Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

[WAWANCARA DIRUT GARUDA] Status Dana Talangan Masih "Insyaallah"....

Hal ini jelas membuat operator kehilangan pendapatannya. Termasuk Garuda Indonesia. Lantas, apa saja ikhtiar yang dilakukan oleh maskapai ini agar bisa bertahan?

Kompas.com pekan lalu mewawancarai Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra untuk mengetahui strategi yang dilakukan agar maskapai ini tetap bisa beroperasi. Berikut petikannya:

Bagaimana kesan Anda memimpin Garuda saat maskapai ini menghadapi pandemi Covid-19? 

Terus terang saja, sejak saya menjabat sebagai Dirut Garuda, belum pernah sekalipun terbang akibat pandemi ini. Namun, saya setiap hari harus ke kantor melihat perkembangan yang ada.

Bagaimanapun, yang sedang kita hadapi ini bukanlah problem yang terjadi di satu industri, namun seluruh sektor. Bandingkan ketika harga batu bara anjlok, itu problem hanya dihadapi oleh industri tambang komoditas tersebut. Sementara sektor lain seperti pariwisata, otomotif, tidak ada masalah.

Kondisi saat ini sangat berbeda, bahwa semua sektor terkena dampaknya. Apalagi industri transportasi ini adalah backbone dari insutri-industri lainnya terkait kegiatan mobilisasi penumpang dan barang. Ketika aktivitas mobilisasi menjadi “makruh” (lebih baik tidak dilakukan) untuk mencegah penyebaran Covid-19, ini pasti menjadi masalah.

Apalagi, pandemi ini clustering, dan penyebaran yang luas itu selalu identik dengan pesawat.

Bagaimana dampak Covid-19 terhadap bisnis Garuda Indonesia?

Bisnis maskapai ini modalnya gede. Capital extensive. Tapi keuntungannya kecil. Maskapai ini memang terlihat "seksi". Siapapun pengusaha yang masuk ke bisnis ini, pasti dibilang wow...

Meski terlihat keren, saat ini pendapatan kami turun hingga 90 persen. Pertanyaannya, apakah pada saat yang bersamaan kami bisa menurunkan cost sebesar itu? Tidak bisa.

Cost ini ada fix dan variable. Fix cost meliputi sewa pesawat, SDM, dan sebagainya. Untuk variable cost, itu terdiri dari kendaraan operasional, biaya kantor, dan sebagainya. Menurunkan variable cost itu gampang, tapi untuk yang fix cost ini yang susah.

Apalagi ketika kami dituntut untuk mengurangi biaya terkait SDM. Bagaimanapun, SDM ini diperlukan untuk future growth. Ini berkaitan dengan pesawat-pesawat yang sudah kami pesan beberapa tahun lalu. Kalau pesawat itu datang dan SDM tidak mencukupi, bagaimana bisnis ke depannya?

Lantas, apa yang dilakukan oleh manajemen Garuda untuk menekan fix cost?

Memangkas fix cost terkait SDM memang cukup sensitif untuk dibicarakan pada hari-hari ini. Jangan sampai manajemen bertindak "dzalim". Perusahaan berupaya untuk tetap memberikan hak-hak pekerja sampai kami benar-benar tidak mampu. Hari ini masih diupayakan jalan lain.

Kami upayakan jalan lainnya, yakni melakukan renegosiasi terkait pengiriman pesawat. Kami berupaya untuk menunda kedatangan pesawat yang telah kami pesan sebelumnya agar biaya tidak besar. 

Selain itu, kami juga berbicara dengan lessor untuk negosiasi terkait harga dan status sewa pesawat. Kami mempersilakan jika lessor mau mengambil pesawat yang kami sewa. Namun lessor juga tak punya pilihan jika pesawat tersebut diambil kembali.

Hasilnya?

Mayoritas feedback dari lessor positif. Bagaimanapun, model bisnis leasing ini kan sederhana. Jika kita sewa 3 tahun dan di tengah jalan ingin diturunkan harganya, oke bisa, dengan syarat tenor menjadi lebih panjang misalnya menjadi 6 tahun ya. Kira-kira begitulah.

Selain itu, pesawat yang kami renegosiasi juga memenuhi regulasi yang ada. Beberapa airport memberikan ketentuan usia maksimal pesawat. Kami bisa memastikan usia pesawat tersebut sesuai regulasi.

Selain pesawat, bagaimana dengan utang yang harus dibayar? 

Sukuk kami restrukturisasi lebih panjang 3 tahun, dan ini biasa ketika perusahaan hadapi kondisi yang tidak sesuai rencana. Namun problemnya, bagaimana meyakinkan para pemberi dana ini punya kepastian jangka panjang di tengah situasi seperti ini?

Ketika sukuk direstrukturisasi 3 tahun, tentu ada syaratnya yaitu 75 persen pemegang sukuk setuju, proposal restrukturisasi bisa diterima. Alhamdulillah beberapa hari setelah masuk proposal, mereka setuju.

Kami juga sudah berbicara dengan pemegang sukuk terbesar, mereka juga setuju dengan restrukturisasi ini.

Hal ini menandakan bahwa proposal yang kami ajukan realistis. Mereka melihat ada dukungan pemerintah kepada Garuda. Investor juga melihat rencana bisnis kami sehingga mereka percaya.

Apakah ini ada kaitannya dengan dana talangan dari pemerintah?

Berita mengenai dana talangan muncul setelah kami selesai renegosiasi dari sukuk.

Bagaimana status dari dana talangan yang akan diberikan ke Garuda?

Jadi mekanismenya adalah kemenkeu mengumumkan itu, dan ini membutuhkan persetujuan DPR. DPR pun sudah menyetujui. Namun demikian, masih ada proses yang berkelanjutan.

Jadi, kalau boleh dibilang, dana talangan ini statusnya masih Insyaallah dan belum Alhamdulillah, ha..ha..ha..

Diskusi masih belum selesai, karena mekanismenya tidak segampang itu: diumumkan kemudian dana cair. Masih ada pembicaraan lanjutan mengenai berapa nilai persisnya?Kemudian dikucurkan melalui lembaga apa? Menggunakan instrumen apa? Itu masih banyak yang harus didiskusikan

Yang menjadi pertanyaan, mengapa pemerintah tidak suntik modal sekalian? Garuda itu adalah public company, ada pemegang saham lainnya. Kalau public company yang memasukkan modal tambahan, yang lain harus ikut menyuntikkan modal.

Pertanyaannya, market cap berapa besar? Mau nggak terdilusi?

Kalau saya pemegang saham kemudian terdilusi besar, pasti tidak mau. Kami managemen tidak boleh mengesampingkan pemegang saham minoritas.

Dana talangan rencananya akan digunakan untuk apa?

Yang jelas, ketika Anda minta duit, duit ini dipastikan bisa memberikan kehidupan ke depan dan tidak dihabiskan untuk "masa lalu".

Bahasa terangnya untuk working capital dan Memastikan Garuda Indonesia bisa beroperasi ke depan.

Kami yang jelas ingin memastikan semuanya berjalan transparan.

https://money.kompas.com/read/2020/07/16/141746526/wawancara-dirut-garuda-status-dana-talangan-masih-insyaallah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke