Tantangan pertama adalah dari segi demografi. Hal ini karena beragamnya budaya yang ada di Indonesia, mulai dari bahasa, adat, suku hingga ras. Belum lagi tingkat pendidikan dan perekonomian masing-masing wilayah di Indonesia juga berbeda.
"Makanya itu perlu strategi untuk melaksanakan ini, seperti pendekatan edukasi dan literasi serta penyusunan 10 sasaran prioritas dalam melaksanakan kegiatan edukasi," ujarnya dalam diskusi OJK yang disiarkan secara virtual, Rabu (19/8/2020).
Menurut dia, 10 sasaran prioritas ini mulai dari pelajar, mahasiswa, profesi, karyawan, petani, nelayan, TKI dan calon TKI, hingga disablitas.
Lalu tantangan yang kedua adalah dari segi geografis. "Kita berada di kepulauan, akses internet belum merata sehingga edukasi tanpa tatap muka menjadi sulit untuk digencarkan," katanya.
Selain itu pula adanya masalah gap indeks literasi keuangan yang terjadi di wilayah pedesaan dan perkotaan yang bisa menghambat.
Kristianti menyebut gap indeks literasi keuangan yang terjadi di wilayah perkotaan, indeksnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di desa.
"Dari total 34 provinsi di Indonesia ada 21 provinsi yang indeks literasinya masih di bawah indeks literasi nasional dan ini juga menjadi penghambat kita," katanya.
Untuk itu OJK sebagai otoritas di bidang keuangan memiliki strategi khusus untuk meningkatkan literasi keuangan dengan melakukan berbagai upaya seperti mengembangkan siklus perencanaan strategis edukasi dan literasi, mengembangkan edukasi digital, memperkuat program edukasi dan literasi keuangan syariah, memperkuat infrastruktur edukasi dan memperkuat aliansi strategis dengan stakeholder dan masyarakat.
Dia berharap dengan adanya strategi ini tingkat literasi keuangan di Indonesia khususnya di daerah terpencil bisa semakin meningkat.
https://money.kompas.com/read/2020/08/19/192600026/2-tantangan-ojk-dalam-meningkatkan-literasi-keuangan-di-indonesia
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.