Ekonom Indef Dradjad H Wibowo mengaku masih belum yakin dengan ide cetak uang yang dilontarkan para wakil rakyat di Senayan itu. Pasalnya, rupiah bukan mata uang kuat seperti dollar AS yang semua negara membutuhkannya.
"Katakanlah MMT (Modern Monetary Theory/cetak uang) diterima di AS. Semua negara butuh dollar, AS bisa bebas terapkan MMT. Itupun kalau MMT diterapkan di AS. Saya yakin kalau diterapkan di Indonesia, kita enggak kuat rupiahnya," kata Dradjad saat diskusi daring, Jumat (19/6/2020).
Dradjad menuturkan, check and balance keuangan Indonesia masih lemah. Lemahnya check and balance bisa disalahgunakan para pemegang kekuasaan untuk berfoya-foya, salah satunya memenangkan suara.
Jika ingin menerapkan MMT, perlu hitung-hitungan amat rinci seberapa besar meledaknya pasar.
"Kalau mau terapkan MMT, check and balance harus kuat, sistemnya sangat ketat. Menerapkan MMT di Indonesia ya, masih jauh lah," tuturnya.
Sebelumnya, Badan Anggaran DPR RI mengusulkan ke pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang hingga Rp 600 triliun. Cetak uang lebih banyak, bertujuan untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia dari dampak virus Corona (Covid-19).
Wacana cetak uang baru dilontarkan setelah melihat defisit APBN yang melebar di atas 5 persen dari sebelumnya hanya 1,75 persen. DPR bilang, cetak uang baru, lebih menguntungkan ketimbang menambah utang.
Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan ikut buka suara menyikapi anggota dewan yang ngotot agar pemerintah dan BI merealisasikan wacana mencetak rupiah lebih banyak. Dia mempertanyakan motivasi di balik wacana tersebut.
https://money.kompas.com/read/2020/06/20/163700226/cetak-uang-saat-krisis-likuiditas-amankah-bagi-indonesia-