Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sederet Alasan Risma Berkeras Tolak Tol Masuk Tengah Kota Surabaya

JAKARTA, KOMPAS.com - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berkali-kali menyatakan penolakan atas rencana pembangunan jalan tol yang melintasi jantung Kota Surabaya. Tol tengah kota sendiri masuk dalam proyek strategis nasional.

Jalan tol tengah Surabaya itu digadang-gadang bisa jadi solusi mengatasi kemacetan Subaya karena kendaraan tak dari luar Surabaya tak harus melintasi daerah pinggiran karena bisa langsung terakses ke tengah kota.

Rencana pembangunan Jalan Tol Waru (Aloha)-Wonokromo-Tanjung Perak tertuang di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2019 tentang percepatan pembangunan ekonomi di Jawa Timur.

Berikut alasan Risma menolak pembangunan tol tengah Kota Surabaya seperti dirangkum dari keterangan resmi Pemerintah Kota (Pemkot Surabaya) seperti dilihat di laman resminya, Minggu (13/9/2020).

1. Surabaya bisa jadi kota mahal

Risma berpendapat, adanya tol tengah kota akan membuat Surabaya menjadi kota mahal. Dengan begitu, maka kota ini akan dipandang tinggi atau dinilai bagus dan megah.

Kota yang mahal otomatis membuat biaya hidup di Surabaya bisa menjadi lebih mahal. Hal ini justru akan menyulitkan masyarakat yang masuk golongan ekonomi menengah bawah.

“Kalau kota ini menjadi mahal, maka kota itu tidak akan menjadi efisien. Akhirnya yang mampu yang bertahan. Dampaknya, kota ini rentan sekali terhadap kericuhan," jelas Risma.

Selain itu, lanjut dia, kota mahal itu berdampak buruk dan dapat menimbulkan kesenjangan. Banyak efek domino saat Kota Surabaya masuk menjadi kota yang mahal.

"Karena apa? Kesenjangan tadi, nanti akan memudahkan orang terjadi demo, amarah. Teorinya ada, aku tidak ngawur. Jadi semua itu harus dihitung,” ungkap dia.

2. Picu kelangkaan air bersih

Alasan kedua, Risma menjelaskan, apabila koridor tol tengah kota itu dibuat masif jalur Utara-Selatan, tentunya akan berdampak pada sulitnya warga mendapat air bersih. Pasalnya, jalur tol akan mengganggu sistem aliran air yang ada di Kota Surabaya.

“Kalau ini dibangun maka akan sulit aliran-aliran air itu. Pasti ada konstruksi-konstruksi yang akan mempengaruhi hambatan-hambatan tadi,” papar dia.

Apalagi, saat ini sudah banyak bangunan usaha di tengah kota. Tentunya adanya jalan tol tengah kota itu dapat mengganggu aktivitas perdagangan atau usaha di tengah kota. Maka dari itu, dia tak ingin ada pembangunan jalan tol di tengah kota itu.

“Kalau ini ada tiangnya (jalan tol) itu akan ganggu kalau dia dagang dan sebagainya. Akses juga terganggu, orang kadang pohon saja jadi masalah apalagi konstruksi-konstruksi masif itu. Karena itu kenapa aku menolak, jadi jangan sampai orang dagang itu terganggu,” tegas dia.

3. Bukan solusi macet

Dikutip dari Kontan, Risma menyatakan, Surabaya tak perlu jalan tol atau jalan bebas hambatan di tengah kota karena ada frontage road seperti di sepanjang Jalan Ahmad Yani.

"Frontage road sangat bermanfaat untuk memecah kemacetan di jalan utama itu," ujar Risma beberapa waktu lalu.

Risma menambahkan, upaya lain untuk mengurangi penumpukan kendaraan adalah dengan membangun jalan lingkar luar di semua wilayah.

Sedangkan untuk tengah kota, Risma lebih memilih mengembangkan transportasi massal. Ada term dan monorail yang akan digunakan.

Di jalur utara-selatan menggunakan trem, sedangkan barat-timur dengan monorail. Kedua transportasi tersebut akan melengkapi moda transportasi publik yang sudah ada.

Selain itu, Surabaya merupakan kota yang masyarakatnya lebih banyak mengandalkan kendaraan roda dua ketimbang mobil. Pola itu diprediksi masih akan berlaku sampai beberapa tahun ke depan.

“Kenapa saya menolak jalan tol, karena saya melihat bahwa warga saya minimal 20 tahun ke depan ini naik motor. Misalkan dibuka tol, sepeda motor bisa masuk tapi kan bayar. Kalau dia untuk kerja saja bayar, padahal dia pendapatannya belum mesti. Kalau dia bayar kapan sejahteranya dia, itu harus dihitung,” kata dia.

Proyek strategis Jokowi

Sebagai informasi, pada 20 November 2019, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi pada Kawasan Gresik–Bangkalan–Mojokerto–Surabaya–Sidoarjo–Lamongan, Kawasan Bromo-Tengger-Semeru (BTS), serta Kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan.

Dalam lampiran Perpres itu menyebutkan, pembangunan Tol Tengah Surabaya akan menelan investasi sebesar Rp 6,491 trilliun lewat skema pembiayaan yang digunakan adalah Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Percepatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing kawasan yang berdampak pada pertumbuhan investasi dan peningkatan perekonomian nasional yang terintegrasi dan berkelanjutan.

Sebelum keluar Perpres Nomor 80 Tahun 2019, proyek Tol Tengah Surabaya juga pernah masuk dalam proyek strategis nasional sejak tahun 2013. Sejak periode pertama pemerintahannya, Risma selalu menolak pembangunan tol tersebut.

Rencananya, tol tersebut akan dibangun melayang di atas Kota Surabaya sepanjang 18,2 kilometer. Investor yang sudah berkomitmen masuk saat ini adalah PT Jasa Marga (Persero) Tbk.

https://money.kompas.com/read/2020/09/13/130747526/sederet-alasan-risma-berkeras-tolak-tol-masuk-tengah-kota-surabaya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke