JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan melaporkan, penyaluran subsisi LPG 3 kilogram (kg), subsidi BBM jenis solar, dan subsidi listrik hingga saat ini masih belum tepat sasaran.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menjelaskan untuk itu pemerintah perlu melakukan transformasi kebijakan penyaluran subsidi.
Pasalnya, hingga saat ini, lebih banyak penduduk yang masuk kategori penduduk kaya yang menikmati subsidi LPG 3 kg dibanding penduduk miskin.
"40 persen penduduk termiskin menikmati 36,4 persen dari budget subsidi. Tetapi 40 persen penduduk terkaya malah menikmati hampir 40 persen dari budget subsidi," jelas Febrio ketika melakukan rapat dengan Badan Anggaran RI, Kamis (25/6/2020).
Menurut Febrio, reformasi penyaluran subsidi harus segera dilakukan. Pasalnya, dengan skema subsidi terbuka untuk LPG 3 kg dan BBM solar seperti yang berlaku saat ini terjadi pemborosan pada anggaran.
Sebab, tak hanya membebani anggaran dari sisi impor yang terus membengkak dan harga komoditas yang bergejolak, di sisi lain kebutuhan subsidi terus meningkat.
Dari sisi realisasi, kata Febrio penyaluran subsidi berbasis orang sama seperti program keluarga harapan (PKH), kartu sembako, kartu Indonesia pintar (KIP), dan bantuan sosial (bansos) lainnya lebih baik dibandingkan penyaluran subsidi energi.
Oleh karenanya, Febrio mengungkapkan pemerintah mengusulkan skema penyaluran subsidi energi pada tahun 2021 berbasis orang atau sama seperti program bansos.
Pengubahan skema penyaluran, dikatakan Febrio juga karena kurang efisien lantaran selalu menimbulkan masalah kurang bayar yang menjadi piutang pemerintah kepada PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) setiap tahunnya.
"Ini harus dibenerin, di-reform. Ini sesuatu yang harus dilakukan segera jangan ditunda lagi, ini harapan kita," kata Febrio.
Menanggapi hal tersebut, anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi Gerindra El Nino Husein menyinggung soal ketepatan data penerima manfaat, khususnya 40 persen yang berada pada desil paling bawah. Sehingga penyaluran subsidi energi benar-benar tepat sasaran.
"Yang dimaksud orang miskin 40 persen berdasarkan data mana? Data keadaan normal puluhan tahun kita perbaiki saja selalu salah sasaran. Berapa tahun diperbaiki untuk buat subsidi BBM, gas, listrik tepat sasaran?" ujar dia.
Sementara anggota Badan Anggaran dai Fraksi Demokrat menilai strategi pemerintah untuk menyalurkan subsidi langsung kepada orang, alih-alih subsidi terbuka terhadap komoditas yang bersangkutan merupakan langkah yang tepat.
Namun, dia meminta pemerintah membenahi data penerima manfaatnya terlebih dulu.
"Selain ketepatan data DTKS, DTKS harus update cepat untuk akomodir perubahan status sosial masyarakat. Karena pandemi, masyarakat banyak berubah dari mampu ke tidak mampu. Kalau bisa realtime untuk update data tersebut. Karena situasi pandemi sangat dinamis dan perubahan ekonomi masyarakat berubah sangat cepat," ujar Bramantyo.
Dia pun menyarankan agar pemerintah memberlakukan skema baru ini secara bertahap. Sebab, pemerintah sendiri belum memaparkan mengenai cetak biru alias blueprint dari rencana kebijakan penyaluran subsidi langsung kepada orang di 2021.
https://money.kompas.com/read/2020/06/26/075000626/kemenkeu--subsidi-tak-tepat-sasaran-dinikmati-40-persen-warga-terkaya