Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Lepas Status Dirut BUMN, Kini Wahyu Lebih Bahagia Jadi Petani

BANDUNG BARAT, KOMPAS.com - Memiliki gaji lebih dari cukup plus menikmati sederet fasilitas, tak selamanya bisa membuat hati nyaman. Kondisi ini yang dirasakan Wahyu, eks Direktur Utama PTPN VIII yang kini mantap memilih terjun sebagai petani.

Selama puluhan tahun, karirnya malang melintang di sejumlah perusahaan pelat merah antara lain direksi di PT Pertani (Persero), Perum Bulog, dan terakhir di PTPN VIII.

Kepada Rini Soemarno, Menteri BUMN saat itu, Wahyu bulat mengajukan pengunduran diri sebagai Direktur Utama PTPN VIII yang baru dijabatnya kurang dari 2 tahun. Alasannya sederhana, ingin banting setir jadi petani.

Ancang-ancang jadi petani dan hidup di desa sebenarnya dipersiapkannya cukup lama. Dia menggarap lahan yang sudah dibelinya secara bertahap di daerah Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

"Sama sekali tidak ada basic pendidikan petani. Tapi saya besar di lingkungan dan orang tua petani di Ciamis. Jadi sudah niat dari dulu, berhenti bekerja dan bertekad jadi petani. Secara hati nurani, ternyata saya rasakan lebih nyaman bertani di desa daripada bekerja sebagai dirut di PTPN," kata Wahyu kepada Kompas.com pekan lalu.

Dirinya bercerita, lahan di Lembang seluas 2 hektar juga dibelinya secara bertahap dalam beberapa tahun karena keterbatasan uang. Dibantu dengan beberapa petani setempat, Wahyu menanam berbagai jenis sayuran dan puluhan varietas buah alpukat. Beternak kambing etawa juga dilakoninya. 

"Saya beli tanahnya sampai 2 hektare dicicil sejak 2012. Sedikit demi sedikit dirintis sejak 8 tahun lalu, termasuk bertani secara hidroponik. Dan sekarang saya senang alpukatnya saat ini sudah banyak yang berbuah," tuturnya.

Kecintaan pada alpukat

Sebagai petani buah, dirinya perlu fokus pada satu komoditas. Alpukat dipilih sebagai buah yang dikembangkannya secara luas di Lembang. Dengan banyaknya varietas alpukat lokal, dirinya punya harapan, alpukat bisa jadi komoditas ekspor yang menguntungkan untuk petani di masa mendatang.

"Saya pilih alpukat karena pertama di Indonesia ini varietasnya sangat banyak. Saking beragamnya, di Indonesia bahkan bisa lebih dari 100 varietas, baik yang di dataran tinggi maupun rendah," kata dia.

Menurutnya, alpukat selama jadi buah yang pasarnya masih sangat luas, namun alpukat asal Indonesia relatif tak bisa berbicara banyak di pasar ekspor. Padahal, tren konsumsi buah ini juga terus meningkat seiring kesadaran akan pola hidup sehat.

Di negara-negara tetangga seperti Malaysia maupun Singapura, buah dengan nama lain avocado ini banyak diimpor dari Australia dan negara-negara Amerika Latin. Hal ini yang sebenarnya bisa dijadikan peluang bagi petani Indonesia. 

Pasar domestik juga sangat menjanjikan. Buah ini hampir selalu laris manis di pasar lokal. Dia mencontohkan, alpukat yang dijual pedagang pinggir jalan maupun di pasar tradisional relatif memiliki kualitas yang kurang baik, namun tetap saja laris di pasaran.

"Tanaman ini bisa tumbuh di mana saja, banyak orang mencarinya karena orientasi hidup sehat karena kolesterolnya yang sehat, artinya prospek pasarnya tetap bagus dan harganya juga selalu stabil," ujar jebolan Fakultas Peternakan Unpad tahun 1991 ini.


Wahyu menguraikan, sulitnya alpukat lokal masuk ke pasar ekspor karena belum bisa memenuhi preferensi pasar ekspor. Dari sekian banyak varietas yang ada di Indonesia, sebenarnya hanya sedikit yang cocok di lidah penikmat buah di luar negeri.

"Orang sini suka alpukat yang manis, ternyata di luar negeri tidak demikian. Banyak gula, artinya kualitas jelek. Dan yang dijual di Indonesia alpukatnya sangat beragam, harus seragam untuk pasar ekspor. Seperti di Australia yang ditanam di lahan luas," ungkap Wahyu.

Di Lembang, dirinya kini tengah mengembangkan varietas alpukat lokal dan luar negeri, termasuk persilangan keduanya. Beberapa vaietas yang tengah dibudidayakannya seperti alpukat aligator, alpukat lilin, dan paneling.

Wahyu mengaku beruntung karirnya banyak dihabiskan di BUMN yang bergerak di sektor perkebunan dan pertanian. Pengetahuan pertanian, termasuk soal pemasaran pasca-panen, sangat membantunnya mengelola lahan pertanian terintegrasi yang dinamainya Nabila Farm.

"Pemasaran kita kerja sama dengan sebuah brand sayuran bermerk yang jaringan distribusinya sudah ke seluruh Indonesia. Kita terapkan standarisasi yang sama untuk kualitas, semi organik alias tanpa pestisida," ucap Wahyu.

Bangun pesantren

Setelah bertani, Wahyu juga menyibukkan diri untuk mengurus pesantren yang sudah dirintisnya sejak tahun 2011 silam. Dia kini tengah mengembangkan pesantren Tahfiz Quran dan yayasan pendidikan untuk SD hingga SMP di Ngamprah, Bandung Barat.

"Alhamdulillah sudah ada pesantren rumah tahfiz dan yayasan sampai SD. Dan yang lulus SD kan ingin lanjut SMP di tempat yang sama, makanya kita lagi kembangkan terus bangun sekolahnya dalam satu kawasan," kata Wahyu.

Dikatakannya, pilihan hidup di pedesaan dan jadi petani adalah jalan hidup yang memberinya kepuasan batin tersendiri.

"Kalau bicara petani itu kegiatan yang sangat mulia, semua bisa jadi amal jariyah. Kita tanam sayur, hasil panennya bisa kita bagikan itu sedekah, sayurnya dimakan ulat itu juga sedekah," ungkap Wahyu.

"Kebetulan saya juga dibantu 20 orang urus lahan, keseharian selalu bersama mereka, makan bersama, bekerja di ladang bersama, itu juga kebahagian. Ada kepuasan tersendiri di mana kita bisa lebih dekat dengan Yang Maha Kuasa," katanya lagi.

https://money.kompas.com/read/2020/05/30/100600126/lepas-status-dirut-bumn-kini-wahyu-lebih-bahagia-jadi-petani

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke