Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jadi Ladang Bisnis, Banyak Universitas Top Dunia Terancam karena Corona

LONDON, KOMPAS.com - Sektor ekonomi mana yang paling terpukul karena pandemi virus corona (Covid-19). Banyak orang berpikir, jawabannya mungkin saja sektor konstruksi, hotel, transportasi, pariwisata, atau katering.

Dilansir dari BBC Business, Sabtu (23/5/2020), salah satu sektor paling terdampak paling parah yakni pendidikan. Banyak orang yang menganggap pendidikan bukan bagian dari ekonomi. Padahal, pendidikan di banyak kampus dunia, kini merupakan praktik bisnis yang lumrah dengan kentungan sangat besar.

Tak sedikit peredaran uang yang mengalir di sektor seperti untuk kebutuhan katering dan akomodasi siswa, konferensi, hingga sumbangan pendidikan. Dana besar mengalir dari jutaan siswa, terutama pelajar asing, yang membayar setiap tahunnya.

Masalahnya saat ini, sektor pendidikan sangat rapuh terhadap dampak domino virus corona. Sumber uang paling besar yakni dari siswa, kini otomatis terhenti karena pandemi corona.

Para siswa asing kini terpaksa pulang ke negaranya dan banyak kelas kini tepaksa berpindah ke online. Jika kondisi ini terus berlanjut, sulit bagi kampus-kampus untuk bisa menemukan siswa di tahun ajaran baru.

Tidak ada aktivitas perkuliahan, tidak ada aktivitas konferensi. Artinya, tidak akan ada uang yang mengalir. Kondisi ini jadi pukulan berat bagi universitas di Inggris.

Sudah bukan rahasia lagi, kampus-kampus di Inggris membebankan biaya kuliah cukup mahal pada siswa lokal mereka. Pendapatan juga banyak berasal dari fasilitas akomodasi maupun katering bagi para siswanya.

Negara Barat paling diuntungkan

Perguruan tinggi juga cenderung membebankan biaya tinggi untuk mereka yang berstatus mahasiswa asing. Di Inggris misalnya, mahasiswa sarjana dari luar Inggris dan Uni Eropa bisa dikenakan biaya kuliah setahun hingga 58.600 euro atau sekitar Rp 945 juta (Kurs Rp 16.139).

Biaya kuliah selama setahun ini jauh di atas biaya standar perkuliahan di Inggris sebesar 9.000 euro atau sekitar Rp 145 juta. Sebagai informasi, meroketnya populasi kelas menengah di seluruh dunia jadi berkah bagi universitas-universitas di negara Barat.


"Kelas menengah global telah tumbuh pesat dalam beberapa dekade terakhir. Dan siapa pun dalam kelompok ini bisa mengirim anak-anak mereka bersekolah ke luar negeri," kata Simon Marginson, seorang profesor di Universitas Oxford.

Mereka yang berstatus orang kaya di negara berkembang umumnya tidak begitu percaya pada kualitas institusi pendidikan di negaranya. Ini berarti, bisa berkuliah di negeri adalah status bergengsi.

Kesempatan lainnya, bersekolah di luar negeri memungkinkan orang bisa lancar berbahasa di luar bahasa ibu, hingga keuntungan bisa menjalin relasi dengan jaringan orang di seluruh dunia. Sehingga orang tua berpikir, membayar jutaan dollar masih sebanding dengan keuntungan yang didapat.

Negara-negara yang paling diuntungkan dari bisnis kampus yakni Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia. Mereka menarik keuntungan sangat besar dari para mahasiswa asing.

Di AS contohnya, ada 360.000 siswa dari China yang berkuliah di kampus-kampus negara itu. Masuknya mahasiswa asing diperkirakan mendatangkan keuntungan sebesar 45 miliar dollar AS per tahun untuk ekonomi Negeri Paman Sam.

https://money.kompas.com/read/2020/05/23/064616026/jadi-ladang-bisnis-banyak-universitas-top-dunia-terancam-karena-corona

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke