Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kontroversi Ekspor Benih Lobster yang Berujung Penangkapan Menteri Edhy

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan, penangkapan Edhy Prabowo terkait dengan dugaan korupsi dalam ekspor benur.

Memang, ekspor benih lobster sudah menjadi kontroversi sejak awal saat Edhy berencana mengubah Peraturan Menteri KP Nomor 56 Tahun 2016 era Susi Pudjiastuti itu.

Meski saat itu baru rencana, kritikan datang dari semua kalangan. Mulai dari akademisi, pengamat kebijakan, hingga mantan Menteri KP Susi Pudjiastuti.

Susi yang sebelumnya enggan berkomentar banyak mengenai penggantinya itu, mulai buka suara di Twitter pribadi miliknya usai ekspor benih lobster berencana dibuka.

Susi jelas menentang ekspor karena di masa dia menjabat, banyak nelayan kecil mengeluh sulit menangkap udang. Bibitnya telah diperdagangkan ke luar negeri, utamanya ke Vietnam. Sejak Permen KP 56/2020 terbit, Susi mengklaim komposisi lobster makin banyak di laut.

Susi berpendapat, pengambilan bibit lobster rentan dikuasai dan dikomersialisasi oleh pengusaha besar, yang mempekerjakan nelayan kecil untuk menangkap benih lobster.

Setelah berhasil menangkap, para nelayan kecil itu menjualnya ke pengusaha besar dengan harga murah. Pengusaha besar tersebut memiliki akses yang lebih baik untuk mengirimkannya ke luar negeri.

"Dia (nelayan) ambil bibitnya, dia perjualbelikan ke pengusaha yang punya akses untuk kirim bibit lobster ke Vietnam untuk dibesarkan. Perdagangan lintas negara kan harus lewat border, memerlukan kapal, memerlukan sarana prasarana yang tidak bisa orang kecil lakukan," ungkap Susi saat mengkritik kebijakan menteri dari Partai Gerindra itu.

Ekonom Faisal Basri juga bersuara mengenai ekspor benih lobster yang kembali dilegalkan. Faisal menyebut Edhy "gila" karena plasma nutfah yang nilainya mahal itu harus diekspor dan dinikmati negara lain.

Sedangkan Indonesia, hanya dapat membeli lobster-lobster besar dari negara lain, termasuk Vietnam.

Faisal menyayangkan kebijakan di sektor kelautan dan perikanan justru tidak menjaga laut itu sendiri. Dia bilang sandainya keran ekspor benar-benar dibuka, laut justru akan tereksploitasi dan kembali hancur.

"Namanya kan bibit, bibitnya kita jual ya gimana? Gila enggak? Itu aja," kata Faisal saat melayangkan komentar kepada Edhy yang waktu itu baru menjabat beberapa bulan.

Dilegalkan

Setelah melewati perdebatan panjang, Edhy tetap melegalkan ekspor benih lobster. Namun dia mengaku lebih menekankan kepada budidaya lobster, yang juga dilarang pada masa Susi.

Edhy mengganti aturan era Susi itu dengan Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.), di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Aturan baru tersebut diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Mei 2020.

Edhy punya beberapa alasan membuka ekspor benih lobster. Dia menemukan, benih lobster yang diimpor ke Vietnam dari Singapura sebanyak 80 persennya berasal dari Indonesia.

Hal itu membuat harga benih lobster kian melambung jadi Rp 139.000 per benih dari Rp 50.000 hingga Rp 70.000 per benih.

"Coba kalau kita mengarahkan ini, me-manage ini dengan baik, kita atur rapih-rapih, kita buat aturan. Langsung dagangnya dari Indonesia ke Vietnam. Baru kemudian kita hitung berapa pajak yang harus mereka bayar," tutur Edhy.

Baru beberapa bulan disahkan, ekspor benih lobster langsung meningkat pada Agustus 2020. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, terjadi lonjakan ekspor mencapai 6,43 juta dollar AS atau Rp 94,5 miliar (kurs Rp14.700).

Ekspor benur pada Agustus mengalami kenaikan sebesar 75,20 persen dibanding Juli 2020. Pada Juli, ekspor mencapai 3,67 juta dollar AS dengan berat 1.389 kilogram.

Ekspor benur didominasi oleh Vietnam sebesar 6,43 juta dollar AS dengan berat 4.216 kilogram. Dibanding Juli, ekspor ini naik 202,95 persen yang hanya sekitar 3,66 juta dollar AS.

Yang membingungkan, mengapa ekspor sudah semasif ini sedangkan syarat diizinkannya ekspor adalah pengusaha harus merealisasikan panen hasil budidayanya secara berkelanjutan terlebih dahulu.

Padahal budidaya membutuhkan waktu 8-12 bulan. Menurut Juknis, eksportir juga harus melepas hasilnya sebanyak 2 persen.

PNBP Seharga Rempeyek Udang

Susi kembali menteri KKP mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari ekspor benih lobster yang relatif kecil. Susi bahkan membandingkan PNBP benur dengan harga rokok dan rempeyek udang rebon.

"PNBP ekspor bibit lobster Rp 250 per 1.000 ekor. Satu kali ekspor dapat satu bungkus rokok masuk ke rekening negara. Harga peyek udang rebon satu biji saja tidak dapat itu Rp 1.000. Ini lobster punya bibit, lho," sebutnya.

Dua Petinggi KKP Mundur

Langgengnya ekspor benih lobster ditandai dengan terbitkan Petunjuk Teknis (Juknis) dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP. Dalam Juknis, dijelaskan secara rinci tata cara ekspor benur. KKP bahkan membuka pendaftaran bagi perusahaan yang ingin mengekspor benur.

Namun selang beberapa lama, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap saat ini, M Zulficar Mochtar dan Wakil Ketua Umum Bidang Konservasi dan Keberlanjutan Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik Kementerian Kelautan dan Perikanan, Chalid Muhammad.

Saat pengunduran diri Zulficar meminta maaf tidak memilih langkah yang tidak populer.

"Saya mohon maaf memilih langkah yang tidak populer. Mundur. Bukan untuk gagah-gagahan. Sederhana saja: prinsip jangan ditawar, jabatan bukan segalanya," ucapnya kala itu.

Polemik Monopoli

Seorang pembudidaya lobster asal Lombok Timur, Amin Abdullah memberikan kesaksian adanya para calon eksportir benih lobster berlomba-lomba merekrut nelayan.

Mereka meminta Kartu Tanda Penduduk (KTP) nelayan untuk didaftarkan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sehingga para calon eksportir ini mendapat jatah ekspor benur. Sebab salah satu ketentuan diizinkannya ekspor adalah mengajak kerja sama nelayan tradisional.

Nelayan yang tidak mengerti proses perizinan ini dimanfaatkan para calon eksportir untuk mendaftarkan dirinya.

"Yang terjadi ke depan adalah akan terjadi konflik saya lihatnya. Menurut saya sih untuk apa ada izin hari ini? Yang penting untuk diawasi ketat ini adalah perusahaanya," ujar Amin.

Teranyar, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya praktik persaingan usaha tidak sehat (monopoli) dalam ekspor benur.

Ekspor benur hanya dilakukan di satu titik saja. KPPU telah memantau dugaan praktik monopoli perusahaan logistik ini sejak November 2019.

KKP membantah dan menegaskan tidak menunjuk perusahaan logistik (freight forwarding) tertentu untuk mengekspor benih lobster (benur) ke luar negeri.

"KKP tidak melakukan penunjukan perusahaan logistik. Kesepakatan terkait perusahaan logistik dengan eksportir merupakan kesepakatan dari Pelobi (perkumpulan Lobster Indonesia), perkumpulan yang mewadahi perusahaan-perusahaan eksportir," kata Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Andreau Pribadi kepada Kompas.com, Jumat (13/11/2020).

https://money.kompas.com/read/2020/11/25/100724426/kontroversi-ekspor-benih-lobster-yang-berujung-penangkapan-menteri-edhy

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke