Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menko PMK Soal Iuran BPJS Kesehatan: Tak Mungkin Pemerintah Terbebani Terus

Muhadjir mengatakan dengan tarif iuran yang berlaku saat ini, pemerintah harus menambal selisihnya dengan besaran iuran berdasarkan perhitungan aktuaria. Namun demikian, hal tersebut tidak bisa berlangsung secara terus menerus jika disesuaikan dengan kapasitas fiskal pemerintah.

"Bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional itu iya, kalau di bawah aktuaria artinya pemerintah yang menangani," ujar Muhadjir ketika memberikan paparan kepada Komisi IX DPR RI, Kamis (11/6/2020).

"Tapi tentu tidak mungkin pemerintah akan terbebani terus menerus dengan kapasitas fiskal yang ada. Idealnya ini iuran, gotong royong, sehingga ditanggung bersama secara aktuaria ini. Bukan berarti pemerintah tidak bertanggung jawab," sambung dia.

Sebagai informasi, berdasarkan perhitungan aktuari oleh Persatuan Aktuaria Indonesia (PAI), besaran iuran BPJS Kesehatan PBPU untuk masing-masing kelas sebesar Rp 286.08 untuk kelas I, Rp 184.617 untuk kelas II, dan Rp 137.221 untuk kelas III.

Sementara tarif yang berlaku saat ini, iuran BPJS Kesehatan masing-masing kelas sebesar Rp 150.000 per orang per bulan untuk kelas I, kelas II sebesar Rp 110.000 per orang per bulan, dan kelas III sebesar Rp 42.000 per orang per bulan.

"Seperti yang diketahui iuran yang berlaku saat ini masih di bawah perhitungan aktuaria dan dilakukan oleh lembaga yang kredibel, PAI, dan itu memerhitungan aspek risiko," kata dia.


Dia pun mengatakan, jika disesuaikan dengan aturan, maka tarif iuran BPJS Kesehatan seharusnya ditinjau ulang secara berkala.

Pemerintah terakhir menaikkan besaran iuran untuk PBPU kelas I dan II pada tahun 2016 lalu, sementara untuk peserta kelas III terakhir kali dinaikkan pada tahun 2014.

Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan dengan adanya Perpres 64 tahun 2020, maka defisit BPJS Kesehatan hingga akhir tahun sebesar Rp 185 miliar.

Angka tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan perhitungan proyeksi defisit BPJS Kesehatan setelah putusan pembatalan Perpres 75 tahun 2019 yang bisa mencapai Rp 3,9 triliun

Sementara, jika Perpres 75 tahun 2019 berlaku dan tidak dibatalkan oleh MA, BPJS Kesehatan berpotensi surplus hingga Rp 3,7 triliun.

"Kalau tidak ada putusan MA, sesuai denngan Perpres 75 tahun 2019, sejak Januari sampai Desember, di akhir tahun 2020 dana JSN (Jaminan Sosial Nasional) bisa surplus 3,7 triliun, programnya sudah akan membaik dalam beberapa waktu ke depan," ucap Fachmi.

https://money.kompas.com/read/2020/06/11/183100726/menko-pmk-soal-iuran-bpjs-kesehatan--tak-mungkin-pemerintah-terbebani-terus

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke