KOMPAS.com - Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Sarwo Edhy menilai, program cetak sawah harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.
“Dalam beberapa tahun terakhir, Kementan telah melakukan cetak sawah dengan memanfaatkan sumber daya lahan, air, dan petani yang ada di daerah,” kata Sarwo, seperti dalam keterangan tertulisnya.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, sawah baru memang dicetak pada lahan-lahan yang memiliki sumber air.
“Kami utamakan pada lahan yang memiliki sumber air tetap, baik berupa irigasi, embung, atau sumur bor. Lahan sawah tersebut harus bisa ditanami 1-3 kali dalam setahun,” kata Syahrul.
Dalam perencanaannya, Syahrul melanjutkan, kegiatan cetak sawah harus menyertakan dokumen lingkungan, seperti Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) bila cetak sawah dilakukan pada lahan seluas 500 hektar (ha).
“Calon lokasi cetak sawah memiliki tipologi yang berbeda baik vegetasi maupun kondisinya. Maka dari itu, perencanaan yang dilakukan harus benar-benar baik agar lahan yang ada dapat dioptimalkan,” kata Syahrul.
Salah satu kegiatan cetak sawah yang diterapkan dengan baik berada di Mangarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pencetakan sawah di Mangarai dilakukan sejak 2016 pada lahan seluas 52 ha. Varietas yang ditanam adalah varietas ciherang dengan produktivitas sekitar 4-5 ton per ha.
Hingga saat ini, lahan tersebut masih dimanfaatkan dengan baik. Salah satunya oleh Kelompok Tani (Poktan) Longko Rembung Desa Longko, Kecamatan Wae Ri’i.
Cetak sawah juga dilakukan di Desa Tanglapui, Kecamatan Alor Timur, Kabupaten Alor, NTT.
Di Alor, cetak sawah dilakukan sejak 2018 pada lahan seluas 100 ha.
Hingga saat ini, lahan tersebut memiliki produktivitas yang cukup tinggi, dan dimanfaatkan dengan baik oleh petani.
“Setelah cetak sawah, Kementan melalui Ditjen PSP juga membangun jalan usaha tani, embung, dan alsintan,” kata Sarwo.
Sarwo menyatakan, pembelian alsintan memberi keuntungan berupa kemudahan produksi dan peningkatan produktivitas.
Sarwo pun berpesan agar lahan sawah tidak dialihfungsikan untuk kegiatan lain.
“Tidak dipungkiri pembangunan di segala bidang cukup mempengaruhi sektor pertanian, terutama pada alih fungsi lahan. Hal ini sangat mengancam kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional,” kata Sarwo.
https://money.kompas.com/read/2020/05/20/192607726/penuhi-kebutuhan-pangan-nasional-program-cetak-sawah-harus-dilakukan