Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Serikat Pekerja Anggap RUU Cipta Kerja Hanya Janji Semu

Seperti diketahui, mayoritas fraksi di DPR RI dan pemerintah sepakat untuk melanjutkan pembahasan ke tingkat II di Sidang Paripurna DPR RI.

Adapun serikat pekerja menyatakan kecewa dengan hasil pembahaan RUU Cipta Kerja antara lain FSPM dan FSBMM, SERBUK Indonesia, PPIP, FSP2KI dan FBTPI.

Ketua Umum SERBUK Indonesia Subono menilai, pekerjaan baru yang dijanjikan oleh Omnibus Law ini bukanlah pekerjaan nyata.

Menurut dia, pekerjaan baru yang dijanjikan pemerintah adalah pekerjaan berupah murah dan bersifat sementara. Bahkan dia berpendapat, pemulihan ekonomi tidak akan datang dari investasi asing yang masuk ke Indonesia.

“Kita tidak dapat pulih secara ekonomi dengan dasar upah murah dan pekerjaan yang tidak terjamin. Hanya pembelanjaan (konsumsi) domestik dengan dasar pekerjaan tetap dan upah layak yang dapat membantu Indonesia pulih dari pandemi,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).

Pendapat yang sama disampaikan oleh Presiden FSPM Husni Mubarok. Ia menilai, RUU Cipta Kerja hanyab memberikan janji semu akan tersedianya lebih banyak pekerjaan di masa depan.

RUU Cipta Kerja justru dinilai akan mengurangi jaminan pekerjaan dan memungkinkan pengusaha untuk mengeksploitasi lebih banyak pekerja kontrak dengan upah rendah dan pekerjaan outsourcing di semua sektor.

Di samping itu lanjutnya, pekerjaan yang akan tersedia adalah pekerjaan dengan upah rendah tetapi tanpa ada masa depan.

Sementara itu, Presiden FSP2KI Hamdani menyatakan bahwa RUU Cipta kerja juga mengancam hilangnya cuti berbayar, termasuk hak-hak yang mengikuti cuti melahirkan yang begitu penting bagi kesehatan dan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Perwakilan FBTPI, Salman mengatakan pihaknya merasa tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi penuh membahas dan memperdebatkan RUU Cipta Kerja.

“Oleh karena itu, Omnibus Law harus dihentikan dan diskusi lebih lanjut harus dilakukan setelah pandemi ini berakhir, ketika kita dapat berbicara dan berpartisipasi dengan bebas,” kata dia.


Sementara itu, Ketua Umum PPIP PS Kuncoro menyampaikan, jika RUU Omnibus Law disahkan menjadi UU, maka akan berpotensi melanggar tafsir konstitusi. Terutama dalam subklaster ketenagalistrikan. Sebab kata dia, putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015 tidak digunakan sebagai rujukan pada UU Cipta Kerja.

Kuncoro menilai RUU Cipta Kerja akan bertentangan dengan UUD 1945 NRI Pasal 33 ayat (2).  Sebab kata dia, tenaga listrik yang merupakan cabang produksi yang penting bagi orang banyak bisa tidak lagi dikuasai negara.

Selain itu, RUU Omnibus Law dinilai akan menciptakan ancaman terbukanya kemungkinan lingkungan dan sumber daya alam Indonesia untuk dieksploitasi oleh korporasi swasta/profit. Tanpa aturan yang jelas, lingkungan dan alam Indonesia hanya akan dijadikan peluang bisnis untuk mencapai keuntungan semata.

Beberapa serikat pekerja tersebut mengtakan mendapat dukungan penuh di tingkat internasional. Sibebutkan, BWI, IUF, Industri All, ITF dan PSI yang mewakili lebih dari 110 juta anggota di dunia siap untuk melakukan perlawanan bersama-sama menolak Omnibus Law dan menyerukan 5 hal sebagai berikut:

1. Menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja, apalagi mengesahkannya menjadi undang-undang.

2. Memastikan bahwa UU No. 13/2003 tidak boleh diubah atau dikurangi. Kalaupun ada penguatan hanya sebatas pada fungsi pengawasan pelatihan, pendidikan dan sebagainya sehingga akan sesuai dengan kondisi sekarang.

3. Merundingkan kembali dan membuka dialog konstruktif dengan serikat pekerja untuk mencapai dan membahas masalah yang tidak tercakup dalam UU Ketenagakerjaan No.13/2003.

4. Memastikan pasal-pasal di dalam sub-klaster Ketenagalistrikan yang sudah mendapat putusan dari Mahkamah Konstitusi tidak dihidupkan lagi dalam RUU Cipta Kerja.

5. Mendukung agenda buruh Indonesia yang akan melakukan mogok nasional pada tanggal 6-8 Oktober 2020.

https://money.kompas.com/read/2020/10/05/114306026/serikat-pekerja-anggap-ruu-cipta-kerja-hanya-janji-semu

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke