Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Erdogan, Hagia Sophia, dan Krisis Ekonomi Turki

KOMPAS.com - Turki tengah menjadi sorotan dunia terkait kebijakannya mengubah fungsi Hagia Sophia menjadi masjid. Pada awal Juli lalu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan bahwa status Hagia Sophia saat ini adalah masjid.

Hagia Sophia adalah satu situs warisan dunia UNESCO yang paling banyak dikunjungi wisatawan di Istanbul. Selama ini, tempat bersejarah tersebut difungsikan sebagai museum sejak tahun 1930-an atau setelah revolusi di Turki yang dipimpin Kemal Ataturk.

Sikap Pemerintah Turki yang mengubah bangunan peninggalan Romawi Timur itu memicu kontroversi dunia. Ini karena Hagia Sophia sebelumnya adalah katedral Kristen Ortodoks yang dibangun oleh Kaisar Byzantium Justinian I pada abad keenam.

Hagia Sophia memiliki arti penting bagi perekonomian Turki, khususnya di sektor pariwisata. Selama dijadikan sebagai museum, Hagia Sophia adalah destinasi yang paling banyak dikunjungi turis saat melancong ke Turki. 

Pada 2019, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Hagia Shopia mencapai 3,8 juta orang. Harga tiket masuk ke Hagia Sophia saat masih menjadi museum seharga 100 lira atau sekitar Rp 213.000 (kurs Rp 2.132).

Dengan beralih status menjadi masjid, kunjungan wisatawan ke tempat ini tak lagi dikenakan biaya, tetapi dengan akses yang lebih terbatas mengingat Hagia Sophia yang berubah menjadi tempat sembahyang.

Dikutip dari BBC, Sabtu (25/7/2020), resesi di Turki terjadi sejak tahun 2018. Saat itu, tercatat 4,3 juta warga Turki tidak memiliki pekerjaan sehingga tingkat pengangguran mencapai 13,5 persen.

Resesi ekonomi yang ditambah inflasi tinggi membuat Pemerintah Turki dalam posisi tertekan. Ekonomi diperkirakan akan lebih terpuruk setelah terdampak pandemi Covid-19 pada tahun ini. Inflasi pada tahun lalu bahkan mencapai 25 persen.

Dalam beberapa kesempatan, Erdogan menuding Barat berada di balik kekacauan keuangan di negaranya. Negara itu sebenarnya sempat menikmati pertumbuhan ekonomi yang kuat beberapa tahun lalu.

Dilansir dari Arab News, langkah kontroversial yang diambil Pemerintah Turki yang mengubah fungsi Hagia Sophia banyak ditafsirkan sebagai pengalihan isu saat ekonomi negara itu tengah dalam tekanan berat.

Dalam sebuah jajak pendapat yang dilakukan Turkey Metropoll, sebanyak 55 persen responden beranggapan bahwa alasan utama kebijakan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid dilakukan untuk mengalihkan perhatian publik dari perdebatan ekonomi menjelang pemilu di negara itu.

"Sebagai pemimpin yang populis, Erdogan berharap bisa menggalang dukungan," kata Soner Cagaptay dari Washington Institute.

Sejauh ini, Turki masih berjuang keras mengatasi angka inflasi yang terus meroket dan tingginya jumlah pengangguran di Turki.

Dilansir dari CNBC, kondisi ekonomi Turki bisa dikatakan tengah terperosok dalam krisis ekonomi dan belum juga pulih sejak beberapa tahun lalu.

Lira, mata uang Turki, anjlok di level paling rendah terhadap valuta asing pada Mei 2020. Sementara itu, inflasi pada bulan Juni dilaporkan cukup tinggi, yakni sebesar 12,6 persen.

Setali tiga uang, cadangan devisa Turki juga menyusut drastis sehingga tak bisa berbuat banyak untuk menutup pengeluaran impor barang maupun utang luar negerinya. Menurut para analis ekonomi, sejauh ini belum tampak adanya perbaikan dalam waktu dekat.

"Lira masih overvalue. Belum lagi utang luar negeri yang terus meningkat dalam mata uang asing. Sepertinya lira akan kembali terdepresiasi dalam beberapa bulan ke depan jika ada intervensi kebijakan fiskal," kata Can Selcuki, Direktur Pelaksana Istanbul Economics Research.

Para ekonom di Turki sudah mengusulkan agar pemerintah mengambil kebijakan menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi. Namun, Presiden Erdogan tampaknya kurang setuju.

Sebaliknya, Erdogan malah meminta bank sentral memotong suku bunga untuk alasan mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran, terutama setelah negara berpenduduk 82 juta itu dihantam pandemi virus corona.

Ibarat jatuh tertimpa tangga, ekonomi Turki yang sudah sempoyongan harus kembali tertekan karena serangan pandemi Covid-19. Sektor pariwisata yang selama ini jadi andalan devisa dan lapangan kerja Turki dalam kondisi babak belur akibat pandemi.

Sementara itu, Bank Sentral Turki tetap mempertahankan suku bunga di level 8,25 persen sepanjang Juni lalu. Lira sempat anjlok di titik paling rendah pada Mei lalu. Setiap 1 dollar AS bernilai 6,85 lira Turki. Nilai lira bisa lebih rendah jika negara itu tak melakukan redenominasi.

Sementara mengutip laporan Moody pada awal bulan ini, pasar akan merespons negatif terhadap sejumlah kebijakan ekonomi Turki dan memprediksi ekonomi negara itu akan mengalami kontraksi hingga 5 persen pada tahun 2020.

"Dana Moneter Internasional (IMF) juga memperkirakan ekonomi Turki akan mengalami kontraksi 5 persen," tulis Moody dalam keterangannya.

Sementara itu, Bank Sentral Turki juga dalam kondisi sulit dalam memutuskan kebijakan moneternya. Intervensi terhadap mata uang asing untuk menguatkan lira justru membuat cadangan devisa, termasuk emas, terkuras.

Menurut laporan Fitch Ratings, cadangan devisa Turki menyusut hanya menjadi 33 miliar dollar AS pada akhir Juni lalu. Sementara pada akhir tahun 2019, cadangan devisa yang dimiliki Turki dilaporkan masih berada di level 87 miliar dollar AS.

"Turunnya cadangan devisa semakin menambah lemahnya kredibilitas kebijakan moneter dan suku bunga, sehingga meningkatkan risiko tekanan eksternal," tulis Fitch dalam laporannya.

Di dalam negeri Turki, lesunya permintaan dan harga BBM yang rendah jadi penolong bagi Turki agar angka inflasi tak semakin tinggi.

"Saya pikir kondisi ini masih akan sulit dalam beberapa waktu ke depan. Mungkin kita berada di tren di mana inflasi naik lebih tinggi. Namun, saya tidak terlalu setuju dengan pernyataan bahwa ekonomi kita sudah mencapai titik terendahnya," ucap Selcuki.

https://money.kompas.com/read/2020/07/25/115019726/erdogan-hagia-sophia-dan-krisis-ekonomi-turki

Terkini Lainnya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke