Jika dibandingkan dengan tahun ini, target defisit tersebit lebih rendah. Pasalnya pemerintah mematok target defisit tahun ini sebesar 6,34 persen dari PDB.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan, upaya pemerintah menekan defisit anggaran tersebut bukan berarti tanpa risiko.
Dengan defisit yang ditekan, artinya jumlah utang pemerintah bakal meningkat. Sebab, jumlah belanja tahun depan masih cukup besar, sementara di sisi lain kondisi penerimaan negara juga masih dalam tekanan.
"Risikonya (penurunan defisit) bukan tidak ada. Risikonya, karena primary balance negatif dalam, dan biasanya kita tidak dalam, 2015 sampai 2019 primary defisit sudah menuju 0. Tapi Covid-19 kita harus siap seperti ini," jelas Febrio ketika memberi penjelasan dalam briefing media, Jumat (2/10/2020).
Pada tahun 2021 mendatang, pemerintah menargetkan rasio utang sebesar 41,09 persen terhadap PDB. Nilai tersebut meningkat dibanding tahun ini yang dipatok sebesar 37,6 persen dari PDB. Adapun pembiayaan utang ditargetkan sebesar Rp 1.177,35 triliun.
Pada Agustus ini, total utang pemerintah pusat sudah mencapai Rp 5.594,93 triliun. Angka tersebut mningkat 19,5 persen dari periode yang sama tahun lalu. Posisi rasio utang tersebut secara keseluruhan sudah mencapai 34,53 persen dari PDB.
Untuk mengantisipasi hal itu, Febrio mengatakan pemerintah akan melakukan upaya lain untuk menjaga kinerja perekonomian. Salah satunya dengan meningkatkan investasi.
Menurut dia, investasi bakal menjadi salah satu mesin utama untuk mendorong perekonomian tahun depan.
"Ini bagian dari refrom yang harus dilanjutkan dan 2020 sudah dibuktikan kita harus siap lagi. Perlindungan sosial lanjut, infrastruktur lanjut, ktia bertahan dalam hadapi Covid-19, tapi jangan lupa kita harus serang," jelas Febrio.
"Pertumbuhan ekonomi harus suport, apa mesinnya? Investasi," ujar dia.
https://money.kompas.com/read/2020/10/02/185200226/defisit-apbn-2021-diperkecil-utang-bakal-meningkat