Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dirintis Saat Pandemi, Bisnis Limbah Kayu Ini Cetak Cuan Belasan Juta Rupiah Per Bulan

Kepada Kompas.com, Erga mengaku, usahanya yang bernama Jerawood baru dirintis saat pandemi Covid-19, setelah 6 bulan melakukan riset dan pengembangan.

Meski begitu, ia mengaku sempat mengurungkan niatnya menjajakan produk ketika pandemi pertama kali menyerang RI pada Maret lalu.

"Bulan Maret kami siap merilis produk. Ternyata terhantam pandemi Covid-19 dan ada beberapa karyawan dirumahkan. Tapi, kami tetap mencoba memasarkan produk," kata Erga saat dihubungi Kompas.com, Selasa (3/11/2020).

Memang sudah rezeki, rupanya salah satu produk olahannya, yakni speaker, disambut baik. Banyak pelanggan yang justru membeli produk itu saat pandemi. Erga menerka, masyarakat membutuhkan speaker untuk bekerja atau hanya untuk hiburan saat WFH.

Untuk menambah basis pelanggan, Erga memasarkan produknya melalui media sosial Instagram dan marketplace sembari mengamalkan ilmunya sebagai web developer internet marketing. Kini, produk Jerawood sudah tersedia di 3 e-commerce dan di workshop gallery-nya.

Produknya pun tersedia di galeri UKM Pasar Kotagede dan Bandara YIA, Kulonprogo.

"Saya juga kaget (antusias masyarakat sedemikian besar). Alhamdulillah karena sudah mulai online, kami pasarkan juga di marketplace selama pandemi," ucap Erga.

Berawal dari hobi

Erga bercerita, usaha ini bermula dari hobinya membuat kerajinan tangan (do it yourself/DIY). Niat usahanya semakin terbentuk ketika dia melihat peluang dari kayu-kayu tidak terpakai yang menjadi limbah pabrik mebel.

Di sisi lain, pabrik mebel merasa terbantu karena limbah kayu ini bisa dimanfaatkan kembali menjadi barang yang memiliki nilai tambah, daripada dibuang atau paling-paling menjadi kayu bakar.

Benar saja, Erga mengolahnya menjadi produk elektronik hingga houseware dengan rentang harga Rp 25.000 hingga Rp 500.000. Produk rakitannya, antara lain speaker, jam meja, jam digital, jam tangan, kacamata dari kayu, houseware, dan kitchenware berupa talenan.

Kecintaannya pada assamble membuat Erga bahkan merakit sendiri mesin produksinya. Selain lebih hemat biaya dibanding mengimpor mesin dari China, penggunaan mesin ini mampu mengotomasi pembuatan produk jadi lebih presisi.


Mesin yang digunakan adalah mesin CNC (Computer Numeric Control), yakni CNC laser engraver, CNC router, dan CNC 3D printer.

"Kebetulan saya passion di DIY, senangnya rakit-rakit. Jadi untuk modal awal beli alat segala macam tanpa lahan itu sekitar Rp 50 juta, karena kami menggunakan teknologi sendiri sebagai penunjang produksi," ungkap Erga.

Dilirik Gubernur Jateng

Penggunaan teknologi 4.0 dalam bisnisnya membuat Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo tertarik melihat bisnis yang digeluti Erga, dari sekian banyak bisnis UMKM di Jawa Tengah.

Ganjar yang sempat datang pada September lalu itu juga membantu mempromosikan UMKM lokal, tak terkecuali Jerawood. Satu pesannya yang diingat Erga adalah terus berinovasi menghadapi perubahan zaman.

"Pak Ganjar sangat mengapresiasi. Sangat mendukung. Pesan beliau terus dikreasikan dan diinovasikan," cerita Erga.

Tak lupa, Erga juga mengikuti program dari Dinas Provinsi Jawa Tengah dan Bank Indonesia KPw Jateng. Bisnisnya lolos kurasi dari dinas provinsi sehingga produknya dipasarkan pula melalui marketplace dinas.

Sementara dari program BI KPw Jateng, Jerawood berhasil lolos kurasi dan masuk dalam nominasi 100 besar UMKM unggulan Jawa Tengah. Program BI ini membuatnya banyak belajar tentang capacity building dan kiat-kiat agar UMKM lokal mampu menembus pasar global.

Info kurasi lagi-lagi mengandalkan kecanggihan era 4.0, yakni mencari informasi melalui internet. Bagi Erga, digitalisasi memiliki peranan penting bagi bisnis UMKM, utamanya yang baru berkembang seperti Jerawood.

"Sekarang proses semua pembelajaran terbuka lebar dan luas dengan adanya internet. Kreasi, inovasi, belajar cara membuat produk, meriset permintaan pasar, dan mencari target market, juga bisa melalui internet. Saya pribadi enggak akan lelah belajar," tuturnya.

Karena misinya memberdayakan masyarakat, Erga menggandeng komunitas komunitas pengrajin kayu di Magelang. Komunitas itu dipersilakan menampilkan produk di workshop galeri Erga.

Worskhop pun dia gunakan untuk memberdayakan dan mengedukasi masyarakat sekitar setiap bulannya. Pelajaran yang diberikan berupa cara merakit dan membuat suatu produk yang bisa diperjualbelikan, serta cara memfoto produk maupun memasarkan produk melalui internet.

"Kita masih mikro, baru berdiri 6 bulan. Omzetnya Alhamdulillah di kisaran Rp 15-20 juta per bulan," pungkasnya.

https://money.kompas.com/read/2020/11/04/072144826/dirintis-saat-pandemi-bisnis-limbah-kayu-ini-cetak-cuan-belasan-juta-rupiah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke