Kendati begitu, Kurnia mengaku belum merasakan adanya efisiensi biaya operasional dampak dari adanya JTTS.
“Kalau kita bicara efisiensi, hari ini kalau dari biaya kami belum bisa mendapatkan efisiensi yang sangat signifikan. Karena jalan ini kan berbayar dan biayanya tak murah,” ujar Kurnia dalam Kompas Talk, Rabu (25/11/2020).
Selain itu, Kurnia juga mengeluhkan kontur jalan yang ada di JTTS. Menurut dia, dengan kontur jalan yang kurang baik, membuat ban kendaraan mudah terkikis.
Dengan begitu, masa pakai ban kendaraan akan berkurang dengan cepat. Imbasnya, biaya operasional akan naik.
“Kedua, kualitas jalan. Kalau kami lewat jalan provinsi, jalan biasa itu beberapa titik masih berliku sehingga mileage ban lebih pendek. Dengan adanya jalan tol, kualitas jalanya, permukaan jalannya, terutama yang beton, ini juga ternyata tidak seramah jalan aspal berliku di provinsi,” kata dia.
Atas dasar itu, dia mengaku belum merasakan efisiensi biaya operasional yang signifikan dengan adanya jalan tol ini.
Namun, dia mengakui dengan adanya JTTS ini minat masyarakat menggunakan moda transportasi darat, khususnya ke wilayah Sumatera semakin bergairah.
“Kalau melihat sebelum pandemi kemarin, dari Januari sudah menunjukan peningkatan yang cukup membahagiakan kami. Di beberapa tujuan di Sumatera yang cukup tinggi itu di Sumatera Barat, Palembang dan ke wilayah Jambi. Itu cukup tinggi kenaikan load factor penumpang,” ungkapnya.
Pemerintah menugaskan Hutama Karya untuk membangun JTTS dengan total panjang keseluruhan 2.765 kilometer melalui Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 100 Tahun 2014 yang kemudian diperbarui dengan Perpres Nomor 117 Tahun 2015.
Jalan tol ini akan menghubungkan Lampung dan Aceh dengan jumlah 24 ruas dan akan beroperasi penuh pada 2024.
Sampai Oktober 2020, terdapat sembilan ruas Jalan Tol Trans-Sumatera (JTTS) yang telah beroperasi tahun ini.
https://money.kompas.com/read/2020/11/25/170600126/organda-keluhkan-kualitas-aspal-jalan-tol-trans-sumatera