Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Wajah KRL di Masa Lalu

JAKARTA, KOMPAS.com - Kereta Rel Listrik atau KRL sangat akrab bagi para komuter di Jabodetabek. Jutaan orang sangat bergantung pada moda transportasi berbasis rel ini. KRL juga identik dengan penumpang yang berjubel pada jam-jam kerja.

Namun jika menengok beberapa tahun ke belakang, KRL jadi gambaran buruknya transporasi perkeretaapian di Indonesia. Tak hanya berdesakan di dalam gerbong, penumpang kereta juga lazim meluber di atas kereta yang membahayakan penumpang, baik risiko terjatuh hingga tersengat kabel listrik aliran atas (LAA).

Dilansir Harian Kompas, 1 April 2013, Direktur PT Kereta Api Indonesia (KAI) saat itu, Ignasius Jonan, menegaskan pada bulan September 2013, tidak ada lagi KRL tanpa pendingin ruangan (AC) di Jabodetabek.

”Kini sudah tak ada lagi yang jual kereta tanpa AC (pendingin ruangan). Jadi, kami jalankan rangkaian kereta AC untuk menggantikan KRL ekonomi,” ujar dia.

Pasca-penarikan KRL ekonomi, dipastikan tinggal satu kelas pelayanan KRL, yakni KRL berpendingin ruangan. Sebelumnya, selisih tarif KRL ekonomi dan ekonomi cukup tinggi, yakni Rp 7.000.

Saat itu, definisi KRL kelas ekonomi sangat kabur. Selama ini KRL ekonomi identik dengan kereta yang dibeli pemerintah dan tanpa pendingin ruangan. Penumpang KRL ekonomi mendapatkan subsidi dari pemerintah sehingga tarifnya bisa berkisar Rp 1.000-Rp 2.000.

Berdasarkan Pasal 153 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, disebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab membayarkan selisih antara tarif kereta ekonomi yang ditetapkan pemerintah dan tarif yang dihitung operator.

Tarif KRL sendiri masih di bawah tarif bus. Tiket bus non-AC dari Bogor ke Jakarta mencapai Rp 7.000, sedangkan tiket bus dengan pendingin ruangan Rp 10.000.

Dana yang minim ini membuat armada KRL ekonomi tidak pernah berganti. Usia KRL ekonomi lebih dari 18 tahun. Bahkan, KRL jenis rheostatic yang pertama kali digunakan saat KRL dari Jepang masuk Jakarta tahun 1976 masih dipakai.

Jumlah KRL ekonomi yang siap operasi sekitar 120 unit per hari dari total 400 unit KRL siap operasi. KRL ekonomi melayani 110 perjalanan dari total 460 perjalanan KRL Jabodetabek.

KRL ekonomi pengganti KRL non-AC kondisinya juga tak kalah memprihatinkan. KRL sering mogok, pintu tidak bisa ditutup, dan pengadaan suku cadang sulit sehingga harus dikanibal. Hal ini sangat membahayakan perjalanan KRL dan penumpangnya.

Dikutip dari Wartakota, penghapusan sejumlah jadwal KRL ekonomi mengundang protes dari penumpang. Bahkan, banyak penumpang kereta ekonomi yang biasa berangkat dari Stasiun Bogor mengancam mendemo PT KAI jika seluruh jadwal kereta ekonomi dihapus.

"Yang jam 08.41 sudah enggak ada, saya jadi naik yang jam 09.01. Kalau jadwal ekonomi dihapus, kami akan demo," ancam Sukesih (35), salah satu penumpang setia kereta ekonomi saat itu.

Protes serupa juga disampaikan Anda (55), penumpang kereta ekonomi lainnya. Dia mengaku cukup untuk naik Commuter Line (CL) karena harga tiketnya mahal.

"Uang makan saya per hari cuma Rp 20.000, kalau naik Commuter Line, berarti Rp 18.000 buat berangkat dan pulang, sisa uang makan saya tinggal Rp 2.000," kata Anda yang sudah menggunakan kereta selama puluhan tahun.

Saat pagi dan sore hari, pemandangan para penumpang terlihat berebut saat naik ke dalam gerbong kereta api ekonomi sudah sangat lazim.

Mereka saling berdesakan di pintu masuk kereta yang sempit. Sejumlah penumpang yang sudah berhasil masuk, langsung menggelar koran untuk alas duduk di lantai gerbong di rangkaian paling belakang yang dekat dengan ruang masinis.

"Demo demo kalau semua kereta ekonomi dihapus," teriak para penumpang kompak.

Perubahan lainnya dilakukan pada Juni 2013, saat PT KAI Commuter Jabodetabek akan memberlakukan tiket berdasarkan jumlah stasiun yang dilewati penumpang kereta rel listrik.

Simulasi yang dilakukan PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) antara lain dengan menerapkan tarif termurah untuk penumpang yang menempuh maksimal lima stasiun sebesar Rp 3.000. Untuk tiga stasiun berikutnya, penumpang dikenai tambahan Rp 1.000.

https://money.kompas.com/read/2020/06/29/093600226/wajah-krl-di-masa-lalu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke