Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

10 Negara Penampung TKI Terbanyak, Taiwan Hampir Samai Malaysia

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri mencapai 276.553 orang pada tahun 2019. Jumlah ini turun sebesar 2,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Data tersebut merupakan data pekerja migran yang bekerja dengan dokumen resmi, sehingga belum menghitung mereka yang merantau ke luar negeri secara ilegal atau tanpa dokumen lengkap.

Dari total pekerja migran asal Indonesia itu, sebanyak 69,15 persen merupakan tenaga kerja perempuan. Malaysia masih jadi negara penerima TKI terbesar dengan jumlah 79.662 orang.

Di belakang Negeri Jiran, ada Taiwan yang menampung TKI sebanyak 79.574 orang atau hampir menyamai Malaysia. Seperti diketahui, banyak TKI yang dipekerjakan di Taiwan sebagai asisten rumah atau pengasuh manula.

Sementara di urutan ketiga yakni Hong Kong yang menampung TKI sebanyak 70.840 orang. Berturut-turut negara penampung berikutnya yakni Singapura 19.354 orang, Arab Saudi 7.018 orang, Korea Selatan 6.193 orang.

Lalu Brunai Darussalam 5.639 orang, Italia 1.349 orang, Kuwait 782 orang, UEA sebanyak 578 orang.

TKI di Malaysia terancam kelaparan

Dilansir dari SCMP, TKI di Malaysia kini tengah dalam kondisi sulit dan terancam kelaparan di tengah pembatasan aktivitas di Malaysia. Ketika Malaysia menerapkan penutupan nasional yang saat ini memasuki minggu keenam, sebagian besar tempat kerja telah ditutup.

Otomatis, tak ada pemasukan bagi pekerja migran. Sisa uang hasil bekerja tidak akan cukup untuk membeli makanan, jika situasi sulit pandemi corona ini terus berlanjut. Sebelumnya, Nahdatul Ulama (NU) menyebut ada 1 juta pekerja migran asal Indonesia, baik resmi maupun ilegal, yang kini terancam kelaparan.

Mereka sudah tak lagi bekerja. Opsi pulang ke Indonesia juga bukan pilihan, karena baik pemerintah Indonesia mapun Malaysia menutup akses pulang ke kampung halaman.

Agung (30), salah seorang TKI mengatakan, hingga sekarang dirinya bertahan dengan kondisi serba sulit. Dia bertahan hidup dengan mengkonsumsi mie instan dan telur di tempat tinggal yang diperuntukkan bagi para pekerja konstruksi. Kondisi tempat tinggalnya juga jauh dari layak.


Sebagai kuli bangunan di proyek pembangunan perkantoran, dia bisa mendapatkan upah 2.000 ringgit atau Rp 7,15 juta (kurs Rp 3.576) dalam sebulan. Namun saat ini, dirinya belum mendapatkan bayaran lagi karena proyek tempatnya bekerja ditutup sementara sejak 18 April.

Dia masih terbantu dengan adanya suplai makanan bantuan dari LSM setempat dan bisa dipakai untuk bertahan hidup hingga lima hari ke depan.

"Saya tidak tahu apa yang akan terjadi setelah itu (makanan habis). Saya belum bisa mengirimkan uang selama dua bulan ke kampung. Untuk sekarang memang ada makanan, tapi saya tidak tahu berlama akan bisa bertahan," kata Agung yang juga mengkhawatirkan istri dan anaknya yang tinggal di pinggiran Kota Medan, Sumatera Utara.

TKI dilarang mudik

Agung adalah salah satu dari 2,5 juta TKI dengan upah rendah di Malaysia. Di Indonesia, pemerintah juga sudah menegaskan melarang orang untuk mudik. Pemerintah Indonesia juga menyarankan TKI tak kembali ke kampung halaman untuk sementara waktu hingga situasinya membaik.

Mahfud Budinono, koordinator NU di Malaysia mengatakan ada 700.000 pekerja migran Indonesia yang tercatat secara resmi. Berikutnya ada 1,5 juta pekerja asal Indonesia yang masuk tanpa dokumen resmi yang bekerja di sektor konstruksi, restoran, tenaga kebersihan, dan sebagainya.

Hampir semua TKI tersebut dirumahkan sementara tanpa bayaran. Bahkan, ada sekitar 400.000 orang yang terancam harus keluar dari rumah kontrakannya karena tak sanggup membayar sewa.

Rata-rata harga kontrakan di Malaysia rata-rata sekitar 1.200 ringgit dan biasanya digunakan bersama-sama oleh beberapa orang TKI.

https://money.kompas.com/read/2020/04/28/170000726/10-negara-penampung-tki-terbanyak-taiwan-hampir-samai-malaysia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke