Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ada Corona, Penerimaan Cukai Rokok Malah Naik, Ini Sebabnya

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, penerimaan negara dari bea dan cukai naik 16,17 persen. Realisasi hingga akhir April 2020 mencapai Rp 57,66 triliun atau 24,65 persen dari APBN sesuai Perpres 54/2020.

Realisasi dari penerimaan dari Ditjen Bea Cukai adalah Rp 57,66 triliun. Penerimaannya tumbuh 16,17 persen. Ini 24,65 persen dari target APBN sesuai Perpres 54/2020,” ungkap dia seperti dikutip dari laman Setkab, Minggu (24/5/2020).

Penerimaan cukai yang meningkat disumbang oleh penerimaan cukai hasil tembakau.

“Pertumbuhannya didorong oleh penerimaan dari cukai, khususnya cukai hasil tembakau yang meningkat 25,08 persen,” terang Suahasil.

Penerimaan cukai hasil tembakau yang meningkat disebabkan karena limpahan penerimaan tahun sebelumnya sebagai efek dari PMK No.57/PMK04.2017 tentang Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai.

“Penerimaan yang tinggi ini disebabkan karena limpahan penerimaan tahun sebelumnya, efek dari PMK 57,” kata Suahasil.

Selain itu dikutip dari Kontan, selama Januari-April 2020 lalu, kenaikan cukai disebabkan pembelian pita cukai yang melonjak akibat pabrik-pabrik industri hasil tembakau membeli cukai lebih awal karena antisipasi terjadinya pembatasan sosial.

Kekhawatiran industri rokok diakibatkan implementasi dan jangka waktu pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di daerah yang tidak seragam. Alhasil distribusi rokok jadi terganggu.

Penerimaan PNBP

Sementara itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga akhir April 2020 tercatat sebesar Rp 114,5 triliun atau masih tumbuh 21,7 persen dibanding tahun lalu.

Penerimaan PNBP yang positif disumbang dari Badan Layanan Umum (BLU) terutama yang terkait dengan kelapa sawit, pendapatan jasa rumah sakit dan sektor telekomunikasi.

“Pendapatan yang tinggi disebabkan dari pendapatan BLU yang naik, terutama BLU kelapa sawit, pendapatan jasa rumah sakit, penyelenggaraan telekomunikasi,” papar dia.


Selain itu, kontribusi PNBP juga disumbang dari Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND) terutama dari dividen dan surplus Bank Indonesia.

Pengeluaran rokok

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pengeluaran konsumsi per kapita dalam sebulan penduduk Indonesia sepanjang tahun 2019.

Pengeluaran per kapita untuk kebutuhan makanan sebesar 49,14 persen. Sementara pengeluaran untuk kebutuhan non-makanan dicatat sebesar 50,86 persen.

Dari data pengeluaran makanan tersebut, jumlah uang yang dikeluarkan untuk rokok nilainya cukup besar. Menurut BPS, pengeluaran untuk membeli rokok dalam sebulan mencapai 6,05 persen secara rata-rata nasional.

Angka per kapita menghitung seluruh populasi penduduk di Indonesia. Banyak penduduk non-perokok dimasukan dalam variabel. Sehingga angka riil pengeluaran untuk rokok bisa lebih besar.

Pengeluaran uang untuk membeli rokok ini lebih besar dibanding uang yang dipakai untuk membeli beras yakni sebesar 5,57 persen sebulan.

Masih menurut catatan BPS, dalam satu bulan, pengeluaran rokok masyarakat Indonesia ini setara dengan gabungan pengeluaran susu, telur ayam, dan sayur-sayuran.

https://money.kompas.com/read/2020/05/24/095119826/ada-corona-penerimaan-cukai-rokok-malah-naik-ini-sebabnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke