Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dari Cemilan "Rambut Nenek", Ryan Raup Omzet Rp 100 Juta

Sebelum resmi mengeluarkan produk arum manisnya di tahun 2017, ia pernah menjalankan bisnis di bidang konveksi. Hanya saja bisnis konveksi yang ia jalani mengalami kebangkrutan karena ditipu dan mau tak mau ia harus menjual semua alat-alat konveksinya untuk menutupi kerugian.

"Sisa uang dari usaha konveksi itu mungkin sekitaran Rp 3 juta-an," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (5/7/2020).

Selang beberapa waktu, Ryan mencoba kembali bangkit dengan mengembangkan bisnis baru. Awalnya dia mendapatkan ide dari salah satu temannya yang memiliki bisnis arum manis.

Setelah mengobrol panjang, Ryan pun merasa tertarik untuk terjun ke bisnis cemilan manis ini. Dia pun melakukan riset kecil-kecilan dengan langsung datang ke pasar-pasar.

Akhirnya Ryan pun berbulat hati memutuskan untuk menjual produk arum manis. Usaha Ryan pun tidak langsung berjalan lancar, 3 sampai 4 bulan mencoba memasarkan produknya, belum menunjukkan perkembangan. Masyarakat masih belum menyambut baik dagangannya.

"Yang beli masih sepi, paling yang berhasil terjual itu 5-10 pieces saja. Bahkan lebih sering tidak laku juga," kenangnya.

Belajar dari hal tersebut, Ryan mulai menyusun kembali strategi bisnisnya. Melakukan penjualan di pasar, di taman, hingga masuk ke mal-mal pun ia lakukan untuk mempromosikan produknya.

Di tengah menghadapi berbagai tantangan usahanya, Ryan akhirnya mencoba berpikir untuk melakukan re-branding produknya. Mulai dari bentuk kemasan hingga target pasar.

Lambat laun, akhirnya usaha yang ia geluti pun mulai menunjukkan hasil yang positif. Masyarakat menerima produk arum manisnya.

"Yang biasanya produk saya seharinya terjual 5 sampai 10 pieces, kini bisa mencapai 1.000 pieces bahkan ada 300 reseller yang mendaftar ke saya dalam waktu seminggu," jelasnya.

Saat ini usaha Snazzy Boom sudah memiliki berbagai varian rasa seperti Frambozen, Durian Boom, Gummy Boom, Melon Boom, Original Boom, Choco Boom dan Pineapple Boom. Sementara harganya dibanderol mulai dari Rp 15.000 hingga Rp 20.000 per kalengnya.

Ryan mengaku omzet yang dikantonginya sudah lebih dari Rp 100 juta dalam sebulan.

Pandemi

Saat mulai menikmati buah kerja kerasnya, terjangan pandemi Covid-19 datang.  Usahanya pun terdampak. Omzet penjualan Snazzy Boom mengalami penurunan.

"Omzet kita memang turun 50 persen. Hal ini sebagian disebabkan oleh adanya masalah internal di perusahaan kita dan ditambah lagi dengan adanya tekanan dari pandemi," ungkapnya.

Untuk mengatasinya, Ryan pun melakukan beberapa upaya agar bisnisnya bisa sustainable.

Hal pertama yang dilakukannya adalah dengan me-repacking produk yang dijual supaya sesuai dengan daya beli masyarakat.

Ryan mengatakan, agar produk arum manisnya tetap laku dan bisa dibeli masyarakat, pihaknya mengubah ukuran kemasan yang ia jual menjadi lebih kecil, yang awalnya kemasan berisi 65 gram diubah menjadi 25 gram.

"Kenapa kami ubah menjadi sedikit? Karena kami melihat pandemi seperti ini membuat masyarakat lebih memprioritaskan kebutuhan pokok atau premier, sementara produk yang kami jual itu sifatnya lebih ke snacking sehingga sedikit orang yang membelinya," katanya.

Selain itu, Ryan juga terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai upaya efisiensi.  Dia hanya mempertahankan para karyawan yang memiliki kompetensi serta loyalitas untuk tetap bekerja di perusahaannya.

"Memang saya putuskan untuk meng-cut beberapa karyawan yang kami anggap tidak mau bekerja. Kita juga harus menyelamatkan dari sisi organisasi dan melihat siapa yang benar-benar mau bekerja, yang memiliki loyalitas ke perusahaan, berkompeten dan memiliki integritas yang tinggi," katanya.

Adapun upaya ketiga adalah dengan memanfaatkan marketplace dengan menggaet para reseller dan agen-agen area.

Cara ini menurut dia cukup berhasil. Per bulannya sebutnya, penambahan jumlah reseller selama masa pandemi bisa mencapai 200-an reseller.

Dengan bertambahnya jumlah reseller ini kata dia, mulai menunjukkan perubahan yang positif.

"Dengan melakukan cara-cara ini dan ditambah berkat adanya reseller baru, transaksi penjualan kami mulai naik. Di Juni kemarin kenaikannya mencapai dua kali lipat, dan untuk bulan ini saya optimistis juga akan naik," ungkapnya.

Sementara terkait pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah, dia mengaku tidak terlalu terganggu. Meski menurut dia, hal ini membuat  beberapa reseller harus datang ke gudang JNE untuk mengambil barang yang ia kirim.

"Karena ada PSBB kemarin di beberapa wilayah, reseller kami jadi harus menjemput ke gudang JNE langsung sih, biasanya kan diantar ke rumah mereka masing-masing. Cuma memang enggak terlalu berdampak sama perusahaan," jelasnya.

Sementara mengenai kebutuhan bahan baku, Ryan mengakui adanya sedikit masalah. Bukan dikarenakan ketidaktersediaan stok, hanya saja harga untuk bahan bakunya yaitu gula, harganya relatif mahal.

Untuk menyiasatinya, Ryan harus mengorbankan sedikit marginnya untuk keluar dan menaikkan harga produknya.

"Yang biasanya harganya, misalnya Rp 13.000 per pack saya naikkan menjadi Rp 14.000. Margin saya setengah pun juga saya korbankan lah untuk menutupi biaya produksi," ucapnya.

Ryan yakin dengan upaya-upaya yang dilakukannya tersebut bisa membuat usahanya tetap bertahan di tengah pandemi ini.

https://money.kompas.com/read/2020/07/05/141600126/dari-cemilan-rambut-nenek-ryan-raup-omzet-rp-100-juta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke