Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bank Diguyur Rp 34,15 Triliun oleh Pemerintah, untuk Apa?

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 34,15 triliun dalam bentuk penempatan dana pemerintah untuk menambah likuiditas perbankan.

Penempatan dana itu ditujukan untuk memberikan dukungan likuiditas kepada bank pelaksana atau bank yang menyediakan dana peyangga likuiditas untuk bank yang melakukan restrukturisasi kredit atau memberikan tambahan kredit modal kerja.

Kriterianya, bank peserta harus dalam kondisi sehat, masuk kelompok 15 aset terbesar, dan 51 persen dimiliki WNI.

Aturan mengenai hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Mekanismenya, bank tersebut akan ditunjuk sebagai bank peserta dan selanjutnya bank peserta inilah yang akan menyalurkan likuiditas ke bank lainnya atau bank pelaksana yang membutuhkan likuiditas.

"Total semua Rp 34,15 triliun mencakup 60,66 juta rekening. Mungkin ada yang ganda tapi pelaksanaannya ada prinsip keadilan," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam konferensi video di Jakarta, Rabu (13/5/2020).

Secara lebih rinci, bantuan sebesar Rp 34,15 triliun tersebut bakal diberikan dalam bentuk subsidi bunga untuk UMKM dan ultra mikro kepada perbankan maupun perusahaan pembiayaan.

Menurut Febrio, langkah yang dilakukan pemerintah itu bukanlah bentuk penyelamatan.

Namun, langkah ini hanya untuk merestrukturisasi kredit perbankan yang menjalankan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) tentang penundaan cicilan kredit nasabah yang terdampak pandemi virus corona atau Covid-19.

“Mereka kan melakukan fasilitas POJK itu, hasilnya nasabah-nasabah enggak masuk NPL (non performing loan/rasio kredit bermasalah), Kol-1 dan Kol-2. Makanya masuk lewat subsidi bunga. Ini bantuan pemerintah bukan untuk banknya, tapi debiturnya,” ujar Febrio.

Rinciannya, alokasi anggaran sebesar Rp 34,15 triliun bakal diberikan kepada debitur BPR, perbankan, perusahaan pembiayaan sebesar Rp 27,26 triliun.


Kemudian, KUR, UMi, Mekaar, dan Pegadaian Rp 6,4 triliun, serta UMKM online, LPDB, dan koperasi Rp 490 miliar.

Adapun Febrio menegaskan penempatan dana tersebut cukup untuk perbankan bisa memberikan restrukturisasi kredit kepada UMKM selama enam bulan.

Menurut dia, saat ini industri perbankan di dalam negeri berada dalam kondisi yang sehat. Sehingga, akan sangat sedikit bank yang membutuhkan bantuan likuiditas.

"Saat ini, untuk restrukturisasi UMKM, perbankan tidak alami masalah likuiditas. Secara agregat, saat ini SBN yang ada di perbankan Rp 700 triliun," ungkap Febrio.

Dengan nilai tersebut, bank bisa merepokan SBN ke Bank Indonesia (BI) sekitar Rp 400 triliun sesuai ketentuan yang ada.

Lalu, rasio alat likuid perbankan yang mencapai 16,9 persen juga dinilainya memadai karena jauh di atas persentase ketentuan minimal rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) bank yang ditetapkan oleh BI yaitu minimal 6 persen.

Dengan kondisi ini, imbuh Febrio, perbankan mampu melaksanakan restrukturisasi tanpa memanfaatkan penempatan dana dari pemerintah.

https://money.kompas.com/read/2020/05/13/184143226/bank-diguyur-rp-3415-triliun-oleh-pemerintah-untuk-apa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke