalam 2 hingga 3 bulan terakhir.

Di Amerika Serikat sendiri, TSA (Transportation Security Administration) mencatat jumlah penumpang pesawat terbang yang bepergian pada tanggal 22 April 2020 tinggal hanya 98.968 orang dibanding dengan 2.254.209 orang pada tanggal yang sama di tahun 2019.

Sebuah penurunan drastis yang menunjukkan tren lebih dari 90 persen.

Pemberitaan di Amerika Serikat juga menyebutkan bahwa 3 Maskapai Penerbangan raksasa Amerika Serikat kini tengah berhadapan dengan situasi yang disebut sebagai “The Worst Cash crisis in history of flight”.

Sementara itu CAPA (Center for Asia Pacific Aviation) yang bermarkas di Australia mengatakan bahwa hampir semua Airlines di dunia akan segera bangkrut pada bulan Mei 2020 ini, apabila pemerintah tidak melakukan tindakan untuk mencegahnya.

Walau belum dapat mengacu kepada angka resmi dari pihak yang kompeten, akan tetapi banyak perkiraan kasar yang beredar bahwa di Indonesia, penerbangan sipil komersial pun sudah menurun lebih dari 60 persen.

Sebuah kondisi yang mungkin belum pernah dihadapi oleh maskapai penerbangan kita.

Apabila situasi dan kondisi yang berkembang saat ini berkait dengan merebaknya wabah Covid-19 tidak juga mereda atau bahkan meningkat, maka ramalan CAPA yang menyebutkan bahwa seluruh maskapai penerbangan akan bangkrut di bulan Mei, akan menjadi kenyataan.

Pertanyaan yang muncul adalah, lalu bagaimana nasib jaring perhubungan udara nasional di tanah air kita.


Perkiraan yang paling mungkin terjadi adalah sebuah kondisi di mana maskapai penerbangan sipil komersial akan menjadi lahan yang tidak menarik untuk berbisnis lagi.

Dipastikan tidak ada lagi pengusaha yang tertarik bergiat di bidang angkutan udara komersial karena sama sekali tidak menjanjikan bayangan keuntungan dari aspek apapun juga.

Indonesia sebagai sebuah negara yang luas dan juga berbentuk kepulauan, maka jejaring perubungan udara adalah sebuah “conditio sine quanon”, sesuatu yang harus ada.

Lalu bagaimana?

Jawaban sederhana untuk sementara waktu adalah jejaring perhubungan udara akan berujud sebagai PSO (Public Services Obligation) dan GN (Government Needs).

PSO sebagai kewajiban pemerintah dalam memberikan pelayanan masyarakat akan kebutuhan transportasi. GN adalah bentuk dari kebutuhan perhubungan udara yang berkait dengan tata kelola pemerintahan dibidang Adminlog (Adminstrasi Logistik).

Kebutuhan angkutan logistik bahan pokok sembako, dinas personil dan kebutuhan dukungan lain berkait dengan fungsi pemerintahan. Pertanyaan selanjutnya adalah siapa yang harus melaksanakannya.

Di tahun-tahun awal kemerdekaan, ketika itu pemerintah menugaskan Angkatan Udara menyelenggarakan angkutan udara bagi kebutuhan penyelenggaraan tata kelola pemerintahan dan dukungan logistik.

Operasi ini terutama di arahkan ke daerah-daerah terpencil yang terisolasi di pelosok Nusantara.

Ketika itu misi ini dikenal sebagai DAUM, Dinas Angkutan Udara Militer, jauh sebelum Maskapai Perintis Merpati Nusantara Airlines ber-operasi.

Dalam menghadapi situasi dan kondisi yang berkembang belakangan berkait dengan Covid-19, dipastikan Angkatan Udara akan siap untuk melaksanakan tugas suci demi eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di samping itu tentu saja sebagian armada penerbangan sipil komersial yang masih mampu untuk di dukung oleh pemerintah harus tetap beroperasi dan akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam misi PSO dan GN tersebut.

Dalam hal ini tentu saja kunci suksesnya adalah kebijakan yang tepat arah dan tiada ada lagi peluang bagi terjadinya tindak laku korupsi.

Ada yang mengatakan bahwa kebijakan pemerintah tidak mungkin selamanya tepat, namun ketika aspirasi masyarakat tetap didengar, maka ada harapan besar untuk negeri ini.

Mungkin lebih fokusnya adalah sudah harus dihindarkan rangkap jabatan antara Penguasa dan Pengusaha, untuk menghindarkan “conflict of interest”.

Mahatma Gandhi mengatakan bahwa : There is enough for everybody’s need but not for everybody’s greed. Atau Wilfried Mbappe yang bahkan berkata : Corruption kills the Dream of Nation.

Demikianlah, semoga wabah Covid-19 yang menyebabkan larangan terbang atau dihentikannya penerbangan sipil komersial, akan dapat cepat berlalu sehingga dampaknya terhadap dunia penerbangan tidak mengakibatkan maskapai penerbangan menjadi bangkrut.

Di sisi lain dalam menghadapi situasi terburuk, pemerintah memang harus cepat mengambil langkah penyelamatan bagi sistem perhubungan udara nasional untuk kepentingan keberlangsungan negara kesatuan Republik Indonesia.

Kita doakan bersama, Amin.

Jakarta , Jumat 24 April 2020

Chappy Hakim

Pusat Studi Air Power Indonesia

https://money.kompas.com/read/2020/04/24/124200926/covid-19-larangan-terbang-dan-bangkrutnya-maskapai-penerbangan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke